Istri Tawanan Tuan Arogan

Dua orang saling terpaku untuk beberapa saat. Laura pun tak menyangka respons Michael akan seperti itu pada akhirnya. Hingga tawa yang sedari tadi dia tahan, akhirnya meledak begitu saja menggema memenuhi ruangan.

"Kau percaya?" Laura terus tertawa seraya memegangi perutnya, sedangkan satu tangan mencoba menutup mulutnya.

Mich jelas mencebik, menatap kesal gadis di depannya. Namun, untuk sejenak tawa itu membawanya melayang pada ingatan masa lalu. Di mana sang gadis pujaan tertawa begitu lebar karena tingkahnya dulu. Tanpa sadar Michael terdiam menikmati pesona Laura dan menutupi senyum yang ditahan dalam hatinya.

Susah payah Laura mencoba untuk berhenti, tetapi melihat wajah datar Mich yang seperti itu membuat dirinya tidak bisa menghentikannya.

"Hentikan!" ucap Mich lirih seakan merajuk di saat kesadaran kembali menyadarkannya.

Bukannya berhenti, Laura malah semakin terpingkal-pingkal, buliran air pun tak terasa merembes di sudut matanya. Dia mengangkat tangan dan tanpa sengaja memukul punggung Mich dengan cukup keras. Hingga Michael spontan mengaduh kesakitan dan tawa Laura seketika terhenti.

"Apa pukulanku terlalu keras?" Laura yang sedikit panik, celingukan melihat bagian belakang pria tersebut. Namun, kain sutra yang dikenakan Michael jelas berubah basah mengeluarkan noda merah. "Hei! Kau terluka?" pekiknya.

"Tidak. Pukulanmu saja yang terlalu keras. Aku seperti dipukul Ann Darrow," ucap Michael datar, tetapi Laura hanya mengernyitkan dahi. Dia sungguh tak mengerti, siapa yang dimaksud Mich. "Beserta King Kongnya," lanjut Michael tanpa berdosa.

"Ish, ternyata kau menyamakan aku dengan wanita itu. Kupikir siapa?" gumam Laura mencebik. Dia pun menarik tubuh Michael agar semakin dekat. "Sini coba kulihat!"

"Apa yang kau lakukan?"

"Diamlah! Aku hanya ingin melihat lukamu." Dengan paksa Laura mencoba membuka pakaian yang menutup tubuh Michael. Bahkan gadis tersebut tak segan-segan bertindak kasar hingga baju bagian atas Mich pun terlepas sepenuhnya.

Laura tertegun untuk sesaat. Luka di bagian punggung Michael menyilang cukup parah. Bahkan jahitannya pun belum mengering, padahal sebelumnya pria tersebut sudah terluka di bagian perut karenanya.

Tanpa sadar tangan Laura terulur mencoba menyentuh luka itu. "Apa yang terjadi padamu?" gumamnya tanpa sadar.

Michael terdiam menatap ekspresi Laura saat ini. Tidak ada simpati kebohongan di wajahnya. Selalu seperti itu, masih sama dengan ekspresinya di masa lalu.

"Bukan apa-apa. Hanya luka kecil." Michael merebut bajunya dari tangan Laura.

Lagi-lagi gadis tersebut membeku menatap bagian depan tubuh Michael. Bukan karena bentuknya yang sixpack, tetapi lebih kepada bekas luka di dada pria tersebut yang tampak jelas, sebelum dia mengancingkan butang pakaian.

Ingatan masa lalu pun hadir dalam benak Laura. Saat di mana sang ibu membalut luka tersebut di depannya dengan sangat hati-hati dan penuh perhatian. Wajah pucat pria belum matang dengan tubuh bersimbah kala itu, membuatnya jatuh hati untuk pertama kali.

Namun, ketika pandangan Laura menelisik semakin ke atas wajah Michael yang tertunduk membuatnya kembali mengingat nasehat Catherine.

"Kau tidak akan sanggup menanggung resikonya jika sampai jatuh hati pada pria itu," ucapan Catherine kala itu menyadarkan Laura dari perasaannya yang hampir goyah.

"Kenapa harus dirimu?" batin Laura. Dia pun berdeham sejenak, menutup apa yang dia rasakan saat ini. Perasaan tak karuan berada di dekat Michael yang selalu saja berhasil mengaduk-aduk hati serta pikirannya. "Ingat Laura! Kau yang harus membuatnya jatuh cinta. Bukan malah sebaliknya," batin Laura lagi.

"Tidak aku sangka pria hebat sepertimu ternyata juga bisa terluka." Hanya kalimat mengejek yang seolah meremehkan seorang Michael, akhirnya keluar dari mulut Laura.

Akan tetapi, Michael hanya tersenyum miring mengancingkan butang terakhir. "Aku juga hanya seorang manusia biasa. Bisa terluka, sakit, bahkan mati pada akhirnya." Dia lantas mendekatkan kepalanya ke telinga Laura. "Tapi kau tetap harus mendoakan supaya aku berumur panjang. Karena sisa hidupku, adalah aturan untuk seberapa panjang kau masih bisa bernapas di dunia ini," lanjutnya penuh penekanan.

"Sudahlah. Jangan terlalu banyak mengancamku! Aku sudah terlalu kebal dengan kalimatmu. Sini buburnya!" sinis Laura mengambil bubur di atas meja kecil di samping ranjang yang tadi dibawa Michael.

To Be Continue..