NovelToon NovelToon
Misi Jantung Berdebar

Misi Jantung Berdebar

Status: sedang berlangsung
Genre:Kriminal dan Bidadari / Bad Boy / Sistem / Cintapertama
Popularitas:105
Nilai: 5
Nama Author: Ray Nando

​Di sudut sebuah toserba 24 jam yang sepi, seorang pemuda berdiri di balik kasir. Namanya Jin Ray.

​Ray bukan pemuda biasa. Di balik seragam toserba berwarna oranye norak yang ia kenakan, tubuhnya dipenuhi bekas luka. Ada luka sayatan tipis di alis kirinya dan bekas jahitan lama di punggung tangannya. Tatapannya tajam, waspada, seperti seekor serigala yang dipaksa memakai kalung anjing rumahan.

​“Tiga ribu lima ratus won,” ucap Ray datar. Suaranya serak, berat, jenis suara yang dulu membuat orang gemetar ketakutan saat ia menagih utang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pesan Antar Pizza Maut di Namsan

​Jin Ray jatuh bebas membelah angin malam.

​Di bawahnya, jalanan berliku Gunung Namsan tampak seperti ular aspal yang dipenuhi lampu-lampu merah—lampu motor dari ratusan pemburu hadiah yang sedang menunggunya.

​"Gravitasi," gumam Ray, "adalah konsep yang membosankan."

​Sebelum tubuhnya menghantam aspal, Ray mengaktifkan Aura Tinju Preman di kedua kakinya untuk meredam dampak. Ia mendarat di atas atap sebuah bus wisata yang sedang melaju turun.

​BAM!

​Atap bus penyok. Sopir bus menjerit, dan bus oleng sedikit.

​Ray tidak punya waktu untuk meminta maaf. Di belakang bus, gerombolan geng motor dengan jaket kulit berduri dan masker tengkorak—The Hell Riders—melihatnya.

​"ITU DIA! 1 MILIAR WON!" teriak pemimpin geng sambil memutar gas motor sport modifikasinya.

​Mesin menderu. Puluhan motor mengejar bus itu. Di langit, monster-monster bersayap yang terbuat dari data rusak (Digital Harpies) memekik tajam, menukik ke arah Ray.

​Ray butuh kendaraan. Bus ini terlalu lambat.

​Tepat di samping bus, seorang pengantar pizza malang sedang memacu skuter bebek berwarna merah muda cerah. Di kotak belakangnya tertulis: "Pizza Kilat – 30 Menit atau Gratis!"

​Ray tidak punya pilihan. Ia melompat dari atap bus ke jok belakang skuter itu.

​"Maaf, Pak!" seru Ray.

​"Hah? Siapa k—"

​Ray mengangkat pengantar pizza itu dengan satu tangan (terima kasih, Stat Strength Level 4) dan mendudukkannya dengan lembut di atap halte bus yang mereka lewati.

​"Tunggu di situ! Pizzanya aku pinjam!"

​Ray mengambil alih setang. Skuter merah muda itu menjerit protes saat Ray memutar gas sampai mentok.

​[Kendaraan Diakuisisi: Skuter Pizza 'Pinky'.]

[Kecepatan Maks: 80 km/jam.]

[Status: Tidak Cukup Cepat untuk Hidup.]

​"Sistem! Upgrade benda rongsokan ini!" teriak Ray sambil menunduk menghindari sabetan rantai besi dari seorang biker di sebelahnya.

​[Membeli Item: "Nitro Cabe Rawit" (50 Karma).]

[Efek: Menyuntikkan energi pedas ke mesin. Kecepatan +200%. Risiko Meledak: 30%.]

​"Lakukan!"

​Knalpot skuter itu menyemburkan api biru. VROOOOM! Skuter bebek itu melesat maju seperti roket, meninggalkan asap berbau pepperoni gosong.

​Ray meliuk-liuk di antara mobil-mobil sipil. Di belakangnya, pemimpin Hell Riders menembakkan pistol flare. Bola api melesat melewati telinga Ray, membakar spion kirinya.

​"Minggir!" Ray menendang motor musuh yang mencoba memepetnya.

​Satu Digital Harpy menukik, cakarnya hendak merobek kotak pizza. Ray melakukan drift tajam di tikungan U. Ban skuter mencicit. Ray menggunakan kotak pizza itu sebagai tameng untuk menangkis cakar monster, lalu memukul wajah monster itu dengan helm cadangan.

​Monster itu hancur menjadi piksel.

​"Satu miliar won membuat semua orang jadi gila," gerutu Ray.

​Jalanan mulai lurus menuju Jembatan Hannam. Namun, di ujung jalan, Ray melihat barikade mobil hitam milik Kang Group Security. Pasukan elit bersenjata lengkap berdiri memblokir jalan.

​Di belakang Ray: Geng motor dan monster.

Di depan Ray: Pasukan tembak.

Di bawah Ray: Skuter matic yang mulai retak karena kepanasan.

​"Zero bilang genrenya harus jadi Action," kata Ray, matanya berkilat nekat. "Baiklah. Kita buat adegan terbang."

​Ray melihat sebuah truk pengangkut mobil yang sedang menurunkan ramp-nya di jalur kanan. Itu adalah ramp lompatan yang sempurna.

​Ray memutar gas lagi.

​"Sistem! Aktifkan semua sisa Karma untuk perisai!"

​[Karma Tersisa: 20 Poin.]

[Mengaktifkan: "Helm Iman" (Perisai Tipis).]

​Skuter merah muda itu menaiki ramp truk dengan kecepatan 150 km/jam.

​Ray melayang.

​Waktu seolah melambat. Di udara, dengan latar bulan purnama Seoul, Ray dan skuter pizzanya terbang melewati barikade pasukan keamanan. Para penjaga mendongak dengan mulut ternganga.

​"Tembak!" teriak komandan pasukan.

​Peluru-peluru berdesing. Tapi Ray sudah melewati mereka. Dia mendarat keras di aspal Jembatan Hannam. Suspensi skuter hancur total, roda depannya lepas dan menggelinding pergi.

​Percikan api memercik saat rangka bawah skuter bergesekan dengan aspal. Ray terpental, berguling tiga kali, lalu berhenti dengan posisi berlutut superhero landing.

​Skuter itu meledak di belakangnya, menghalangi kejaran geng motor.

​[Aksi Gila Selesai.]

[Reputasi di Dunia Bawah: Meningkat (The Pink Rider).]

[Lokasi Saat Ini: 2 km dari Apartemen Hana.]

​Ray bangkit. Seluruh badannya sakit, jaketnya sobek, dan dia bau asap knalpot. Tapi dia masih hidup.

​Dia berlari menembus trotoar, melompati pagar pembatas, dan mengambil jalan pintas melalui gang-gang sempit Gangnam untuk menghindari CCTV.

​Apartemen Hana – Pukul 00.30

​Hana sedang duduk di sofa, memeluk bantal. Dia tidak bisa tidur. Perasaannya tidak enak sejak Ray pergi tadi. Dia berkali-kali melirik pintu unit 705. Tidak ada suara.

​"Ujang-ssi?" panggil Hana pelan ke arah dinding. "Kau masih di sana?"

​Tidak ada jawaban. Tentu saja, karena "Ujang" sedang tidur pengaruh stiker sihir di dalam lemari.

​Tiba-tiba, jendela balkon apartemen Hana diketuk keras.

​BRAK! BRAK!

​Hana menjerit. Dia melihat sesosok bayangan hitam di balkon.

​"Hana! Buka! Ini aku!"

​Itu suara Ray. Hana buru-buru membuka kunci pintu kaca geser.

​Jin Ray jatuh masuk ke dalam ruang tamu. Kondisinya mengerikan. Bajunya hangus separuh, ada luka gores di pipi, dan dia terengah-engah seperti orang yang baru lari maraton keliling dunia.

​"Ray-ssi! Ya ampun!" Hana berlutut, memegang wajah Ray dengan tangan gemetar. "Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini? Apa ini gara-gara Ujang?"

​Ray mencengkeram bahu Hana. Tatapannya intens, putus asa, dan mendesak.

​"Hana, dengarkan aku. Tidak ada waktu untuk menjelaskan," kata Ray dengan napas memburu.

​"Kita harus ke rumah sakit!"

​"Tidak! Rumah sakit tidak aman. Hana, aku butuh bantuanmu. Bantuan yang aneh."

​Hana mengangguk cepat, air mata mulai menggenang. "Apapun! Katakan saja! Kotak P3K? Perban? Ambulans?"

​Ray menatap mata Hana dalam-dalam.

​"Aku butuh tidur."

​Hana mengerjap. "Tidur?"

​"Ya. Di kasurmu. Bersamamu. Sekarang juga."

​Wajah Hana memerah padam seketika, kontras dengan wajah pucatnya karena takut. "A-apa? Ray-ssi, kau... dalam kondisi begini... kau memikirkan hal itu?"

​"Bukan itu!" Ray mengerang frustrasi. Susah sekali menjelaskan konsep Dream Inception pada gadis polos. "Hanya tidur. Berbaring. Memejamkan mata. Bersamaan. Aku harus masuk ke dalam mimpimu untuk... uh... memperbaiki jiwamu."

​"Memperbaiki jiwaku?" Hana semakin bingung. Dia mulai berpikir Ray gegar otak parah.

​Ray mendengar suara sirine polisi (atau mungkin pasukan Min-Ho) mendekat di jalan bawah. Waktu habis.

​"Hana, percaya padaku," Ray melembutkan suaranya. "Ada monster di kepalamu yang ingin memakan dunia. Aku satu-satunya yang bisa menghentikannya. Tapi aku harus masuk lewat mimpimu. Tolong... biarkan aku tidur di sebelahmu."

​Hana menatap mata Ray. Mata itu lelah, terluka, tapi jujur. Sama seperti mata yang melindunginya di toserba, di situs konstruksi, dan saat mati lampu.

​Hana menarik napas panjang, lalu mengangguk.

​"Baiklah. Tapi kalau kau macam-macam, aku akan memukulmu dengan lampu tidur."

​Kamar Tidur Hana

​Suasana canggung kembali, tapi kali ini bercampur dengan urgensi hidup dan mati.

​Hana berbaring di sisi kiri kasur, memeluk guling erat-erat. Ray berbaring di sisi kanan, masih memakai celana jeans-nya yang sobek (dia melepas jaket dan sepatunya).

​"Apa yang harus kulakukan?" bisik Hana dalam gelap.

​"Tutup matamu. Pikirkan tempat yang paling kau sukai. Tempat di mana kau merasa paling aman," instruksi Ray. Dia memegang kunci flashdisk pemberian Zero di genggaman tangannya.

​"Taman bunga... bersama Ayah," gumam Hana. Napasnya mulai teratur.

​Ray memejamkan mata. Dia mengaktifkan fitur [Sinkronisasi Mimpi] yang terbuka saat Affection Hana mencapai 50.

​[Memulai Sinkronisasi...]

[Target: Choi Hana.]

[Tujuan: Alam Bawah Sadar (Deep Layer).]

[Peringatan: Jika Anda mati dalam mimpi, otak Anda akan hangus di dunia nyata.]

​Dunia gelap di balik kelopak mata Ray mulai berputar. Suara sirine di luar memudar, digantikan oleh suara angin sepoi-sepoi.

​Alam Mimpi Hana

​Ray membuka matanya.

​Dia berdiri di tengah padang bunga matahari yang sangat luas dan indah. Langitnya biru cerah, matahari bersinar hangat. Di kejauhan, ada sebuah rumah kayu kecil yang asri.

​"Indah sekali," gumam Ray. "Tidak heran dia gadis yang ceria."

​Namun, saat Ray melihat ke langit, dia melihat retakan itu lagi. Retakan piksel ungu yang merusak langit biru. Dan dari retakan itu, tetesan aspal hitam menetes perlahan, mencemari bunga-bunga matahari menjadi tanaman layu berwarna abu-abu.

​"Ray-ssi?"

​Hana berdiri di depannya. Tapi ini bukan Hana biasa. Ini Hana versi mimpi. Dia mengenakan gaun putih bersih dan bercahaya.

​"Kenapa kau ada di sini?" tanya Hana Mimpi. "Ini tempat rahasiaku."

​"Aku datang untuk membersihkan hama," kata Ray, menunjuk ke langit yang retak.

​Tiba-tiba, tanah bergemuruh. Rumah kayu di kejauhan meledak.

​Dari puing-puing rumah itu, muncullah sesosok pria. Dia mengenakan baju zirah emas yang menyilaukan, memegang pedang besar. Wajahnya adalah wajah Kang Min-Ho, tapi versi yang lebih sempurna, lebih dewa, dan jauh lebih arogan.

​Ini adalah manifestasi dari manipulasi Min-Ho di dalam pikiran Hana.

​[Boss Mimpi: Pangeran Sempurna Palsu]

[Level: Tak Terbatas (Di dalam mimpi ini, dia adalah Tuhan).]

​Min-Ho Mimpi menatap Ray dengan jijik. "Kau lagi. Hama kecil yang masuk ke dalam taman suciku. Di dunia nyata kau mungkin bisa lari, tapi di sini... imajinasi Hana adalah milikku."

​Min-Ho mengangkat tangannya. Bunga-bunga matahari di sekitar Ray berubah menjadi tombak-tombak tajam yang mengarah ke leher Ray.

​Ray tersenyum miring. Dia mengeluarkan flashdisk kunci dari sakunya—yang kini berubah menjadi sebuah Pedang Digital bercahaya hijau neon (kode cheat dari Zero).

​"Imajinasinya mungkin milikmu, Min-Ho," kata Ray, memasang kuda-kuda. "Tapi mimpi buruknya... itu spesialisasiku."

​Pertarungan terakhir untuk memperebutkan hati (dan otak) Choi Hana dimulai.

1
FANS No 1
💪🔥🔥
Ray void
selamat membaca😁😁🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!