Clara Alverina seorang perempuan cantik, rambut coklat bergelombang, berhidung mancung, bermata seperti kacang almond dan mempunyai body seindah gitar spanyol. Bekerja sebagai wanita malam akibat dijual oleh ayah tirinya sendiri. Harus mati mengenaskan di tangan kekasihnya yang berselingkuh dengan sahabatnya.
Bukannya ke alam baka, justru Clara terbangun di tubuh lain.
Clara Evania yang mati karena dikurung oleh ibu mertuanya di dalam sebuah gudang kotor tanpa makanan selama 1 minggu lamanya. Clara adalah seorang istri yang penurut, pendiam dan terkesan bodoh yang selalu ditindas oleh mertuanya karena berasal dari keluarga miskin. Sedangkan suaminya tidak peduli. Selama pernikahan Clara belum pernah disentuh.
Suaminya sibuk memelihara gundik dan berniat untuk menjadikan istri kedua tanpa mau menceraikan Clara dahulu.
Bagaimana kelanjutan cerita Clara sang pelacur yang terbiasa hidup hedon harus menjadi seorang istri miskin yang selalu hidup dalam kesengsaraan.
Update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keterkejutan Nathan
Clara sudah tiba di pusat perbelanjaan yang ada di kota Malang saat hari sudah siang. Bergegas dia mencari toko elektronik, untung semua tabungannya sudah kembali padanya. Kartu atm juga masih lengkap dengan pin yang sama. Hanya apartemen mewah yang kini sedang menjadi tkp pembunuhan Alicia yang sulit untuk dia urusi.
Tidak butuh waktu lama, setelah semua barang yang diinginkan sudah terbeli Clara langsung pulang ke rumah. Dia akan mulai penyelidikan.
Tapi saat sedang dalam perjalanan, Clara tiba-tiba ingat sesuatu. Keluarga Maheswara, dia juga harus menyelidiki nama besar itu, apakah masih ada tersisa keluarga yang mungkin mencari keberadaannya yang hilang.
Setelah menempuh perjalanan dari tengah kota kembali ke desa tempat Clara tinggal, dengan terburu-buru dia menghidupkan layar laptop dan ponselnya yang sudah dia isi paket internet dengan kapasitas besar.
"Aku mulai pencarian tentang Clara pemilik tubuh, apakah benar dia adikku yang waktu itu baru dilahirkan ibu saat kami berpisah."
"Alvin Aditya menikah dengan Clara Evania satu tahun yang lalu, cckkk tidak ada nama orang tua Clara yang tertulis di informasi. Bahkan foto pernikahan saja tidak ada di sini. Sungguh nasib pernikahan Clara sangat menyedihkan."
"Lalu aku harus cari di mana lagi? Jika aku telpon Alvin nanti ketahuan dong keberadaanku."
Karena tidak menemukan apa yang dia cari dan rasa tubuh yang sudah sangat lelah. Clara tertidur di ruang tamu bersandar di kursi kayu yang masih terlihat kokoh meskipun dimakan waktu.
"Kakak aku kembali, kali ini aku bersama ayah ingin mengunjungimu."
"Clara putri ayah, hiduplah lebih baik. Jangan ikuti jejak ibumu."
"Jadilah wanita yang bisa menjaga harga diri, harkat martabat sebagai perempuan terhormat. Kelak kamu akan menemukan bahagia bersama seorang pria yang mencintaimu dengan tulus. Maafkan ayah yang tidak mempertahankanmu waktu itu. Ayah pikir hidupmu akan bahagia bersama ibumu, ternyata banyak luka yang harus kamu rasakan." Ucap pria tua dengan senyumannya.
"Jangan bingung kakak, ayahku adalah ayah kakak juga. Inilah yang dinamakan takdir Tuhan, semua sudah digariskan sesuai porsinya masing-masing. Aku memang memilih untuk menyerah hidup tapi perpindahan jiwa ini bukan keinginanku. Tapi murni kehendak Tuhan yang ingin memberikan kakak kesempatan kedua memperbaiki kehidupan kakak dan merubah takdir." Ucap Clara.
"Berbahagialah, cari jati dirimu Nak. Pergunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Karena tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan memperbaiki diri."
"Kami pergi dulu ya kak, ingat kakak tidak pernah sendirian. Ada kami berdua yang selalu ada di hati kak Clara. Semua sudah selesai, dendam kakak pun telah terbalaskan dengan sempurna."
"Kini, tugas kakak hanya satu yaitu hidup dengan baik dan raih kebahagiaan yang kakak inginkan. Selamat tinggal, aku dan ayah sangat menyayangi kakak." Ucap Clara.
Sambil tersenyum hangat mereka berdua melambaikan tangan tanda perpisahan. Clara dan ayahnya pun menghilang ditelan cahaya putih yang menyilaukan mata.
"Tunggu... Adik... Ayah... Tunggu aku..."
Dengan nafas yang tersenggal-senggal seolah telah berlarian jauh Clara pun terbangun dari tidur sorenya.
"Ahh... Hahhh... Ternyata hanya mimpi, tapi tidak apa setidaknya aku sudah mendapatkan jawaban tanpa aku cari. Terima kasih adik, terima kasih ayah. Aku juga sayang kalian berdua. Terima kasih atas pengorbanan kalian berdua." Ucap Clara.
"Aku janji ayah, aku akan hidup dengan baik dengan cara yang baik pula. Aku tidak akan mengikuti jejak ibu. Meskipun surga di bawah telapak kaki ibu, tapi aku rasa Tuhan tidak meletakkan surga untuk ibu. Maafkan aku ibu, tapi aku harus jujur jika aku membencimu. Perbuatanmu tidak bisa aku terima."
"Sekarang aku harus memulai hidup baru dengan baik, aku butuh pekerjaan tapi kerja apa di desa seperti ini. Hanya ada sawah dan perkebunan, tidak mungkin kan jika aku harus jadi petani. Hahaha... Mana ada petani yang cantik seperti diriku ini. Astaga, aku sudah gila dari tadi ngomong dan tertawa sendiri."
"Siapa yang bisa membantuku menjual aset-aset ini, sepertinya saat ini lebih baik banyak uang daripada banyak sertifikat. Sungguh menyebalkan."
Clara menutup laptopnya setelah dimatikan, kemudia beranjak menuju kamar. Dia ingin melihat sertifikat apa saja yang kemungkinan bisa dia jual. Tapi masalahnya, sertifikat itu atas nama Clara yang sudah mati.
Sedangkan saat ini tubuhnya sesuai nama di ktp sang adik. Clara harus kembali memutar otak untuk mengatasi masalah baru ini.
"Kemarin harusnya aku minta tolong pak Ferdy, tapi pasti pak Ferdy bertanya hubunganku dengan nama Clara yang ada di sertifikat. Aku harus apa, aku bingung." Ucap Clara sambil mengacak rambutnya.
Sementara itu di sebuah perusahaan terlihat seorang pria tampak tersenyum bahagia. Pasalnya hari ini ada jadwal pertemuan dengan seorang wanita cantik, yang entah mulai kapan sudah berhasil bertengger di hatinya.
"Jefri, jam berapa kita bertemu Clara?" Tanya Nathan pada asistennya.
"Jam 11 siang Tuan, kata Alvin pertemuan sengaja dimajukan waktunya."
"Oh... Mungkin Clara juga tidak sabar bertemu denganku. Apa itu artinya dia juga punya hati untukku Jefri?" Tanya Nathan lagi.
"Setahu saya Nona Clara bersikap biasa pada Anda, saya takutnya Anda patah hati karena cinta bertepuk sebelah tangan." Jawab Jefri.
"Kamu ini kok bisa-bisanya menakuti aku begitu." Sinis Nathan.
"Bukan mau nakuti Tuan, tapi antisipasi sebelum badai menerjang Anda. Justru saya yang takut, jika sampai itu terjadi." Jawab Jefri.
"Apa yang kamu takutkan? Kamu tidak sedang jatuh cinta dengan Clara juga kan Jefri?" Tanya Nathan menatap tajam asistennya itu.
"Astaga, tidak mungkin saya menikung. Saya hanya takut direpotkan." Jawabnya.
"Kalau begitu, kamu mengundurkan diri jadi asistenku. Pergi sana, menyebalkan."
"Tuan Nathan saya tidak serius, tolong jangan pecat saya. Saya masih banyak tunggakan dengan leasing mobil dan apartemen." Ucap Jefri.
"Aku juga bercanda Jefri, mana mungkin aku menyuruhmu pergi. Kamu tidak hanya asisten bagiku, tapi kamu sudah seperti sahabatku sendiri."
Pertemuan yang dijadwalkan sudah tiba, nampak Alvin duduk menunggu di kursi yang sudah direservasi sebelumnya. Kali ini, Alvin terlihat lebih berwibawa dan juga aura positifnya sudah keluar. Kalau seperti itu Alvin mirip dengan Tuan Bagas.
"Loh kok kamu yang di sini Alvin, di mana Clara? Apa kalian sengaja datang berdua?"
"Bukankah waktu itu aku sudah katakan jika menginginkan kerja sama ini terjalin syaratnya harus Clara sendiri yang datang dalam setiap pertemuan. Tanpa ada kamu tentunya."
"Maaf Tuan Nathan boleh saya menyela." Ucap Alvin hati-hati.
"Hmm..." Nathan terlihat menahan kesal.
"Clara sudah pergi, dan sekarang semua kembali seperti sedia kala."
"Apa maksudmu pergi?" Tanya Nathan dengan jantung yang berdetak kencang.
"Mungkin surat ini bisa membuat Anda mengerti." Ucap Alvin menyodorkan selembar kertas yang ditujukan untuknya.
Nathan memicingkan matanya, tapi dia tetap menarik kertas itu lalu membacanya. Ekspresi Nathan seketika memucat, terlihar jelas keterkejutan pria itu.
"Clara kenapa harus pergi." Gumamnya.
"Jadi bagaimana dengan kerja sama ini Tuan Nathan?" Tanya Alvin.
"Jefri, kamu saja yang melanjutkan. Aku sudah tidak bersemangat lagi mengurusnya. Alvin kerja sama tetap berjalan sesuai kesepakatan, bukan karena kamu. Tapi karena aku menghargai jerih payah Clara." Ucap Nathan.
"Jefri antar aku ke apartemenku, aku butuh sendiri saat ini."
cara kotor belum tau dia ada backingan dari si kakek di jadikan peyetttt kalian
Untuk yang sudah mendukung, Author ucapkan ribuan terima kasih. Insya Alloh, jika 40 bab terbaik lolos lagi. Maka akan ada give away untuk pembaca terbaik 1, 2, dan 3.