NovelToon NovelToon
Bound By Capital Chains

Bound By Capital Chains

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Obsesi / Percintaan Konglomerat
Popularitas:930
Nilai: 5
Nama Author: hellosi

Ketika takdir bisnis mengikat mereka dalam sebuah pertunangan, keduanya melihatnya sebagai transaksi sempurna, saling memanfaatkan, tanpa melibatkan hati.

Ini adalah fakta bisnis, bukan janji cinta.

​Tapi ikatan strategis itu perlahan berubah menjadi personal. Menciptakan garis tipis antara manipulasi dan ketertarikan yang tak terbantahkan.

***

​"Seharusnya kau tidak kembali," desis Aiden, suaranya lebih berbahaya daripada teriakan.

"Kau datang ke wilayah perang yang aktif. Mengapa?"

​"Aku datang untukmu, Kak."

"Aku tidak bisa membiarkan tunanganku berada dalam kekacauan emosional atau fisik sendirian." Jawab Helena, menatap langsung ke matanya.

​Tiba-tiba, Aiden menarik Helena erat ke tubuhnya.

​"Bodoh," bisik Aiden ke rambutnya, napasnya panas.

"Bodoh, keras kepala, dan bodoh."

​"Ya," bisik Helena, membiarkan dirinya ditahan.

"Aku aset yang tidak patuh."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hellosi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

Helena bukan hanya anak dari keluarga kaya, dia adalah pewaris Nelson Corporation, sebuah takdir yang dikenakan padanya sejak lahir.

Sejak dia bisa mengerti, Helena hidup dalam dua realitas yang bertolak belakang.

Di siang hari, dunia Helena adalah dunia yang cerah dan sempurna. Dia adalah putri yang selalu tersenyum, bergaul dengan anak-anak dari keluarga terpandang, dan difoto oleh majalah bisnis.

Helena selalu melihat orang tuanya tampak kuat, tak pernah goyah.

Ayahnya adalah sosok yang berwibawa, tak pernah kekurangan senyum, dan ibunya adalah orang yang lembut.

Mereka tampak seperti pasangan sempurna yang memimpin Nelson Corporation.

Helena mengagumi mereka, ingin menjadi seperti mereka. Dia tidak tahu bahwa senyum itu hanyalah pertahanan diri untuk menutupi rasa kecemasan.

Di balik citra publik yang mengagumkan itu, dunia bisnis yang dijalani Fedrick adalah sebuah labirin kegelapan.

Fedrick adalah seorang jenius, visioner sejati yang membangun Nelson Corporation dengan ide-ide brilian dan inovasi. Dia percaya pada bisnis yang bersih, pada integritas, dan pada persaingan yang sehat.

Tapi di setiap sudut gelap, ada predator yang menunggu, mereka yang tidak segan menggunakan cara kotor dalam kegelapan.

Fedrick, dengan kejeniusannya, selalu selangkah di depan dalam hal inovasi, tapi dengan keteguhan hatinya, dia selalu selangkah di belakang dalam permainan kotor.

Realitas kediaman Nelson terlihat di malam hari, di ruang kerja Fedrick. Di kamar itu, aura kepemimpinan Fedrick seakan digantikan oleh aura ketegangan.

Helena sering terbangun karena bisikan-bisikan cemas yang berasal dari ruang kerja ayahnya.

Helena kecil mengintip, dan dia melihat dunia lain.

Helena melihat bayangan Fedrick yang tertunduk di meja, tangannya memijat pelipis dan Calista memegang tangan suaminya, wajahnya pucat.

Mereka berbisik tentang kerugian besar, tentang saham yang anjlok, dan tentang "tangan-tangan tak terlihat" yang berusaha menjatuhkan mereka.

Helena merasakan getaran ketakutan itu, getaran yang tak pernah dia lihat di siang hari.

Suatu hari, ketika usianya baru sembilan tahun, Helena menghadiri pesta ulang tahun temannya.

Ancika, putri dari salah satu kolega ayahnya, sahabat terdekatnya.

Helena, yang masih polos, menceritakan rahasia yang dia dengar di malam hari.

Gadis kecil itu menceritakan bagaimana ayahnya khawatir tentang proyek besar yang gagal, dan bagaimana ibunya menjual perhiasan serta beberapa aset keluarga untuk menutupi kerugian.

Tak lama setelah itu, berita tentang masalah keuangan Nelson Corporation bocor ke media. Berita itu tidak hanya mengancam bisnis keluarga, tetapi juga memperlihatkan kerentanan Fedrick di hadapan pesaingnya.

Helena mendengar ayahnya berteriak, marah, kecewa dan kesal di suaranya.

Helena melihat air mata Calista saat dia berusaha menenangkan suaminya.

Fedrick tidak pernah terlihat begitu rapuh dan penuh emosi.

Helena menyadari, dia adalah penyebabnya. Kepolosannya telah merugikan orang tuanya.

Helena melihat wajah teman-temannya tersenyum tanpa dosa dan tertawa puas.

Mereka telah menggunakan informasinya, menggunakan kepercayaannya, untuk menjatuhkan ayahnya dan bisnis keluarganya.

Di malam yang dingin itu, di kamarnya, Helena kecil membuang semua mainannya.

Helena menganggap semua itu sebagai hal yang kekanak-kanakan.

Dia menatap pantulan dirinya di cermin, air mata mengalir di pipinya.

"Jangan pernah lagi," bisiknya pada dirinya sendiri.

"Jangan pernah lagi menunjukkan apa yang kau rasakan."

Sejak saat itu, dia mulai membangun kepalsuan.

Setiap senyum yang dia berikan adalah hasil latihan. Setiap kata yang dia ucapkan adalah hasil perhitungan.

Helena tahu, di dunia yang dia tinggali, emosi adalah senjata, dan kejujuran adalah kelemahan fatal.

Helena belajar untuk memakai topeng yang sempurna, sebuah topeng yang tidak akan pernah bocor, sebuah topeng yang menyembunyikan luka dan ketakutannya yang terdalam.

Helena tidak lagi menjadi gadis yang polos. Dia adalah seorang pewaris, siap untuk menghadapi dunia yang kejam sendirian.

***

Seminggu setelah pengumuman pertunangan yang mengejutkan, aroma hidangan Prancis yang mewah menyambut kedatangan keluarga Aliston di kediaman Nelson.

Pertemuan makan malam ini dirancang untuk mempererat hubungan, terutama untuk mengakrabkan Aiden dan Helena.

Ruang makan keluarga Nelson memancarkan kemewahan, piring porselen dan gelas kristal berkilau di bawah cahaya lampu kristal, sementara sampanye kelas atas telah dituangkan.

Henhard Aliston, duduk tegak dengan aura seorang raja yang baru menaklukkan wilayah. Di sisinya, Aiden tampak sopan, namun matanya yang tajam mengamati setiap detail.

Di ujung meja, Reyhan terlihat lebih santai, hanya sesekali mengangguk dan tersenyum tipis saat diajak bicara.

Di seberang mereka, Fedrick dan Calista menyambut keluarga Aliston dengan senyum yang dipaksakan, sebuah topeng tipis yang bisa pecah kapan saja.

Namun, Helena tampak tenang dan ceria. Dengan berani, dia memulai percakapan dengan Henhard.

"Paman, Anda luar biasa, persis seperti yang Helena baca di majalah," katanya.

Senyum bangga terukir di wajah Henhard.

"Kau membaca majalah bisnis?" Henhard bertanya, sedikit terkejut.

"Tentu," jawab Helena santai.

"Aku suka membaca majalah di ruangan Papa. Grafik saham, laporan keuangan, bahkan artikel tentang negosiasi bisnis, itu semua sangat menarik."

"Gadis pintar," puji Henhard, matanya berbinar.

"Mungkin kejeniusan Tuan Nelson menurun pada putrinya."

Henhard kemudian mengangkat gelasnya.

"Sampanye yang luar biasa, Tuan Nelson. Sangat cocok untuk merayakan aliansi dan pertunangan kedua anak kita."

"Tentu, Tuan Aliston," balas Fedrick, ikut mengangkat gelasnya.

Mereka bersulang, lalu kembali larut dalam pembicaraan bisnis.

Di sisi lain Aiden tetap diam, sesekali menyantap hidangan, pikirannya dipenuhi anggapan bahwa ini hanyalah transaksi yang menguntungkan.

Seolah menyadari apa yang dipikirkan Aiden, Helena meraih gelas jusnya. Karena usianya belum legal, dia belum diperbolehkan minum anggur.

"Kak Aiden, Reyhan, apakah kalian suka jusnya?" tanya Helena lembut.

"Buah-buahan ini berasal dari kebunku sendiri."

Aiden mengangguk.

"Ya, jusnya segar dan manis." Jawabnya, dan Reyhan mengangguk setuju.

Melihat interaksi itu, Henhard meminta Helena untuk mengajak kedua putranya melihat kebun buah yang Helena bicarakan.

Helena memimpin Aiden dan Reyhan keluar dari ruang makan.

Lampu-lampu taman yang hangat menerangi jalan setapak, menciptakan suasana yang magis.

Helena terlihat ceria, menjelaskan tentang kebunnya.

​Aiden, seorang perfeksionis dan pikirannya dalam, menyimpulkan bahwa kebun ini bukan sekedar hobi.

Setiap tanaman ditata dengan teliti, mengingatkannya pada sebuah strategi, yang setiap elemennya harus ditempatkan dengan sempurna.

​Reyhan, yang biasanya pendiam, akhirnya angkat bicara.

​"Ini indah. Kau luar biasa," bisiknya memuji.

​Helena menoleh, matanya memancarkan kehangatan.

​"Kau menyukai tempat ini?" tanyanya.

​"Tentu," balas Reyhan.

​"Rasanya seperti dunia lain."

​"Kamu bisa datang kapan saja. Kamu juga bisa memetik buah sendiri," tawar Helena.

​Senyum tipis tulus yang jarang sekali terlihat muncul di wajah Reyhan.

​Aiden terkejut melihat interaksi itu. Helena memiliki kemampuan untuk menarik Reyhan keluar dari cangkangnya.

​Aiden melangkah lebih dekat, menatap Helena, mengabaikan Reyhan untuk sesaat.

Dia berbicara dengan nada datar, yang bagi orang lain mungkin terdengar seperti observasi biasa, tapi bagi Helena, itu adalah evaluasi yang terbuka.

​"Ini bukan hanya hobi, kan?" tanya Aiden, suaranya rendah, langsung ke inti permasalahan.

​Senyum di wajah Helena masih terlukis.

​"Menurutmu begitu?"

​Aiden mengangguk.

​"Tentu saja. Sebuah kerajaan besar dibangun di atas hal-hal kecil, dan ini adalah hal kecil yang kau kendalikan sepenuhnya. Seperti memindahkan bidak di papan catur."

​Aiden membiarkan pandangannya menyapu kebun, lalu kembali ke mata Helena.

"Setiap tanaman yang subur adalah bukti bahwa kau tahu kapan harus memberi pupuk dan kapan harus memotong yang tidak perlu. Itu bukan keahlian berkebun, Helena. Itu keahlian manajemen sumber daya yang brilian. Kau mengelolanya dengan ketelitian yang luar biasa untuk usiamu."

​Helena menyeringai. Itu bukan senyum manis yang biasa dia tunjukkan, melainkan senyum manipulatif penuh perhitungan.

​"Kau benar," bisiknya.

"Terima kasih, Kak Aiden. Pujianmu sangat berharga, karena aku tahu itu tidak didasarkan pada perasaan, melainkan pada analisis."

​Aiden tersenyum tipis, sebuah ekspresi yang jarang dia tunjukkan.

"Ada orang-orang yang bisa melihat lebih dari sekedar permukaan. Orang-orang itu... adalah mereka yang akan bertahan di dunia ini."

​"Kita tidak sedetik pun berada di luar dunia ini, Kak Aiden," kata Helena.

Suaranya nyaris tak terdengar.

"Setiap hal adalah bisnis. Setiap orang adalah pion. Dan pertunangan kita... adalah permainan yang paling menarik."

​Aiden terdiam. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia merasa tertarik pada permainan ini.

Dia membalas senyum Helena dengan seringai yang sama, sebuah pengakuan tanpa kata.

​Di samping mereka, Reyhan mengamati. Dia menyadari bahwa di dalam lingkungan ini, dia hanya akan bertemu dengan orang-orang seperti ini, seperti Aiden dan Helena, yang menganggap hidup sebagai permainan kekuasaan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!