Tidak ada gadis yang mau menikah dengan lelaki beristri, apalagi dalam keterpaksaan ibu tiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Wulan tak menyangka.
Mobil yang Wulan kenal, akhirnya sampai juga, ia melihat mobil itu berhenti di hadapannya, menatap ke arah sang supir, Wulan mengira jika itu adalah Varel, asisten suaminya.
"Bu Wulan."
"Iya. Saya sendiri. "
"Pak Varel menyuruh saya untuk menjemput anda."
Wulan mulai naik ke dalam mobil, dimana pelayan hotel berlari untuk menagih janji Wulan.
"Bu. Bu."
Memukul mukul kaca, dimana Wulan, meminta uang kepada sang sopir.
"Kamu ada uang tidak?"
"Ada!"
"Saya pinjam dulu uang kamu, nanti saya ganti."
"Baik Bu."
Lelaki muda berumur tiga puluh tahun itu, kini memberikan lembaran uang pecahan lima puluh ribu pada Wulan.
"Ini, Bu."
Wulan menerima uang itu, membuka jendela kaca mobilnya, memberikan pada sang pelayan.
"Ini."
Pelayan itu, terlihat sedikit cemberut, dimana Wulan langsung mengambil air minum sang pelayan.
"Dah ya."
Wulan tanpak tak senang, karena yang dijanjikan Wulan tak sama seperti yang kini di berikan pada sang pelayan.
"Apaan ini, katanya mau kasih tips gede. Kenyatanyaan jauh dari harapan." Gerutu sang pelayan.
Wulan terus menata lehernya dengan sal yang ia pakai, berusaha menutupi bekas pertarungannya semalam. Bercermin, membulak balikkan kepala ke sana ke mari. Sampai sal itu begitu pas menutupi leher dengan sempurna.
Sopir hanya melihat sekilas dari cerimin, tingkah aneh Wulan membuat ia menggelangkan kepala.
"Oh ya, memang si Varel itu ke mana?"
"Loh ibu nggak tahu ya! Kan Pak Varel sedang sibuk mengurus pernikahan Pak Daniel!"
Deg ....
Wulan menatap tajam ke arah sang sopir lewat cerimin kecil yang mengantung pada mobil.
"Maksud kamu, pernikahan?"
"Memangnya ibu tidak di kasih tahu oleh Pak Daniel jika ia menikah lagi dengan seorang gadis!"
Wulan memegang dadanya, merasakan rasa sesak, ia merasa jika Daniel sungguh keterlaluan. Di saat Wulan pergi, bukanya Daniel menyadari kesalahan, suaminya malah menikah lagi.
Menggengam rok pendek dengan kedua tangan, Wulan merasa sangat kecewa akan berita yang ia dengar dari sopir pribadi suaminya.
Air mata seketika keluar, perlahan demi perlahan.
" Jadi pernikahan itu berlangsung sekarang bukan?"
Sang sopir menganggukkan kepala, dimana Wulan tampak bersedih kembali. Ia menatap jam sudah pukul sepuluh pagi, mana sempat menghancurkan pesta pernikahan suaminya.
"Sialan, aku nggak menyangka jika Daniel benar benar sekejam ini."
********
Acara ijab kobul dimulai, Daniel berusaha mempersiapkan diri.
"Semua sudah siap. "
Penghulu menatap ke arah Daniel, menyodorkan tangan. Mulai dimana Daniel mengucap kata ijab kobul itu.
Perasaan Sarla sudah tak karuan, ia hanya bisa pasrah, menerima semua yang akan terjadi di masa depannya.
Hanya ingin melihat Lani sembuh, dan sang papah bisa mengelola perusahaannya kembali.
Air mata jatuh, ketika ijab kobul itu begitu pas di layangkan. Semua nampak gembira, apalagi Ibu Aleta.
Sah .... Sah ....
Kata sah menggambarkan jika mereka sudah sah dalam ikatan suami istri, menjadi sepasang sejoli yang siap menjalani bahterai rumah tangga.
Sarla mencium punggung tangan suaminya, ia baru pertama kali bersentuhan dengan lelaki. Membuat tanganya gemetar ketakutan.
Alenta datang, melihat kebahagian anaknya. " Selamat ya untuk kalian berdua. Ibu sangat merestui pernikahan kalian."
"Terima kasih. Bu."
Sarla hanya tersenyum mendengar perkataan selamat dari mulut wanita tua yang menjadi ibu mertuanya itu.
Pengantin mulai duduk di pelaminan, untuk menyambut kedatangan tamu, semua orang melihat mereka berdua begitu serasi.
"Apa istri anda sudah anda beri tahu?" tanya Sarla masih menanyakan perihal restu dari istri pertama Daniel, walau bagaimana pun istri pertama Daniel harus ada di acara pernikahan suaminya.
"Sudah saya katakan pada dia!" jawab Daniel. Berharap jika Sarla mendengar jawaban yang pasti dari mulut suaminya.
"Apa dia berkata setuju dengan pernikahan ini?" tanya kembali Sarla.
Di acara pernikahan yang indah ini, Daniel terlihat kesal jika Sarla terus membahas tentang Wulan. Karena istrinya seakan tak mempedulikkannya lagi.
"Sudah saya beri tahu dia, lewat pesan, hanya saja?"
Daniel seakan sengaja menggantung perkataanya, membuat Sarla tentu saja penasaran.
Varel tetap menunggu, melihat apakah Wulan datang. Ia takut jika istri pertama Daniel mengacaukan pernikahan Sarla dan atasanya.
"Sejauh ini tetap aman, waktunya memberitahu sopir agar memperlambat perjalanan saat membawa Wulan."
Mengirim pesan.
(Tolong kamu bawa Bu Wulan keliling untuk beberapa jam menuju pulang.)
Sang sopir membaca pesan dari Varel langsung mengerti, ia membawa Wulan berkeliling.
Wulan merasa heran dengan perjalanan yang dari tadi tak sampai sampai, ia kini dengan lancangnya menegur sang Sopir.
"Kamu ini gimana sih, kenapa kamu malah ngambil jalur ini."
"Maaf bu, saya sengaja agar perjalanan sedikit nyaman untuk ibu."
"Bukan nyaman yang ada bikin kelelahan. Emang enak naik mobil berjam jam."
"Maaf Bu, sebelumnya."
"Sudah, cepat putar balik. Saya mau datang ke acara pernikahan suami saya secepat mungkin, awas saja jika kamu tidak menuruti perintah saya."
"Baik, bu."
Dalam mobil sang sopir berusaha mencari cara yang lain lagi, agar setelah mereka sampai acara pernikahan selesai.
Sopir kini memberhenti mobil, di sebuah pom bensin, ia turun dan berlari.
"Loh, kenapa dengan dia?"
Sopir yang diperintahkan Varel malah membuat Wulan kesal, karena banyaknya mengulur waktu.
"Apa lagi sih dia?"
Wulan melihat kunci yang masih mengantung pada mobilnya. Ia berpikir jika pergi dengan mengendari mobil sendiri akan jauh lebih cepat dari pada menggunakan sopir.
Wulan mulai pindah pada posisi duduknya, ia kini mengambil alih stir, meninggalkan sang sopir yang berpura pura pergi ke toilet.
"Hah, ternyata lebih enak mengandalkan diri sendiri dari pada sopir itu."
Mobil mulai melaju jauh, sang sopir keluar dari kamar mandinya. Ia sengaja duduk di toilet selama setengah jam hanya untuk membuat Wulan tidak datang ke acara pernikahan suaminya.
Sopir keluar dari kamar mandi, betapa terkejutnya ia, jika sang atasan pergi membawa mobil, meninggalkan sang sopir sendiri tanpa membawa uang sedikit pun.
"Aduh, bodohnya saya. Harusnya tadi saya itu keluar sambil bawa kuncinya. Gawat ini, benar benar gawat."
Sopir mulai menghubungi Varel.
"Halo. Ada apa Dik."
"Maaf Pak Varel, saya tidak bisa menahan Bu Wulan, dia pergi sendirian membawa mobil. Dan sekarang saya ditinggalkan sendiri. "
"Aduh Dik, kenapa kamu bisa teledor begitu sih, harusnya kamu itu tahan Bu Wulan."
Sang sopir menyesali keteledorannya, sampai berulang kali meminta maaf ke pada Varel.
"Maafkan saya Pak Varel, saya tidak tahu jika jadinya akan seperti ini."
"Ya sudah, sekarang kamu cepat pulang. Nanti saya teransper uang pada kartu atm kamu untuk segera pulan ke sini."
"Baik Pak Varel, terima kasih. "
Sang sopir bernapas lega, ia mencoba mencari dompetnya. Sampai di mana?