" Aku akan membiayai sekolahmu sampai kamu lulus dan jadi sarjana. Tapi kamu harus mau menikah denganku. Dan mengasuh anak-anak ku. Bagaimana?
Aqila menggigit bibir bawahnya. Memikirkan tawaran yang akan diajukan kepadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ai_va, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Tawaran
Bu Wanda menatap ke arah Aqila yang sedikit merasa sungkan.
" kamu kenal dengan pria ini Qila?"
" Iya bu."
" Ya sudah. Saya kasih kamu jam bebas hari ini. Nanti tolong lembur ya."
" Baik bu."
Bu Wanda hendak meninggalkan mereka bertiga ketika lelaki itu menghalangi lagi.
" Tunggu."
" Ya. Bagaimana pak?"
" Berapa gaji part time nya disini?"
" Maaf."
" Saya bertanya berapa gaji Aqila selama satu hari disini?"
Bu Wanda menatap bingung ke arah Aqila. Akhirnya dia menyebutkan nominal gaji Aqila.
" Seratus ribu per harinya."
Lelaki itu mengeluarkan dua lembar uang seratus ribuan dan menyerahkan kepada Bu Wanda.
" Ini untuk dua hari libur Aqila. Saya ada perlu dengan Aqila."
" Mas..."
Wanita cantik di sebelah lelaki tadi mengeluarkan suaranya.
" Kenapa mas bayar gaji dia?"
" Kamu diam saja."
Wanita itu kemudian terdiam. Bu Wanda dengan sedikit ragu-ragu akhirnya mengambil uang itu dan meninggalkan mereka bertiga.
" Vira..."
" Iya mas..."
Wanita itu bergelayut manja di lengan kekar lelaki itu.
" Dimana kamu meninggalkan Leon kemarin?"
Seketika tubuh wanita itu menegang. Sampai lelaki itu bisa merasakan perubahan di dalam diri wanita itu
" Mak.. maksud.. maksudnya mas apa? Kemarin Leon kan kabur sendiri dari aku."
" Aku tanya sekali lagi. Dimana kamu tinggalkan Leon?"
" Itu ... Aku....."
" DIMANA KAMU MENINGGALKAN LEON ?"
Aqila berjingkat terkejut mendengar suara lelaki itu. Suaranya terdengar di seluruh cafe. Membuat semua pandangan pengunjung cafe tertuju kepada mereka.
" Maaf mas... Maaf... Aku..."
" Dengarkan aku Vira."
Lelaki itu mencengkram lengan wanita yang bernama Vira itu.
" Mulai detik ini juga jangan pernah menampakkan wajah mu di hadapan ku. Aku tahu tujuan kamu mendekati aku. Kalau sampai aku melihat mu lagi, aku akan bertindak di luar nalar kamu."
" Tapi mas ...."
" Pergii !!! "
Mendengar suara lelaki itu mulai meninggi lagi, wanita bernama Vira itu langsung beranjak pergi. Tinggallah sekarang Aqila dan lelaki itu.
" Ekhmm..."
Lelaki itu hendak membuka mulutnya ketika handphone Aqila berdering. Aqila lupa mematikan suara handphonenya.
" Maaf om. Sebentar."
Aqila mengangkat panggilan telepon itu.
" Hallo kak."
" Kamu dimana? Bisa segera pulang sekarang?"
" Qila sedang di cafe. Ada apa?"
" Ibu jatuh. Dan sekarang di bawa ke rumah sakit oleh ayah."
" APAAAA? Qila akan segera kesana."
Aqila beranjak dari duduknya.
" Maaf om. Saya harus pergi."
Aqila berlari dari hadapan lelaki itu. Dan masuk ke ruangan ganti karyawan. Setelah itu Qila pergi menuju ke ruangan Bu Wanda untuk meminta izin.
" Maafkan Qila bu. Qila...."
" Sudah nggak apa-apa. Lagipula upah kamu sudah di bayar oleh lelaki itu. Ini kamu pakai untuk transportasi ke rumah sakit."
Bu Wanda menyerahkan dua lembar uang seratus ribuan kepada Aqila hasil pemberian lelaki tadi.
" Te.. terima kasih Bu."
Aqila segera keluar dari ruangan Bu Wanda dan menuju ke pintu depan. Di depan Aqila hendak mencari taxi yang biasa stand by di dekat cafe. Di tengah kegelisahannya, seseorang menarik lengannya.
" Aku antarkan."
Aqila melihat lelaki di cafe tadi masih berada disana.
" Tapi om."
" Ayo!!!"
Lelaki itu menyeret dengan kasar dan akhirnya Aqila pun mengikutinya.
" Kemana?"
" Rumah sakit harapan kasih."
Lelaki itu melakukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Mengingat jalanan yang mulai padat karena bertepatan dengan waktu anak-anak sekolah pulang. Tak berapa lama mereka menuju ke UGD yang disana sudah ada kakak dan ayah Aqila.
" Ayah..."
" Qila..."
Aqila memeluk ayahnya.
" Ibu gimana?"
" Ada pendarahan di otaknya. Ibu harus segera di operasi. Biayanya sekitar lima puluh juta."
Tangis Aqila pecah mendengar jawaban dari ayahnya.
" Darimana kita dapat uang sebanyak itu untuk operasi...."
Ayah Aqila mengusap kasar wajahnya.
" Pakai uang tabungan Qila saja Yah.."
" Jangan. Itu tabungan kamu untuk kuliah kamu."
" Qila bisa kuliah tahun depan."
" Jangan nak...."
" Apa gunanya Qila sukses, apa gunanya Qila bisa kuliah kalau nggak ada ibu di samping Qila."
" Tapi ibu ingin kamu kuliah juga Aqila. Ibu juga sudah ada tabungan buat kamu kuliah nanti."
" Qila nggak apa-apa menunda waktu kuliah Qila."
" Maaf."
Perhatian Qila dan keluarganya tersita kepada suster yang baru saja menyapa mereka.
" Tolong tanda tangani surat persetujuan operasi. Kami akan segera melakukan tindakan operasi."
" Sebentar sus, kami masih mengusahakan biayanya."
" Biayanya sudah di bayarkan lunas beserta rawat inap nya. Saya hanya butuh tanda tangan dari pihak keluarga saja supaya bisa segera melangsungkan operasi."
" Hah?"
Aqila, ayah dan kakaknya terkejut saat mendengar ada yang membayar operasi ibu mereka.
" Tolong segera tanda tangani ! "
" Ayah tanda tangan saja dulu. Yang penting ibu bisa di operasi."
Mau tidak mau akhirnya ayah Aqila menandatangani surat persetujuan operasi. Dokter pun segera melakukan tindakan operasi. Aqila dan keluarganya menunggu di depan ruang operasi. Lelaki yang bersama Aqila tadi datang dan menyodorkan minuman kepada Aqila.
" Ini.."
Aqila terkejut karena lelaki yang bersamanya tadi masih disitu.
" Om masih disini?"
" Hmmm.."
" Siapa dia Qila?"
" Ini om yang kemarin anaknya tersesat yah."
" Kenalkan pak nama saya Abizam."
" Oh apa nama anda Abizam Kusuma Wijaya?"
" Iya itu nama saya."
" Kakak kenal sama om ini?"
" Siapa yang tidak kenal dengan Abizam Kusuma Wijaya. Profil pebisnis sukses saat ini. Saya sangat mengagumi anda."
" Terima kasih."
" Bisa kita bicara sebentar?"
Aqila menoleh ke arah ayah dan kakaknya. Mereka berdua menganggukkan kepalanya. Aqila mengikuti Abizam papi dari Leon. Mereka berjalan menuju taman.
" Ibu kamu sudah ditangani dengan cepat."
" Iya."
Aqila tertegun sejenak.
" Apa.... Apa yang membayar biaya operasi ibu itu om ?"
" Hmmmmm."
" Terima kasih om. Saya akan bekerja keras untuk membayar hutang kepada om."
" Aku mau memberikan sebuah penawaran sama kamu."
" Penawaran?"
" Iya. Aku akan membiayai kuliah mu sampai kamu lulus. Dan biaya rumah sakit ibu kamu nggak perlu kamu pikirkan. Asalkan kamu mau melakukan satu hal."
" A... apa itu om?"
" Menikah dengan ku."
" APAAAAAAAA????"
" Menikah dengan ku. Aku nggak akan menyentuh kamu. Kamu cukup tinggal bersama ku dan Leon. Aku hanya mencari orang yang bisa merawat Leon."
" Kalau untuk itu, saya bisa jadi pengasuh Leon om. Tanpa harus menikah dengan om."
" Aku sedikit sulit kalau kamu jadi pengasuh Leon. Karena mama ku akan tetap menjodohkan aku dengan wanita lain. Jangan khawatir, kamu masih bisa sekolah dan melanjutkan kuliah mu. Dan nantinya jika sudah waktunya kamu bisa mengakhiri pernikahan ini."
" Buat saya pernikahan itu sekali seumur hidup om. Saya nggak tahu apa yang terjadi dengan mamanya Leon. Tapi saya hanya ingin menikah sekali seumur hidup."
" Kalau itu keinginan kamu, kamu bisa seumur hidup tinggal sama aku."
Aqila menatap dalam-dalam lelaki dewasa yang ada di hadapannya. Aqila mengira-ngira usianya mungkin sekitar dua puluh tujuh atau dua puluh delapan tahun. Selisih sepuluh tahun atau sembilan tahun dengannya. Sebenarnya tidak ada alasan bagi setiap wanita untuk menolaknya. Dia lelaki yang tampan, sangat tampan malah dan sukses. Sebuah jaminan kebahagiaan bagi setiap wanita yang menginginkan pernikahan sempurna. Tetapi Aqila tidak tahu bagaimana sifatnya.
" Beri Qila waktu."
" Pernikahan kita akan dilangsungkan secara tertutup. Dan hanya orang-orang tertentu yang akan menghadiri acara pernikahan kita. Jadi kamu akan bebas dari gosip sampai kamu lulus sekolah."
" Iya. Beri Qila waktu untuk berbicara dengan ayah dan kakak."
" Hmmmm."
" Qila..."
" Kakak..."
" Operasi ibu sudah selesai. Ibu sudah dipindahkan ke ruang ICU. Kamu pulang saja ya. Biar ayah sama kakak yang nunggu ibu disini."
" Tapi kak ..."
" Kamu istirahat di rumah saja. Ayah sama kakak disini. Jangan lupa besok bawakan ayah sama kakak baju ganti."
" Kalian bisa tidur d ruang rawat inap yang sudah saya pesan."
Abizam memanggil salah satu seorang suster yang lewat. Dan memberikan nota pembayaran kepada suster itu.
" Tolong tunjukkan kamar inap ini."
" Oh baik. Mari saya antar."
" Terima kasih nak. Apa... Apa betul kamu yang membayar...."
" Itu kita bahas besok saja pak. Sekarang lebih baik kita istirahat. Hari juga sudah malam. Saya yang akan mengantarkan Aqila."
" Oh.. Terima kasih... Terima kasih atas bantuannya."
Ayah dan kakaknya Aqila mengikuti suster tadi. Sedangkan Aqila pulang bersama Abizam. Selama di dalam perjalanan mereka hanya diam satu sama lain. Tanpa di duga Abizam masih hafal dengan jalan menuju rumah Aqila.
" Saya akan segera memberi tahu ayah dan kak Alvi besok. Secepatnya saya akan memberi tahu om."
Abizam mengambil handphone dari dashboard mobilnya. Handphone mahal dengan logo apel digigit di belakangnya. Kemudian menyerahkan kepada Aqila.
" Pakai ini. Ini sudah ada pulsa dan nomernya. Pakai ini menghubungi aku. Nomerku di angka satu. Dan ini charger nya. Jangan lupa kunci pintu dan jendela. Jangan membuka kan pintu untuk orang yang tidak kamu kenal."
" Baik om."
Aqila menerima barang mahal itu dari tangan Abizam. Setelah itu Abizam melajukan mobilnya meninggalkan rumah Aqila. Aqila masuk ke dalam rumah. Setelah itu dia menyiapkan baju ganti untuk ayah dan kakaknya. Semua sudah di siapkan di meja depan. Aqila mengunci pintu dan jendela. Kemudian dia membaringkan dirinya di atas tempat tidur. Aqila mencharge handphone pemberian dari Abizam tadi dan menyalakan nya. Aqila membuka galeri foto handphone itu yang terdapat banyak foto-foto Leon waktu kecil. Dari bayi merah sampai sudah masuk ke taman kanak-kanak. Wajah ceria Leon berbanding terbalik dengan wajah Abizam yang hampir disetiap foto tidak menampilkan senyumnya.
Ada di satu buah foto dimana Leon dan Abizam tersenyum. Senyuman Abizam menyejukkan hati Aqila. Tingkat ketampanannya meningkat seribu persen menurut penilaian Aqila.
" Coba setiap kali om senyum kaya gini. Kan Qila jadi nggak takut kalau ngobrol sama om."
Aqila memandang foto Abizam. Sampai pada akhirnya Aqila terlelap.