Karena Fitnah Ibu Mertua ku, rumah tangga ku berantakan. Dia tega memfitnah dan menghadirkan orang ketiga di dalam rumah tangga ku.
Aku tak tahu, kenapa ibu mertua jadi kejam seperti ini, bahkan bukannya dia yang meminta agar aku dan Mas Doni segera menikah.
Ada apa ini?
Bagaimana nasib rumah tangga ku?
Siapa yang akan bertahan, aku atau ibu mertua ku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meylani Putri Putti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sidang Putusan
"Jawab Sindy Yah, apakah aku dan mas bersaudara?"
Pak Bramantyo menggeleng lirih.
"Bukan, Sin. Doni anak Misye dari pernikahan ke-dua."
Meski terluka, akhirnya Sindy bisa bernapas lega. Dia dan Doni adalah pasangan resmi, begitu juga janin yang dikandungannya bukalah hasil hubungan sedarah.
"Maafkan ayah Sindy, karena ayah kamu jadi sasaran balas dendam Misye."
'Tidak apa Yah, semua sudah terjadi."
"Lalu apa yang harus kita lakukan saat ini? Beberapa hari lagi Sindy sidang putusan Yah."
"Itu terserah Sindy, tapi jika kamu masih bersama Doni maka kamu hanya akan jadi objek balas dendam oleh ibunya."
"Iya yah, tapi bagaimana dengan nasib anak yang ada di kandungan Sindy, Yah. Sindy yakin jika mas Doni mendengar semua cerita ini, kesalahan paham ini akan berakhir. Biar Sindy yang meminta maaf pada ibu mertua Sindy sendiri."
"Tidak Nak, ini bukan kesalahan kamu, ini salah ayah. Biar ayah yang akan meminta maaf kepada Doni dan keluarganya. Ayah sempat bicara pada Misye, dia tidak menerima permintaan maaf ayah. Dia juga bilang tak Sudi untuk menerima kamu sebagai menantunya." Bola mata Bramantyo berkaca-kaca ketika mengingat kembali kesalahan di masa lalunya.
"Iya, tapi Sindy akan tetap memperjuangkan mas Doni. Sindy yakin mas Doni masih mencintai Sindy Yah. Sindy juga mencintai mas Doni, begitupun anak yang ada di kandungan Sindy dia juga pasti membutuhkan kasih sayang dari ayahnya."
"Iya Nak, itu pilihan kamu ayah mendukung kamu, kita tak boleh mengorbankan anak hanya demi ego kita sendiri."
Pak Bramantyo terdiam dengan bulir bening yang menetes di pipinya.
"Lalu dimana anak itu sekarang Yah?" tanya Bu Anita dengan sabar.
"Anak itu meninggal karena mengalami kebocoran jantung. Setelah diusir dari kampung halamannya, Misye terus melakukan percobaan untuk menggugurkan kandungannya, dan ternyata anak itu terlahir cacat."
"Ayah merasa begitu bersalah Bu. Sudah banyak dosa yang telah ayah lakukan di masa lalu."
"Sudahlah Yah,minta ampun dan bertobat lah," ucap Bu Anita sambil mengusap punggung suaminya.
"Iya, tapi ayah juga merasa bersalah pada Sindy, karena ayah dia jadi menderita."
"Tidak apa-apa Yah, semua sudah terjadi, hanya saja Sindy masih ingin rujuk bersama mas Doni,dan berharap kami bisa kembali bersama demi anak yang ada di kandungan Sindy Yah," ucap Sindy sambil mengusap perutnya.
"Iya Nak, lakukan lah yang menurutmu yang terbaik."
***
Setelah mendengarkan pengakuan ayahnya, Sindy bermaksud menghubungi Doni melalui dengan menggunakan nomor berbeda.
Trett…
Telepon berbunyi di atas nakas Doni.
'Halo," sapa Doni.
"Halo Assalamualaikum Mas."
"Sindy! Kamu?!"
"Iya Mas ini aku, ada yang ingin saya bicarakan Mas."
'Mau bicara apa lagi Sindy?! Kamu dan ayah kamu itu sama, bisa-bisanya ayah kamu datang dan memarahi mama aku! Hingga mama aku jadi syok dan sakit jantung dan sesak nafas."
"Sakit Jantung Mas?"Sindy kaget, padahal menurut ayahnya tak ada keributan yang terjadi di antara mereka.
"Iya, itu semua karena ayah kamu yang datang marah-marah!"
'Mas Doni dengar dulu, itu pasti salah, ayah gak mungkin datang dan marah-marah pada mama kamu mas."
"Itukan kata kamu, dengar baik-baik ya Sindy, jika terjadi sesuatu pada mama, saya akan menuntut ayah kamu sampai kepengadilan" pungkas Doni sambil menutup teleponnya.
Sindy terdiam dengan bulir bening menetes di pipinya.
"Astaghfirullah hal Azim, fitnah apa lagi ini."
"Bagaimana Sin, apa kata Doni?" tanya Bu Anita.
"Sindy belum sempat bicara sudah di putus Ma. Mas Doni marah katanya ayah datang marah-marah hingga membuat mamanya mas Doni sakit jantung dan sesak nafas."
"Apa? Mana ada ayah marah-marah sama Misye, justru ayah datang minta maaf padanya."
"Dia tak berkata apa-apa, terkecuali dia tak Sudi menerima kamu sebagai menantu sampai kapanpun," ucap Bramantyo.
"Ayah sudah berkali-kali minta maaf, dan memohon agar kesalahan ayah dimasa lalu bisa dimaafkan, tapi Misye tetap tak Sudi memaafkan ayah meski ayah berlutut di hadapannya."
Hiks hiks Sindy kembali menangis.
"Sepertinya hubungan Sindy dan mas Doni akan berakhir Bu, besok adalah sidang putusan pengadilan agama. Bagaimana jika hakim memutuskan kami untuk berpisah," tangis Sindy sambil memeluk ibunya.
"Tenangkan dirimu Nak, kamu banyak-banyak berdoa agar Allah membantu segala urusan kamu."
"Iya Bu," lirih Sindy.
Karena masih merasa pusing. Sindy dituntut untuk masuk ke kamar kembali.
Setibanya di tempat tidur Bu Anita kembali membaringkan Sindy
"Tidurlah Sin. Supaya besok kamu lebih segar dalam menghadapi persaingan.
"Iya Bu."
***
Di rumah Doni.
"Tante, akting Tante tadi itu keren banget.Doni pasti percaya jika Tante sedang sakit dada akibat jantungan setelah di marah-marah ayah Sindy."
"Harus dong, sekarang harus pintar-pintar akting. Biar Doni semakin yakin untuk menceraikan Sindy, kini tinggal selangkah lagi, kita harus bisa membuat keluarga Sindy gagal datang di persidangan karena saat ini Sindy tengah mengandung."
"Memangnya apa yang akan akan Tante lakukan?"
"Lihat saja nanti. Saya akan pastikan mereka tidak bisa hadir di persidangan."
***
Keesokan paginya Doni dan pengacaranya sudah tiba di pengadilan agama, begitupun Bu Misye dan Viola.
'Sudah pukul sepuluh pagi, tapi kelihatannya pihak tergugat belum ada yang menghadiri sidang," cetus pengacara Doni.
"Ah mungkin mereka tidak datang. Mungkin sudah tahu hasil keputusannya," sahut Bu Misye sambil tersenyum menyeringai.
Doni menatap ruang persidangan dengan hampa.
Tepat pukul sepuluh pagi sidang dimulai tanpa kehadiran tergugat.
"Pak Doni,anda tidak apa-apa?" tanya pengacara Doni hingga membuat Doni tersadar dari lamunannya.
"Apa kah anda mau merubah keputusan anda?"tanya pengacara lagi.
"Ngak dong Pak, bapak jangan pengaruhi anak saya dong," cetus Bu Misye ketika melihat Doni terlihat ragu.
"Bukan begitu nyonya. Ini sidang putusan, jika saudara Doni ragu, kita bisa mengundur waktu lagi, siapa tau."
"Lanjut kan saja Pak!" Pungkas Doni memutuskan.
Sidang pun dimulai.
Para hakim sudah duduk dengan formasi masing-masing.
"Bagaimana apa pihak tergugat sudah hadir?"tanya hakim ketua.
"Sepertinya tidak yang mulia."
"Apa ada kabar berita?"
"Tidak ada yang mulia."
"Baiklah sidang putusan gugatan cerai atas nama penggugat Doni Anggara dan Sindy Amanda saya buka." Hakim pun mengetuk palu.
Tok tok tok
***
Mobil yang dikendarai pak Bramantyo tiba-tiba saja berhenti sendiri di tengah jalan.
Pak Bramantyo keluar dari mobil dan memeriksanya. Namun setelah beberapa puluh menit pak Bramantyo bingun karena tak tahu penyebab mobilnya yang tiba-tiba berhenti.
"Bagaimana Yah, kenapa tiba-tiba saja mobilnya mati, kita bisa terlambat di persidangan," keluh Bu Anita.
"Iya tapi untuk mencari penyebab mobil kita mati perlu di bawa ke bengkel dan itu semua butuh waktu."
"Lalu bagaimana kami bisa menghadiri sidang Yah?"
"Tunggu bis saja Bu. Jika menunggu ayah pasti bakalan lama."
Sindy turun dari mobil menghampiri Bu Anita dan Pak Bramantyo.
"Bagaimana yah, Apa sudah bisa jalan?"sindy.
'Sebaiknya kamu naik bis aja, karena kalau menunggu ayah pasti bakal lama."
"Iya deh kalo begitu."
Sindy dan Anita menunggu di terminal terminal bus terdekat.
Setelah satu jam menunggu barulah mereka mendapatkan bus.
Sindy dan Bu Anita tiba di pengadilan agama. Namun kedatangan mereka sia-sia karena hakim sudah memutuskan untuk mengabulkan permohonan Doni untuk berpisah dari Sindy.
"Bu, sepertinya kita terlambat, sepertinya sidang sudah selesai." Sindy melihat orang-orang keluar dari ruangan persidangan.
"Iya Sin, ini sudah pukul setengah dua belas."
"Kalau begitu Sindy harus bicara pada mas Doni dulu Bu."
Sindy dan Bu Anita menghampiri Doni ketika dia keluar dari ruangan mereka berdua mencegat Doni yang hendak menuju parkiran mobilnya
"Mas Doni, bisa kita bicara sebentar," ucap Sindy yang berjalan mendekati Doni.
'Hey kau mau apa lagi?" tanya Bu Misye sambil menarik tangan Sindy.
"Iya kau mau apa lagi Sin, kita sudah resmi bercerai." Doni menatap tajam ke arah Sindy.
Sindy terdiam dengan bola mata yang berembun seketika.
"Apa mas? kita sudah resmi bercerai." tanya Sindy Seolah tak percaya. Bulir bening menetes di pipi Sindy.
"Iya, kamu dan Doni bukan suami istri lagi,jadi jangan ganggu hidup putra ku."
Sindy menatap Doni dengan genangan air mata.
"Iya mas, jika memang itu yang kau inginkan aku iklas kok .Tapi ada satu hal yang ingin aku bicarakan pada mu."
"Hey kamu dan Doni itu sudah bukan suami istri, untuk apa kalian bicara lagi," sahut Bu Misye sambil menarik tangan Doni.
"Ayo Don, gak usah diladeni." Bu Misye menarik tangan Doni dan membawanya mendekati mobil.
"Mas Doni tunggu Mas, ada yang ingin aku katakan!"
"Sudah Doni jangan dengarkan!"
"Mas Doni, dengar kan aku Mas, aku hamil Mas!" Seru Sindy.
Seketika Doni berhenti melangkahkan kakinya. Doni menoleh dan langsung menatap ke arah Sindy.
"Iya Mas aku hamil." Sindy mempertegas sambil menunjukkan perutnya yang sudah membucit.
"Hamil?"gumam Doni.
Keduanya saling memandang dengan tatapan mata yang berembun.
Bersambung.
sungguh mantap sekali ✌️🌹🌹🌹
terus lah berkarya dan sehat selalu 😘😘
tahniah buat kehamilan mu Ainun
tahniah Ainun