Terpaut 20 Tahun
Gerimis rintik-rintik turun di kota Jakarta. Sebuah mobil melaju dengan kecepatan sedang cenderung lambat melintasi jalanan yang licin. Hari sudah mulai gelap tetapi jalanan kota semakin ramai.
Meskipun laju mobilnya sangat pelan, tetapi Affan merasa sangat terkejut dan menginjak remnya secara mendadak ketika melihat seseorang yang tiba-tiba melintas.
"Astagfirullah!" pekiknya sambil memegangi dadanya yang berguncang.
Affan menepikan mobilnya dan berhenti sejenak untuk menghilangkan rasa gugupnya.
Belum juga hilang keterkejutannya, di luar mobilnya seorang gadis yang melintas tadi menggedor-gedor pintunya. Kening Affan berkerut. Dia merasa tidak asing dengan gadis berseragam SMA itu.
Melihat wajahnya yang ketakutan, Affan pun membukakan pintu mobilnya dan memintanya masuk. Tidak lama kemudian muncul seorang pria yang berlari dari arah yang sama dengan gadis itu.
"Tolong jangan katakan aku di sini, Pak!" Gadis itu menunduk dan bersembunyi di balik jas milik Affan yang semula dia letakkan di samping kemudinya.
Kaca mobil Affan yang gelap membuat seseorang kesulitan untuk melihat pengemudi dan penumpang di dalamnya. Pria itu terlihat celingukan dan kembali berlari setelah tidak menemukan orang yang dia cari di mobil Affan.
Gadis itu merasa lega setelah melihat pria itu benar-benar menjauh dan tidak kembali lagi ke sana. Kini dia memperhatikan wajah pria di sampingnya yang tidak lain adalah ayah dari temannya.
"Om Affan!" Gadis itu terkejut dan terlihat malu. Karena terburu-buru kabur dia tidak sempat menggunakan jilbabnya. Sadar akan hal itu dia segera mengenakannya meskipun jilbabnya basah terkena air hujan.
"Astagfirullah!" Affan kembali beristighfar ketika melihat pemandangan yang tidak seharusnya dia lihat. Dia memalingkan wajahnya dan menunggu hingga gadis itu selesai memakai hijabnya.
"Ma-maaf, Om. Aku ... aku membuat jas ini basah," ucap gadis itu sambil membentangkan jas milik Affan di hadapannya.
"Tidak masalah Aira. Jas itu juga kotor dan harus segera dicuci. Apa yang terjadi padamu? Mengapa kamu berlari di tengah hujan? Dan ... dan ... siapa orang yang mengejarmu tadi?"
Pertanyaan Affan yang begitu banyak membuat Aira kesulitan untuk menjawabnya. Dia terlihat bingung dan tidak tahu pertanyaan yang mana yang harus dijawab lebih dulu. Sisa-sisa ketakutan masih tergambar jelas di wajahnya.
"Kamu tidak perlu menjawabnya jika tidak ingin. Aku akan mengantarmu pulang. Tidak baik anak gadis berada di luar malam-malam begini."
Melihat kediaman Aira, Affan pun menduga jika gadis itu tidak ingin menjawab pertanyaannya. Orang tuanya pasti sangat khawatir jika dia tidak segera pulang, pikirnya.
Aira terlihat sedih. Sebenarnya dia sangat ingin menceritakan tentang semua hal yang dia alami pada Affan. Namun, untuk saat ini rasa takutnya masih menguasai dirinya.
Affan memperhatikan Aira dari spion. Dia tidak berani menatapnya secara langsung. Dari pantulan spion dia bisa melihat dengan jelas jika air mata Aira terus mengalir meskipun tidak terdengar isaknya.
'Kelihatannya ada yang tidak beres dengan Aira. Aku tidak ingin ikut campur dalam masalahnya, tetapi melihatnya seperti ini aku juga tidak tega.' Affan terlihat gelisah.
Affan selalu membawa air mineral di dalam mobilnya. Saat lampu merah dia mengambil satu botol dan memberikannya untuk Aira.
"Terimakasih, Om."
Aira memang merasa sangat haus. Meskipun dia melihat ada air minum dihadapannya dia tidak berani untuk mengambilnya. Dia bersyukur akhirnya Affan memberikannya tanpa diminta.
"Sama-sama."
Affan kembali melajukan mobilnya setelah lampu lalu lintas berubah menjadi warna hijau. Dia memutar arah dan berbelok ke alamat rumah Aira. Dia sudah hafal tempat tinggalnya karena beberapa kali mengantarkan Faya ke sana. Faya adalah putrinya yang merupakan teman sekelas Aira.
Setelah menurunkan Aira, Affan kembali melajukan mobilnya untuk pulang ke rumahnya. Namun, baru beberapa meter dia berjalan, dia melihat tas Aira tertinggal di mobilnya. Affan kembali memundurkan mobilnya dengan hati-hati.
Pemandangan yang sangat menyedihkan terlihat di hadapannya. Orang tua Aira terlihat sangat marah padanya. Mereka melemparkan tas, pakaian dan barang-barang milik Aira keluar. Aira berdiri mematung dan menangis seorang diri karena orang tuanya telah masuk dan menutup pintu rumahnya.
Affan turun dari mobilnya dan berjalan menghampiri Aira. Kedatangannya membuat Aira terkejut dan segera menghapus air matanya. Lagi-lagi gadis itu terdiam. Mungkin hatinya sedang rapuh dan tidak sanggup untuk bercerita saat ini.
Aira memunguti barang-barangnya dan berjalan menghampiri pintu rumahnya. Berharap sang pemilik rumah mau berbelas kasihan padanya.
"Om, Tante! Maafkan Aira, Om, Tante!" panggil Aira sambil mengetuk-ngetuk pintu di hadapannya.
'Om, Tante? Jadi mereka bukan orang tua Aira? Jadi selama ini Aira tidak tinggal bersama orang tuanya?' Affan mengernyit heran. Entah apa yang mendorongnya, dia tidak ingin meninggalkan Aira seorang diri.
****
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Ani Vabbiani
mampir thorrr...semangatttt
2023-06-15
0
itanungcik
hadir bestie... semangat..
2023-05-22
0
Muhammad Al-fharisyi
lanjut bang
2023-03-01
0