Jalan buntunitulah yang Vania rasakan. Vania adalah gadis muda berusia 17 tahun, tapi takdir begitu kejam pada gadis muda itu. Di usianya yang belia dia harus menikahi kakak iparnya yang terpaut usia 12 tahun di atasnya karena suatu alasan.
Saat memutuskan menikah dengan kakak iparnya, yang ada di fikiran Vania hanya satu yaitu membantu Papanya. Meski tidak menginginkan pernikahan itu, Vania tetap berharap Bagas benar-benar jodohnya. Setelah menikah dengan Kakak Iparnya ternyata jauh dari harapan Vania.
Jalan berduri mulai di tempuh gadis remaja itu. Di usia yang seharusnya bersenang-senang di bangku sekolah, malah harus berhenti sekolah. Hingga rahasia besar terkuak. Apakah Vania dan Bagas berjodoh? Yok simak kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tindek_shi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesempatan Kedua
Terlihat botol minuman keras berserakan di mana-mana. Bahkan ada kaca pecah dan vas bunga yang pecah, semuanya benar-benar berantakan. Seorang pria dewasa terlihat terkapar di bawah ranjang dengan kondisi yang sangat kacau.
Tangannya berdarah, rambut semberawut dan kemeja yang sebagian sudah terbuka kancing atasnya. Air mata yang sedari tadi mengalir kadang terhenti lalu tertawa begitulah yang pria itu lakukan.
Air mata penyesalan, ya itulah yang Bagas rasakan. Terlambat menyadari perasaannya pada sang istri, di tambah sekarang istri kecilnya tengah hamil bayi kembar darah dagingnya. Jika melihat ke masa lalu, hanya satu yang Bagas sesali. Mengapa dia begitu kejam pada Vanianya?
Tak lama terdengar suara pintu terbuka, Bagas tidak menggupris siapa yang masuk. Hatinya terlalu terluka saat musibah demi musibah mendatangi dirinya.
"Astagfirullah Bagas!" teriak seorang pria yang memasuki kamar Bagas.
"Istigfar Bro, lo ngak bisa gini. Tobat! minum-minum kayak gini ngak bikin semuanya membaik!" pria itu merebut botol minuman dari tangan Bagas.
"Gua harus apa Jem? Gua harus apa?" teriak Bagas dan lagi-lagi air matanya ikut serta bersuara.
Jeremy menghirup nafas dalam. Dia sudah mengingatkan Bagas berulang kali tapi pria yang sudah lama berteman baik dengannya ini terlalu bebal.
"Orang tua gua bercerai, Papa menikah lagi dengan wanita yang lebih muda. Bahkan wanita yang Papa nikahi seumuran dengan Shopia! Sekarang Mama bahkan harus di rawat di Rumah Sakit Jiwa karena tidak sanggup menerima goncangan musibah rumah tangganya. Aku harus apa?" tanya Bagas dengan air mata yang mengalir begitu deras.
"Jangan fokus pada masalah Lo Bagas, sekarang Shopia butuh Lo. Dia juga sama terpuruknya dengan Lo. Jadi jangan sibuk meratap seperti ini." kata Jeremy sambil mengusap pundak sahabatnya itu.
"Gua harus gimana? Vania kayaknya benci banget sama gua Jem! Di sini sakit, sangat sakit. Gua ngak menyangka jika dia pergi bukan hanya bawa darah daging gua tapi juga hati gua ikut di bawa sama dia Jem!" kata Bagas seraya memukul-mukul dadanya keras.
"Iya gua tahu, tapi kalau lu terpuruk terus menerus seperti ini juga ngak akan kemana-mana. Lu sendiri dengar kalau Vania bilang Ibra adalah kakaknya. Kita juga baru tahu jika Vania dan Jihan bukan saudara kandung. Kemungkinan terbesar Muhammad Ibrahim Vaough yang biasa kita kenal Ibra adalah kakak kandungnya. Kau sendiri tahu siapa Ibra pemilik dari Vaough Corp dan siapa di belakangnya. Masih untung prusahaan keluargamu tidak tinggal kenangan..." Jeremy menghentikan sejenak perkataannya.
"Jadi bangkit dari keterpurukan ini, jadilah Bagas yang gagah yang biasa aku kenal. Tidak ada gunanya menyesali, tapi perbaiki. Aku yakin Ibra dan Robert tidak menyentuh perusahaanmu ada maksud terselubung di situ." kata Jeremy.
"Jika kau memang mencintai Vania, maka berjuanglah. Buat Vaniamu kembali pada dirimu. Buktikan kalau kamu pantas menjadi Daddy dari Twins! Buktikan kalau kamu pantas di beri kesempatan kedua oleh Vania!" kata Jeremy.
"Sekarang bersihkan dirimu, magrib sebentar lagi datang. Kita ke masjid, tidak ada yang Maha memberi pertolongangan pada seorang hamba seperti kita kecuali Dia yang Maha Memberi Pertolongan." kata Jeremy pada Bagas.
Bagas menangis dan memeluk Jeremy erat, dia sangat butuh nasehat dan penyemangat saat ini. Setelah itu Bagas langsung berlalu ke kamar mandi.
Jeremy memanggil 5 orang pelayan di rumah Bagas agar segera membersihkan kamar itu sebersih mungkin. Dalam waktu 20 menit semuanya kembali seperti semula.
Clek
Suara pintu kamar mandi terbuka, Bagas nampak segar dangan balutan bathrob di tubuhnya. Bagas mengambil baju koko, sarung dan sejadah dari lemari pakaiannya. Tangan pria tampan itu bergetar saat memegang kain yang akan dia gunakan untuk menemui Tuhannya.
Kapan terakhir Bagas mendirikan sholat, sudah sangat lama sekali. Keluarganya bukanlah orang yang baik agamanya. Bahkan Mama dan Papanya juga tidak pernah sholat. Shopia jangan di tanya, kehidupan bebas luar negeri adalah pola hidupnya.
Senja yang sendu itu menjadi saksi perjalanan Bagas untuk menemui Tuhannya. Sepanjang perjalanan sambil mendengar suara adzan Bagas merasa ada yang berbeda. Hatinya bergetar, matanya memerah manahan tangis. Tapi Bagas tidak menunjukkannya dia berjalan beriringan dengan Jeremy ke arah Rumah Allah. Ya masjid yang ada di komplek elit perumahan tempat tinggal Bagas.
Setelah melaksanakan sholat berjama'ah Bagas terlarut dalam zikir dan juga do'anya. Bagas hanya mampu berzikir sebisanya. Kehidupannya yang jauh dari agamanya telah membuat Bagas buta akan indahnya Islam. Hingga seorang ustad memulai ceramahnya dan itu tentang pertolongan Allah dan dosa. Saat mendengarnya Bagas tidak kuasa menahan tangisannya.
Bagas yang ada di pojok dan paling belakang tentu tidak menimbulkan kecurigaan. Tangisan dalam diam Bagas membuat Jeremy menatapnya sendu. Tanpa Bagas dan Jeremy sadari ternyata Ustad yang membawakan materi menyadari jika sedari tadi Bagas menangis dalam diam.
Saat selesai pengajian mereka melakukan sholat isya berjema'ah di masjid. Setelah selesai sholat semua jema'ah masjid berhamburan keluar lebih awal. Tinggal 3 orang yang tersisa di sana Bagas, Jeremy dan Ustadz Yusuf yang tadi memberikan pengajian.
"Assalamu'alaikum Saudaraku!" sapa Ustad Yusuf pada Bagas dan Jeremy.
"Walaikumussalam Ustadz," jawab Bagas dan Jeremy bersamaan.
"Panggil aku Yusuf, mungkin umur kita tidak jauh berbeda. Aku bukan Ustadz, masih jauh dari kata itu. Aku seorang Dokter, kebetulan Ustadz yang mengisi acara berhalangan hadir hingga aku yang menggantikan." kata Yusuf.
"Bagas, dan ini teman ku Jeremy."
"Senang berkenalan dengan Mas Bagas dan Mas Jeremy."
"Apakah saudara berdua musaffir? Soalnya Saya baru melihat Mas Bagas dan Mas Jeremy sholat dan ikut pengajian di sini." kata Yusuf.
"Saya tinggal di kompleks ini Mas Yusuf, hanya saja sering pulang kantor larut malam. Kalau Jeremy teman saya hanya datang berkunjung." kata Bagas memberi penjelasan.
"Baiklah, oh iya Mas Bagas apapun masalah yang Mas Bagas alami hari ini ingatlah jika masalah itunkita dapati berarti Allah percaya jika kita mampu. Ingat Mas kita punya Allah yang maha besar. Jika Mas Bagas butuh tempat untuk bercerita kita bisa berbagi cerita. Saya selalu ada di waktu magrib dan isya di sini jika tidak ada shif malam saat bertugas," kata Yusuf.
"Kalau begitu saya duluan Mas Bagas dan Mas Jeremy. Assalamu'alaikum."
"Walaikumussalam." jawab keduanya serentak.
Setelah pulang dari sholat hati Bagas merasa lebih tentram. Kesedihan yang dia rasakan sedikit banyak bisa dia atasi. Dalam hati dan pikirannya masih bertanya-tanya apakah masih ada kesempatan kedua untuknya dari Vania?
Jauhkan Hamba dr siksa neraka spt ini ya Tuhan