Cinta akan menemukan pemiliknya. Sebuah ketidaksengajaan, keterpaksaan, dan perjodohan, bisa menjadi jalan untuk menyatukan dua hati yang berbeda.
Seorang gadis SMA bernama Aira, terjebak dalam sebuah pernikahan dengan seorang duda bernama Affan yang merupakan ayah sahabatnya, Faya.
Mengapa pernikahan itu bisa terjadi?
Akankah pasangan beda usia itu bisa saling mencintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ria aisyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Luka
"Dasar wanita murahan! Berani-beraninya kamu muncul di depan umum. Tidak tahu malu! Setelah kamu meninggalkan Rehan sekarang kamu bersenang-senang dengan orang yang lebih kaya. Tidak tahu diuntung!" Wanita itu terus mencerca Aira dengan kata-kata kasarnya.
Tangannya yang besar menarik jilbab Aira kuat-kuat hingga membuatnya berantakan.
Affan mencoba membantu Aira dan segera melepaskan cengkeraman wanita aneh itu. Setelah terlepas, Affan memeluk Aira yang sedang menangis dan melindunginya karena wanita itu masih berusaha untuk berbuat kasar padanya.
"Jangan ganggu istriku! Aku akan melaporkan tindakan ini pada yang berwajib jika Anda terus mengganggunya. Ini adalah kasus penganiayaan," ancam Affan setengah berteriak karena wanita itu terlihat nekat.
Dia berhenti setelah mendengar ancaman itu. Masih dengan wajahnya yang marah, dia menatap Affan dan Aira seperti akan menelannya.
"Gara-gara kalian anakku setiap hari kerjaannya pergi ke club dan pulang dalam keadaan mabuk. Harusnya dia sekarang sudah menikah dan bahagia bersama Aira. Kalian benar-benar ... Hahh!" Wanita itu mencengkeramkan kedua tangannya di udara lalu membantingnya ke samping.
"Maaf, Nyonya. Aku hanya ingin melindungi Aira. Jika sampai pernikahan itu terjadi, belum tentu putra Anda tidak akan mabuk-mabukan di club karena dia sudah terbiasa. Mungkin Anda tidak tahu jika sebelum mengenal Aira dia juga sudah seperti itu." Affan tidak terima jika istrinya dijadikan sebagai alasan seseorang berbuat maksiat.
"Tahu apa kamu tentang anakku. Walaupun itu benar, setidaknya setelah menikah dia bisa bertaubat dan menjadi orang yang lebih baik."
Affan meminta Aira untuk masuk ke dalam mobil karena jilbabnya hampir terlepas. Dia akan menyelesaikan masalah ini sendirian.
"Nyonya, Anda tidak bisa menyalahkan sesuatu yang telah terjadi. Sebelumnya aku juga tidak tahu jika kejadiannya akan seperti ini. Anakmu sendirilah yang sudah menyerahkan Aira padaku dan memfitnah kami dengan begitu kejam. Anda ke mana malam itu? Rehan yang membatalkan pertunangannya sendiri. Oh, iya, satu lagi, semua uang yang dipinjam Om Agung sudah saya lunasi beserta bunganya, jadi Aira sudah tidak memiliki kewajiban lagi untuk menjadi gadis pelunas hutang."
Wanita itu terdiam. Tidak ada gambaran rasa bersalah sama sekali di wajahnya. Baginya, Aira adalah menantu yang diharapkannya untuk rehan. Saat pernikahannya malam itu dia sedang berada di luar kota. Dia masih ingin meluapkan kemarahannya pada Affan dan Aira tetapi dia tidak ada keberanian lagi.
"Jika sudah tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, aku permisi. Assalamu'alaikum." Affan pergi meninggalkan ibunya Rehan yang sedang terpaku.
Wanita itu tidak menjawab salam dari Affan dan pergi mendekati mobilnya yang terparkir tidak jauh dari sana. Untuk meredam emosinya, dia tidak melakukan apapun hingga beberapa saat.
Aira sedang membetulkan jilbabnya ketika Affan masuk ke belakang kemudi. Kulitnya yang putih bersih terlihat kemerahan di beberapa bagian di wajah dan lehernya. Ada juga bekas goresan jarum pentul di bagian dagu.
"Kamu tidak apa-apa, Aira?" tanya Affan khawatir.
"Tidak apa-apa, Om. Ini hanya luka kecil saja."
"Boleh aku lihat?" Affan tidak berani menyentuh Aira tanpa persetujuan darinya.
Aira mengangguk.
Affan mendekatkan wajahnya dan melihat beberapa goresan di dagu dan pipinya. Luka itu memang tidak terlalu dalam tetapi jika tidak segera diobati dia takut akan menjadi infeksi.
"Aku akan membawamu ke dokter," ucap Affan segera memasang sabuk pengamannya dan menjalankan mobilnya.
"Ini hanya luka kecil saja, Om. Nanti aku obati sendiri saja."
Affan tidak mendengarkan ucapan Aira dan terus melajukan mobilnya ke klinik terdekat. Kematian istri pertamanya menyisakan rasa bersalah yang mendalam di hatinya. Dia tidak ingin kejadian itu terulang lagi dan dia ingin menjaga Aira dengan sebaik-baiknya.
'Ini hanya luka kecil saja. Mengapa Om Affan terlihat begitu khawatir. Apakah dia memiliki trauma dengan luka gores dan sejenisnya?' Aira bertanya-tanya dalam hati.
Sikap diam Affan membuat Aira merasa bingung. Sorot matanya terlihat seperti orang yang sedang bersedih. Wajahnya yang biasanya teduh kini tampak dingin dan acuh.
****
Bersambung ....