Kolaborasi kisah generasi Hikmat dan Ramadhan.
Arsy, cucu dari Abimanyu Hikmat memilih dokter sebagai profesinya. Anak Kenzie itu kini tengah menjalani masa coasnya di sebuah rumah sakit milik keluarga Ramadhan.
Pertemuan tidak sengaja antara Arsy dan Irzal, anak bungsu dari Elang Ramadhan memicu pertengkaran dan menumbuhkan bibit-bibit kebencian.
"Aduh.. maaf-maaf," ujar Arsy seraya mengambilkan barang milik Irzal yang tidak sengaja ditabraknya.
"Punya mata ngga?!," bentak Irzal.
"Dasar tukang ngomel!"
"Apa kamu bilang?"
"Tukang ngomel! Budeg ya!! Itu kuping atau cantelan wajan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Menyerah
“Kalau dokter Raffa sudah menikah?” tanya Freya.
“Sudah.”
Sontak Dayana dan Kevin menatap dokter tampan itu. Kevin lalu melihat pada Dayana. Wajah cucunya itu menunjukkan keterkejutan. Gadis itu yakin benar kalau waktu itu Daffa mengatakan kalau dokter Rafa masih jomblo. Namun pengakuan pria itu jika sudah menikah, karuan saja membuat harapannya hancur.
“Tapi istri saya sudah meninggal tiga tahun lalu,” lanjut Rafa.
“Ooh.. maaf, dok,” jawab Freya.
“Tidak apa, bu.”
Diam-diam Kevin mengulum senyum tipis. Tidak apa duda, kalau memang sang cucu benar menginginkan pria itu, dia akan melakukan apapun untuk menjodohkannya. Sementara itu Dayana masih belum hilang rasa terkejutnya. Setelah tadi dibuat shock dengan pernyataan dokter itu tentang statusnya, kini dia mendapati kenyataan kalau pria itu sudah menjadi duda.
Sebenarnya Dayana sama sekali tidak peduli dengan status duda yang disandang Rafa. Hanya saja gadis itu khawatir akan reaksi kedua orang tuanya. Dia juga takut Kevin mencabut dukungannya begitu mendengar status Rafa. Dayana sama sekali tidak berani menatap wajah Rafa yang begitu ingin dilihatnya.
“Apa istri dokter sakit?” terdengar suara Rindu menyambung pembicaraan.
“Iya. Dia mengidap kelainan jantung sejak kecil. Itu juga yang membuat saya mengambil spesialis bedah jantung. Tapi ternyata sebelum saya menamatkan pendidikan, dia sudah lebih dulu dipanggil Yang Maha Kuasa.”
“Apa dokter tidak ada niatan menikah lagi?”
Secercah harapan terlihat ketika Kevin menanyakan pertanyaan tersebut. Dayana memberanikan mengangkat kepalanya, menatap wajah Kevin yang tengah melihat padanya. Wajah gadis itu menyunggingkan senyuman begitu tahu kalau Kevin masih tetap mendukungnya.
“Mau saya carikan, dok? Karyawan saya, banyak yang masih jomblo dan cantik. Adduhh..”
Ravin mengaduh kesakitan ketika merasakan tulang keringnya ditendang oleh Kevin. Sontak dia melihat ke arah ayahnya itu. Dan seperti biasa, pria itu hanya menunjukkan wajah tanpa dosanya. Dayana sebisa mungkin menahan tawanya melihat sang opa mengeluarkan jurusnya membungkam papanya.
“Saya masih mencintai almarhum istri saya. Rasanya masih belum mau mencari penggantinya.”
Sebuah jawaban sederhana, namun penuh makna kembali sukses menciutkan nyali Dayana. Gadis itu seolah kalah sebelum berperang. Kevin langsung melihat pada Dayana. Dia tahu kalau sang cucu sedikit kecewa mendengar jawaban Rafa. Dia harus memutar otak bagaimana cara menyatukan sang dokter dengan cucunya.
Semua yang ada di meja makan, melanjutkan sarapannya. Ravin yang curiga dengan sikap papanya mulai bertanya-tanya apa alasan pria itu meminta Rafa memeriksanya di rumah. Kemudian dia melihat pada putrinya.
“Aku duluan, ma, pa..”
Ravin bangun dari duduknya kemudian mencium punggung tangan Rindu dan Kevin bergantian. Pria itu juga berpamitan pada Rafa kemudian keluar dari rumah. Freya terus mengikuti langkah suaminya sampai di depan mobil.
“Sayang.. aku curiga kenapa papa tiba-tiba minta dokter Rafa periksa ke rumah.”
“Curiga apa, bang?” Freya membetulkan dasi suaminya yang sedikit miring.
“Sepertinya papa mau menjodohkan dokter Rafa dengan Aya.”
“Memang kenapa? Kalau anak kita mau, kenapa ngga? Bukannya bagus kalau punya menantu dokter,” balas Freya santai.
“Tapi kamu dengar sendiri tadi apa jawaban dokter Rafa.”
“Jawaban yang mana? Soal statusnya? Memangnya kenapa kalau duda? Dulu juga mama Nina menikah dengan papa yang statusnya duda.”
“Bukan masalah statusnya. Tapi soal dia masih mencintai istrinya. Aku ngga mau Aya kecewa.”
“Anakmu sudah besar, sayang. Kalau dia berani jatuh cinta, maka dia harus siap patah hati. Lagi pula, apa kamu ngga percaya kalau anak kita bisa menaklukkan dokter Rafa? Coba abang lihat Aya, dia cantik, pintar, good attitude, apalagi yang kurang?”
“Cantik dan pintar bukan jaminan, sayang.”
“Abang jangan mengkhawatirkan yang belum terjadi. Percaya saja pada anakmu, dan doakan yang terbaik untuknya.”
Freya menangkup kedua pipi Ravin kemudian mengecup bibirnya. Ravin malah menahan tengkuk wanita itu lalu mel*mat bibirnya dengan dalam. Untuk sesaat keduanya terlibat pertautan bibir yang cukup panas. Untung saja tidak ada yang melihat aksi keduanya.
“Aku pergi dulu, sayang.”
“Iya, sayang.”
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Freya masih berdiri di tempatnya, memperhatikan kendaraan sang suami yang mulai meninggalkan pelataran rumah mertuanya. Setelah mobil Ravin tak terlihat, barulah wanita itu masuk ke dalam.
Sementara itu, Rafa yang sudah menghabiskan sarapannya, bermaksud untuk pamit pergi. Kevin segera menghabiskan sarapannya. Dia memberi isyarat pada Dayana untuk mempercepat makannya. Dengan cepat gadis itu menghabiskan sarapannya dan meneguk habis jus jeruk miliknya.
“Terima kasih opa, oma, atas sarapannya.”
“Dokter bisa ke sini setiap pagi untuk sarapan,” tawar Kevin.
“Terima kasih, opa.”
“Iya, sering-sering ke sini. Nanti oma buatkan masakan lezat untukmu.”
Kevin melirik pada istrinya, sejak kapan dia bisa memasak makanan lezat. Semua masakan lezat di rumah ini adalah hasil karya menantunya. Sejak dulu, Rindu hanya bisa menghabiskan makanan saja. Melihat tatapan suaminya, Rindu mengeluarkan mata lasernya, membuat pria itu mengalihkan pandangan ke arah lain.
Rafa berdiri dari duduknya. Kevin segera memberi isyarat pada Dayana untuk mengantar dokter itu keluar rumah. Dayana berdiri kemudian mengikuti langkah Rafa sampai ke teras rumah. Pria itu berbalik sebentar menghadap pada Dayana.
“Pakaianmu rapih sekali. Apa mau bekerja?”
“Ngga, dok. Aku masih kuliah. Hari ini aku ada seminar UP. Doain ya dok, supaya aku seminarku lancar.”
“Aamiin..”
Dayana sebenarnya terkejut mendengar dirinya begitu lancar meminta doa dari pria di hadapannya. Dan semakin senang melihat reaksi positif Rafa. Senyum terbit di wajah cantiknya.
“Kalau begitu, saya permisi dulu. Assalama’alaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Mata Dayana terus memandangi langkah dokter Rafa menuju mobilnya. Dia terus memandangi punggung lebar pria itu hingga masuk ke dalam kendaraannya. Rafa membunyikan klakson saat mobilnya melaju meninggalkan kediaman Kevin. Sebuah tepukan di bahu Dayana, menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
“Kenapa mukamu tidak bersemangat gitu?”
“Dia masih cinta sama istrinya, opa.”
“Istrinya sudah meninggal, wajar saja kalau dia masih mengenangnya. Tapi bukan berarti dia akan selamanya seperti itu. Kamu tidak boleh menyerah, tidak sebelum berjuang. Kamu harus berhasil mengambil hatinya. Istrinya hanyalah kenangan masa lalu baginya. Sedangkan kamu, bisa jadi masa depannya.”
Kevin menjawil hidung mancung cucunya. Sebuah senyum menghiasi wajah cantik gadis itu. semangat Dayana mendapatkan hati Rafa kembali berkobar berkat dukungan sang opa. Dia memeluk pinggang opa tercintanya itu.
🍁🍁🍁
“Kalian punya waktu seminggu untuk menyelesaikan tugas yang saya berikan tadi. Jika sudah selesai, kirimkan ke saya melalui e-mail,” pungkas professor Soenarya menutup perkuliahan kali ini.
Semua mahasiswa yang mengikuti perkuliahannya hanya menganggukkan kepalanya saja sebagai jawaban. Pria berusia 55 tahun itu, membereskan buku-bukunya, kemudian keluar dari kelas.
Zar tetap berada di mejanya. Dia masih menandai beberapa poin berkaitan dengan tugas yang diberikan tadi oleh sang dosen. Abbas datang mendekat lalu mengetuk mejanya, membuat Zar mengangkat kepalanya.
“Lo ada acara ngga? Ikut kita yuk.”
“Sorry, gue ada kerjaan.”
“Ngga asik, lo. Bentar doang. Si Richie ulang tahun. Dia ngerayain di klub.”
“Sejak kapan gue akrab sama si songong.”
Tangan Zar bergerak memasukkan buku-buku ke dalam tas kemudian menyampirkan tas tersebut ke bahunya. Pria itu segera meninggalkan meja tanpa berpamitan pada Abbas. Tak dipedulikannya saat temannya itu menatap dirinya dengan pandangan kesal. Zar memang berteman dengan siapa saja, termasuk dengan Abbas, sahabat Richie. Tapi bukan berarti dia akrab dan mau berbaur dengan mereka semua.
Sambil bersiul, Zar berjalan menuju tempat di mana mobilnya terparkir. Tapi kemudian langkahnya terhenti saat melihat sosok yang membuatnya penasaran tengah duduk di bawah pohon besar yang ada di halaman kampus. Dia nampak begitu serius membaca tumpukan kertas di pahanya.
Zar memutar langkahnya, dia berganti haluan menuju pohon rindang tersebut. Dengan santai dia mendudukkan diri di samping Renata. Tak peduli dengan kehadiran Zar, Renata meneruskan kegiatannya. Zar melirik ke arah tumpukan kertas tersebut. Ternyata itu adalah skripsi dari sang gadis.
“Sudah mau sidang?” tanya Zar memulai basa-basinya.
“Belum. Masih banyak perbaikan.”
“Bagian mana? Mau kubantu?”
“Tidak usah.”
“Siapa pembimbingmu?”
“Pak Darto.”
“Oh mister Darto. Kalau sama dia, mending nurut aja, kecuali kamu punya argument kuat buat matahin pendapatnya.”
Mendengar itu, Renata mengangkat kepalanya. Dia mulai tertarik dengan apa yang dikatakan pria itu. Pembimbingnya memang baru saja meminta mengganti teori karena menurutnya tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Namun Renata bersikeras untuk memakainya.
“Pak Darto minta aku ganti teori. Tapi menurutku teori ini udah paling tepat. Apalagi ada beberapa penelitian yang hampir sama memakainya juga sebagai landasan teori.”
“Apa alasannya ngga menyetujui teori itu?”
“Ehmm.. dia bilang ngga sesuai dengan kondisi kekinian.”
“Coba kulihat.”
Renata menyerahkan lembaran kertas di tangannya. Zar membaca sejenak apa yang tertera di dalam sana. Sebenarnya dia bisa saja langsung memberikan jawabannya pada gadis itu, namun bukan Zar namanya kalau tidak mengambil keuntungan dari situasi yang dihadapinya sekarang.
“Aku pikir pendapat mister Darto ada benarnya juga. Tapi.. kayanya sih kita harus diskusi panjang soal ini. Sayangnya, aku ada janji hari ini. Bagaimana kalau kita jadwalin lain hari buat ketemuan?”
“Ngga usah. Makasih. Biar aku cari sendiri aja teori yang tepat.”
“Yakin? Jarang-jarang loh seorang Abidzar Danendra Hikmat nolongin orang.”
Renata nampak merenung sejenak. Jika menerima bantuan Zar, sudah pasti dirinya tidak perlu bersusah payah mencari teori yang pas. Siapa yang tidak tahu kecerdasan anak dari Kenzie Nagendra ini. Dia bisa menyelesaikan kuliah hanya dalam waktu tiga setengah tahun dengan hasil summa cumlaude, dan kini tengah menempuh pendidikan S2. Bukan tidak mungkin tahun depan dia sudah berhasil meraih gelar master.
“Gimana?” suara Zar membuyarkan lamunan Renata.
“Euung.. boleh deh.”
Zar mengambil pulpen di tangan Renata, kemudian dia menuliskan nomor ponsel di salah satu kertas yang tadi dibaca gadis itu.
“Hubungi aku kalau kalau kamu sudah siap,” Zar mengedipkan matanya.
Tak ada tanggapan dari Renata. Gadis itu hanya memandangi deretan nomor yang tertera di atas kertas putih. Dia segera merapihkan kertas-kertas tersebut, kemudian memasukkan ke dalam tasnya. Abbas yang sedari tadi memperhatikan interaksi keduanya datang mendekat.
“Ooii bispak.. jemputan lo udah dateng tuh,” seru Abbas.
Pandangan Renata tertuju pada arah pandang Abbas. Tak jauh darinya terparkir sebuah mobil sedan mewah telah menunggunya. Tanpa menanggapi ucapan Abbas, Renata segera beranjak dari duduknya. Dia menuju mobil tersebut kemudian membuka pintu belakang mobil. Tak lama sedan pabrikan Jerman itu meluncur keluar dari area kampus.
“Gue bilang juga apa. Tuh cewek bispak. Yang tadi jemputan sugar daddy-nya.”
Mata Zar terus memandangi mobil yang kini sudah tak terlihat lagi. Kemudian pria itu bangun dari duduknya dan bergegas menuju mobilnya. Irzal sudah menunggunya di pengadilan. Dia harus menepikan sejenak keberadaan Renata dan fokus pada pekerjaannya sekarang.
🍁🍁🍁
**Semangat Aya taklukkan tuh duren montong🤣🤣🤣
Bener ngga ya kalau Renata seperti itu😱
Oh iya, mamake belum kasih visual Zar dan Renata versi diriku ya.
Zar, anak sulung Kenzie yang somplak**
Renata, soal dirinya masih misteri