Malam itu Rifanza baru saja menutup bagasi mobilnya sehabis berbelanja di sebuah minimarket. Dia dikejutlan oleh seseorang yang masuk ke dalam mobilnya.
Bersamaan dengan itu tampak banyak laki laki kekar yang berlari ke arahnya. Yang membuat Rifanza kaget mereka membawa pistol.
"Dia tidak ada di sini!" ucap salah seorang diantaranya dengan bahasa asing yang cukup Rifanza pahami. Dia memang aedang berada di negara orang.
Dengan tubuh gemetar, Rifanza memasuki mobil. Di sampingnya, seorang laki laki yang wajahnya tertutup rambut berbaring di jok kursinya. Tangannya memegang perutnya yang mengeluarkan darah.
"Antar aku ke apartemen xxx. Cepat!" perintahnya sambil menahan sakit.
Dia bukan orang asing? batin Rifanza kaget.
"Kenapa kita ngga ke rumah sakit aja?" Rifanza panik, takut laki laki itu mati di dalam mobilnya. Akan panjang urusannya.
"Ikuti saja apa kata kataku," ucapnya sambil berpaling pada Rifanza. Mereka saling bertatapan. Wajahnya sangat tampan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa lalu tiga teman kecil
Pipi Rifanza betah merona. Kejadian tadi malam masih teringat jelas. Pagi tadi pun Shaka yang menggendonya ke kamar mandi karena dia sudah tidak sanggup berjalan. Mereka melakukan lagi di bawah shower.
Tenaga laki laki itu sekaan tiada abisnya membuat tubuhnya luluh lantak
Sarapan pagi yang sudah kesiangan bersana keluarga besarnya membuatnya semakin malu karena mereka membuat keluarga besarnya dan Shaka jadi menunggu lama.
Untung saja di mejanya hanya ada orang tuanya dan orang tua Shaka saja.
"Aman, Shaka?" ledek daddy Eriel.
"Aman, dad. Kembar nanti," jawab Shaka tenang tapi membuat kedua orang tua mereka tertawa berderai.
Rifanza hampir tersedak saat mendengar jawaban itu.
"Bagus, papa senang dengarnya. Papa hanya punya Rifanza. Kalo punya cucu kembar, apalagi langsung tiga, pasti sangat menyenangkan," timpal papa Ardana dalam kekehannya.
"Rumah kita ngga akan sepi, pa," timpal mamanya-Kalista
Rifanza hampir terbatuk.
Papa.... Memangnya aku kucing.... Hanya bisa memprotes dalam hati.
Rifanza menoleh ketika merasakan tangannya di genggam erat Shaka.
Laki laki itu tersenyum lembut membuat jantung Rifanza makin keras berdetak karena ingatan kejadian panas mereka makin terpapar jelas di depannya.
"Makan yang banyak." Shaka meberikan potongan daging sapi lada hitam ke piring Rifanza
Dia sendiri lebih suka menikmati sate kambing yang seperti sengaja dihidangkan di sana, untuk mereka berdua.
Kedua orang tua mereka saling lirik dan tersenyum.
Makan sate yang banyak, nak. Nanti daddy kirimkan lagi kalo kurang, batin Eriel jahil.
"Rencana bulan madu kapan?" tanya mama Kalista
"Beberapa hari lagi, ma."
"Ya, jangan sampai terlalu lelah," ucap mami Edna penuh arti.
Tawa kembali terdengar.dari para orang tua itu. Sangat jelas terlihat kalo mereka sudah ngga sabar menimang cucu.
"Sean anaknya satu, Shakti juga satu. Kalo ditambah kamu tiga, wow.... rumah kita bakalan rame banget," kekeh Eriel sangat lepas.
"Aku menunggu banget," sambung Ardana dalam kekehan penuh semangatnya. Nggak lama lagi akan ada yang memanggilnya kakek. Pasti sangat membahagiakan.
Lelah bekerja, disambut cucu kembar tiganya, pasti langsung hilang legal pegalnya, angannya.
Hanya Rifanza yang merasa ngga nyaman karena jantungnya berdebar keras ngga menentu, membayangkan ada tiga calon janin di rahimnya.
Mungkin saja terjadi, Shaka anak kembar juga ditambah do'a do'a yang dilangitkan kedua orang tua mereka.
Rifanza menatap potongan dagingnya yang belum dia sentuh. Mendadak ada satu tusuk sate dengan daging yang cukup tebal ada di depannya.
"Buat tambah tenaga," bisik Shaka membuat detak jantung Rifanza makin keras dan kencang.
"Nanti daddy kirimkan lagi kalo kalian suka sate kambingnya, ucap Eriel dengan tatapan jenakanya.
"Sate dan bumbunya sangat enak. Berasa makan di negara sendiri," kekeh Ardana.
"Iya. Enak banget. Dimakan Rifa, jangan dianggurin," sambung mamanya saat Rifanza belum juga membuka mulutnya.
Rifanza dengan canggung akhirnya menerima sate dari Shaka.
"Anaknya langgananku di Jakarta, ngembangin restoran khusus sate kambing di sini," jelas Eriel.
"Oooh ya ya..... Prospeknya bagus banget."
"Memang, aku lihat banyak bule ikut makan di sana."
Kedua laki laki paruh baya itu malah terlibat obrolan bisnis.
Memang enak, batin Rifanza sangat mengunyah satenya.
Seolah paham, Shaka mengambilkan tiga tusuk lagi dan meletakkannya di piring Rifanza.
"Sudah," tolaknya pelan. Malu karena keinginan terpendamnya terbaca oleh Shaka
Shaka tersenyum.
"Aku tau kamu lapar banget.'
Mengapa dia selalu tau, ya, batin Rifanza.
Shaka tersenyum kemudian melihat ke arah lain. Tatapannya bertemu dengan Sheila.
Shaka hanya tersenyum tipis sebelum mengalihkannya ke arah Rifanza.
*
*
*
Sheila mendekati Shaka ketika laki laki itu tampak merokok sendirian di area bebas rokok.
Sheila tersenyum, kembaran suaminya memang sulit dijauhkan dari rokoknya. Dulu dia suka melihat gaya Shaka saat merokok. Dia terlihat maskulin, padahal itu adalah fatamorgana yang bodoh. Karena merokok bisa memperpendek umur menurutnya.
Pertemuan ini bukan dia sengaja, dia baru saja membawa putranya ke toilet.
"Om Shaka," panggil bocah itu debgan wajah menggemaskannya.
Shaka tersenyum, kenudian mematikan rokoknya.
Dia meraih bocil itu dan menggendongnya.
"Kamu pup, ya," tawa Shaka
Bocil itu juga tertawa.
"Iya, om."
Keduanya tergelak bersama. Tawa keponakannya makin berderai kerika Shaka memutar mutar tubuh anak kecil itu.
Hanya Shaka yang bisa
Sheila mengeluh dalam hati.
Dia tau Shakti juga ingin menyenangkan putranya seperti itu, tapi dia punya keterbatasan.
Setelah puas tertawa dia memberikan ponakannya pada maminya- Sheila.
"Aku duluan," pamit teman kecilnya itu.
Baru beberapa langkah, Sheila menghentikannya karena panggilan Shaka.
"Sheila...."
"Ada?' Wanita cantik itu menoleh.
"Jangan katakan apa apa lagi pada Rifanza."
Hening.
"Kenapa?" Tatap keduanya bertemu. Dia menurunkan putranya dari gendongannya.
"Aku ngga mau dia salah paham."
"Oke." Sheila berbalik dan melangkah pergi.
Shaka berpaling ke arah lain sebelum melangkah mencari istrinya yang dia tinggalkan bersama istri istri anak teman daddynya.
"Daddy....!" suara teriakan putranya cukup nyaring.
Sheila agak terkejut melihat Shakti berada beberapa meter di depannya.
Dia di sini? Hatinya jadi khawatir kalo Shakti mendengar apa yang diucapkan Shaka.
Semoga dia ngga dengar.
Sheila ngga mau suaminya salah paham.
Shakti berjongkok mengusap puncak kepala putranya.
"Dari mana?" Pertanyaan itu sebenarnya Shakti ucapkan untuk istrinya, tapi tatapannya mengarah pada putra gemoynya.
"Toilet, daddy."
Shakti tersenyum kemudian mencium puncak kening putranya.
"Tadi ketemu Om Shaka," ucap bocil gemoy itu polos.
"Oooh....," senyum.Shakti sambil menatap wajah istrinya yang tampak kurang nyaman dengan kejujuran putra mereka.
Dia kemudian bangkit dan berdiri sejajar di depan istrinya. Tangannya meraihnya, mengusapnya lembut.
'Mami dan daddy sudah menunggu."
Sheila hanya mengangguk. Dia kesulitan membaca makna tatapan Shakti.
*
*
*
Shakti tau kalo Sheila masih bingung menentukan perasaannya.
Hingga gadis itu pergi dan beberapa tahun kemudian kembali.
Sheila memperhatikannya tapi dia tidak bisa menjauhkan matanya dari Shaka.
Sementara Shaka seolah memberikan harapan padanya untuk mendekati Sheila. Tapi tiap keduanya berinteraksi walau hanya beberapa menit, selalu menimbulkan kerisauan di hatinya.
Seperti tadi.
Malam itu, Shakti tidak mau terombang ambing oleh perasaan galaunya lagi. Setelah gadis itu kembali, dia mendapatkan momen yang pas.
Perasaan kecewa Sheila tergambar jelas saat melihat Shaka sedang bersama seorang gadis yang sangat seksi di club.
Shaka seolah membiarkan gadis seksi itu meng ge rayangi dirinya di bawah tatapan nanar Sheila.
Mungkin Sheila sangat shock, ngga menyangka kembarannya sememalukan itu kelakuannya.
Saat itu, yah, Shakti menghembuskan nafas panjang. Dia berhasil mendapatkan hati Sheila.
jangan terlalu larut dgn masalah Shella..
1 hari untuk meratapi Sheila, 1 hari merenung dan 1 hari ambil keputusan yg tepat.. jadi cukup 3 hari saja..
hempaskan istri toxic.. istri dijalan banyak berjejer tp keluarga saudara , orangtua hanya itu yg kita punya.. semangat Shakti _ Abigai/Heart/l..
Dan sheila terlalu percaya diri kalau masih d harapkan shakti..mungkin dia lupa kalau selama bersama hanya memberi luka pda suaminya.
penyok deh tu pipinya 🤣🤣
moga 3 tamparan itu bs bkin otaknya rada bener