Evelyn diadopsi saat bayi oleh seorang pembantu rumah tangga dari seorang tuan kaya raya bernama Horisson.
Evelyn kecil selalu diajak ke tempat kerja oleh sang ibu angkat karena tidak ada orang yang membantu mengurusnya jika di rumah.
Hingga suatu hari disaat Evelyn tumbuh dewasa, tidak disangka itu menarik perhatian tuan Louise anak pertama dari tuan Horisson sendiri.
Bagaimana kah hari-hari Evelyn selanjutnya. Apakah Louise akan serius dengan Evelyn, disaat dirinya terkenal sebagai seorang cassanovaa yang tidak pernah serius dengan pasangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon novi niajohan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Mengadu
Setibanya mereka di tempat tujuan, Louise bersama dengan tuan Horisson bergegas masuk ke dalam rumah. Kedatangan mereka yang begitu larut malam, membuat kedua pria beda usia itu hanya bisa menemui Selvi dan Mika.
Karena Evelyn telah tertidur nyenyak di dalam kamarnya yang terkunci rapat.
Ada rasa tidak enak hati saat Louise mengingat kejadian tadi, saat dirinya kepergok masuk ke dalam kamar Evelyn secara diam-diam seperti seorang pencuri, hingga Selvi dan Mika melihat dirinya dengan tatapan risih.
"Maaf, ku harap kejadian tadi tidak membuat kalian berdua menjadi salah paham padaku," ucap Louise menjelaskan.
"Tidak apa tuan muda, kami mengerti. Tapi jika kami boleh tahu, ada keperluan apa tuan muda datang bersama dengan tuan besar?" tanya Selvi.
"Iya tuan muda, maaf jika kami lancang. Tapi tidak biasanya tuan besar datang berkunjung kemari larut malam begini, apakah ada hal penting?" tanya Mika menimpali.
Louise menceritakan semua hal mengenai identitas asli Evelyn kepada Selvi serta Mika dan memintanya untuk memperlakukan gadis itu seperti tuan rumah didalam rumahnya ini.
"Dia adalah cucu tuan besar Bernadi, jadi ku harap kalian bisa melayaninya dengan baik di rumahku ini. Tapi, jangan beritahu kebenaran ini pada gadis itu dan berlaku seperti biasa saja. Aku tidak ingin ia merasa curiga," ucap Louise.
Selvi dan Mika mengangguk patuh. "Baik tuan Louise," ucap mereka bersamaan.
"Bagus, sekarang aku ingin kalian menyiapkan satu kamar untuk tuan besar," titah Louise.
Lalu ia menatap sang ayah yang sedang duduk dikursi dekat pintu kamar Evelyn dan mengingat tekad sang ayah, yaitu tidak akan beranjak dari tempat duduknya sampai ia benar-benar melihat Evelyn berdiri dihadapannya.
Louise kemudian menghampiri tuan Horisson yang terlihat lelah. "Daddy, ini sudah larut malam. Bahkan hampir mau pagi, bagaimana jika Daddy istirahat terlebih dahulu. Selvi dan Mika sudah menyiapkan satu kamar untuk Daddy, malam ini kita menginap disini saja," ucapnya.
Tuan Horisson mengangguk. "Baiklah, kita menginap disini. Besok pagi setelah melihat kondisi Evelyn, baru kita pergi ke perusahaan. Daddy juga harus menyelidiki kembali kasus kecelakaan Anthoni dan istrinya yang sempat tertunda."
"Ya Daddy, kau tenang saja, aku akan membantumu memecahkan kasus itu," ucap Louise.
"Kasus itu sudah terlalu lama tidak terpecahkan, setidaknya hanya ini yang bisa kita lakukan untuk Evelyn sebagai penebus kesalahan keluarga kita padanya," ucap tuan Horisson.
Louise mengangguk kecil, lalu menuntun sang ayah menuju kamar dimana mereka akan menginap.
...***...
Pagi harinya.
Evelyn terbangun, sudah menjadi kebiasaan gadis itu bangun dipagi hari, kemudian melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga tanpa harus disuruh terlebih dahulu.
Evelyn mulai menyapu halaman dari guguran daun kering, hawa sejuk dikawasan itu membuatnya sedikit menggigil.
"Evelyn, apa yang kamu lakukan?" Selvi menghampiri Evelyn dan merebut sapu dari tangannya.
"Kak Selvi, aku hanya sedang menyapu. Sini biarkan aku melanjutkan," ucap Evelyn sambil meraih sapu lidinya.
"Tidak usah Evelyn, kau belum terbiasa dengan suhu dingin di kawasan puncak ini. Lebih baik kau mengerjakan pekerjaan di dalam rumah saja, kebetulan kakak sudah buatkan satu gelas susu hangat untukmu," balas Selvi berusaha sebisa mungkin melayani Evelyn tanpa membuatnya curiga.
Evelyn mengalah, memang suhu di tempat itu sangatlah dingin. Bahkan kabut masih terlihat mengelilingi mereka seperti enggan pergi dari tempatnya.
"Baiklah," jawab Evelyn tersenyum.
Ia lantas mencuci tangan dan masuk kedalam rumah, sesekali mengusap kedua lengannya karena kedinginan.
...***...
Setibanua didalam rumah, Evelyn bergegas ke dapur, dia menemukan susu hangat yang sudah disediakan oleh Selvi diatas meja makan.
Lalu, ia buru-buru menyambar susu hangat tersebut dan menyelipkannya diantara tangan-tangan kecilnya. "Hangat," gumamnya.
Evelyn terpejam, tiba-tiba bayangan sang ibu kembali melintas didalam pikirannya. Dimana sang ibu selalu menyediakan susu hangat untuknya di setiap pagi hari.
Ayo Evelyn habiskan susumu cepat, sebentar lagi gurumu akan datang.
Ibu kenapa kita harus minum susu setiap hari?
Agar kau bisa tumbuh sehat dan tinggi, susu juga membantumu tumbuh menjadi anak yang pintar.
Benarkah, kalau begitu aku ingin susu buatanmu setiap hari.
"Ibu ..." lirihnya menangis.
Evelyn segera mengusap air matanya itu, ucapan Louise beberapa hari yang lalu membuatnya jadi teringat sesuatu. Dimana sang ibu akan ikut sedih jika melihat anaknya yang sedang menangis.
Bersamaan dengan hal tersebut, sesosok lengan besar tiba-tiba menyentuh lembut pipinya dan membantu menghapus air mata itu dari wajahnya.
Evelyn yang tadinya menunduk, mulai mengangkat wajahnya. Lalu melihat seorang pria paruh baya telah berdiri tepat dihadapannya.
Gadis itu terdiam sejenak, kedua netranya mengunci baik-baik wajah yang sudah tidak asing lagi baginya itu.
"T-tuan besar ... Benarkah kau itu," ucapnya setengah percaya dan setengah tidak percaya.
Tuan Horisson tersenyum dan mengangguk cepat. "Ya Evelyn kau benar," balasnya meyakinkan.
Evelyn memasang wajah sedihnya, seperti anak perempuan yang sedang mengadu kepada ayahnya sendiri dan begitu pula dengan Evelyn.
Gadis itu mengadu berbagai macam keluh kesahnya kepada tuan Horisson, tentang kejadian berat serta menyedihkan yang menimpah ibu Angel dan juga dirinya belum lama ini.
Ia juga mengadu, bagaimana perlakuan nyonya Grace padanya saat sedang membutuhkan bantuan, bahkan gadis itu nerani memarahi tuan besarnya sendiri karena terlalu lama pergi bekerja.
"Kau bilang, aku boleh mengadu apa saja padamu. Kau juga bilang aku boleh meminta apapun padamu, kau bahkan pernah bilang akan menuruti apapun yang aku mau."
"Tapi disaat aku membutuhkanmu, kau malah tidak ada. Sampai-sampai ibuku harus pergi meninggalkanku secepat ini!" isaknya menangis.
Evelyn meluapkan semua kekecewaannya kepada tuan Horisson, bahkan ia sudah tidak ingat lagi akan status dan sosial nya saat ini.
"Maafkan tuan besarmu ini Evelyn, tuan besarmu ini sangat payah. Kamu boleh memaki orang tua ini sepuas hatimu," ucap tuan Horisson. Dia memeluk Evelyn layaknya orang tua yang sedang meringankan beban anak gadisnya yang sedang patah hati.
Sementara itu Louise memilih untuk menjauh dan membiarkan keduanya saling bertukar isi hati, selain itu, dia tidak tahan jika harus melihat kejadian mengharu biru dihadapannya.
"Tuan muda, apa yang akan anda lakukan sekarang? Apa Evelyn masih akan tinggal disini, atau anda dan tuan besar akan membawanya kembali pulang ke rumah utama?" tanya Selvi.
Louise menghela nafasnya panjang dan menggeleng. "Entahlah, untuk saat ini lebih baik dia disini dulu. Aku tidak ingin ia kembali bersedih saat melihat nyonya besar," ucapnya.
Selvi mengangguk mengerti. "Baik tuan," balasnya.
"Hem, sekarang tolong buatkan sarapan untukku dan juga tuan besar. Kemudian buatkan juga sarapan untuk Evelyn, sudah beberapa hari ini aku melihat dia makan tidak teratur," titah Louise.
"Baik tuan," patuh Selvi kemudian pergi ke dapur untuk menjalankan tugas.
.
.
Bersambung.