Fania seorang gadis cantik yang berasal dari desa, ia seorang anak art yang bekerja di sebuah rumah mewah.
Rumah yang terdapat tidak jauh dari tempat tinggalnya, menjadi misteri oleh penghuni desa, karena rumah tersebut sudah tidak dihuni oleh pemilik rumah.
suatu ketika Fania mendengar suara aneh dari balik kamar, kamar yang terbilang aneh itu membuat Fania penasaran.
Saat melihat itu Fania merasa.... mau tau kelanjutan ceritanya, jangan lupa baca terus novel ini ya semoga kalian suka dengan karyaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. pertemuan kedua
Fania melirik jam dinding, sudah waktunya ia mengantar makan siang untuk Ratih. Gadis cantik itu pergi ke kastil tempat Ratih bekerja, wanita itu tidak lupa membawa satu tas yang isinya makanan.
Fania tiba di kastil mewah, begitu mewah sampai dirinya belum bisa berkeliling sepenuhnya tempat ini. Saking besar dan megahnya, Fania sampai bingung harus kemana.
Fania menunggu ibunya di taman, wanita itu duduk termenung sambil menatap rumput dan daun berjatuhan. Saking lamanya menunggu Fania sempat bersenandung kecil, suara lembut yang ia lantunkan membuat sosok lelaki itu datang kembali.
Lelaki tampan itu berdiri di depan Fania saat wanita itu masih sibuk memejamkan mata, tanpa bicara lelaki itu duduk di sebelah Fania. Fania yang merasa ada seseorang yang datang, segera membuka mata ia melirik ke samping saat itu juga dia dibuat terkejut saat mengetahui kalau di sampingnya bukan ibunya melainkan pria yang dia bayangkan.
"Astaga tuan buat saya kaget saja." lontar Fania mengusap dadanya dengan lembut, lelaki itu tersenyum melihat bagaimana reaksi dari Fania.
"Buat apa kamu duduk sendiri di sini. Apa kamu sedang menunggu ibu kamu?" tanya lelaki itu menatap Fania.
"Iya. Aku sedang menunggu ibuku keluar, tapi sampai sekarang dia belum juga datang."
Lelaki itu melirik kearah bungkusan yang Fania bawa, "Apa yang kamu bawa, Fania."
"Ini makanan untuk ibuku. Dia belum makan siang makanya aku bawakan untuk dia." jawab Fania, lelaki itu mengangguk saat mengetahui bahwa Fania sangat baik hati.
Hati wanita ini sangat berbeda dari wanita yang lain, baru pertama ketemu saja ia sudah mulai nyaman dengannya. Walaupun usianya lebih muda, tetapi dia begitu perhatian terhadap ibunya.
"Fania, apa kamu sangat menyayangi ibumu?" Fania menoleh mendengar pertanyaan dari bibir pria ini.
"Kenapa kamu berkata seperti itu. Bukannya sebagai anak sudah sewajarnya menyayangi orang tua."
Lelaki itu tersenyum, "Kamu benar. Tapi kamu beruntung mendapatkan seorang ibu yang peduli denganmu, dulu aku belum pernah merasakan hal yang dirasakan ibu kamu. Aku tidak memiliki keluarga satupun, mereka hanya peduli dengan kehidupan masing-masing dari pada peduli denganku."
Fania merasa iba atau kasihan kepada pria ini, walau begitu dia sangat beruntung mendapatkan apa yang dia inginkan. Sedangkan pria ini hanya hidup sendiri di kastil mewah.
"Oh ya, kamu sudah tau namaku sedangkan aku belum tahu nama kamu. Siapa nama anda tuan?" tanya Fania penasaran dengan pria di sampingnya.
"Panggil saja Edward."
Fania mengangguk lalu bergumam kecil, "Tuan Edward."
"Baiklah tuan Edward."
"Hem tuan." lelaki itu menoleh kearah Fania, "Apa kamu bisa mengajak saya berkeliling kastil ini, saya sangat penasaran dengan kastil yang anda buat tuan."
"Baiklah Fania, asalkan...." perkataan Edward terhenti saat mendengar suara dari jauh, keduanya serempak menoleh kearah sumber suara.
"Fania saya tidak bisa berlama-lama di sini, kalau gitu saya pergi dulu nanti kita bisa lanjut lagi." Edward seketika menghilang saat Fania ingin bicara, wanita itu datang melihat putrinya duduk di taman sendiri.
"Apa yang kau lakukan di sini Fania. Bukannya ibu sudah bilang menunggu di taman depan kastil bukan di sini." kata Ratih menatap Fania.
"Aku sudah menunggu ibu di sana. Karena ibu lama datang makanya aku kembali ke sini, apa pekerjaan ibu sudah selesai?" Fania mengerutkan kening saat melihat wajah Ratih.
Fania merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Ratih, entah apa itu yang pasti Fania sangat penasaran dengan ibunya.
"Ya sudah kita makan siang di sana saja." Ratih menarik dan mengajak Fania pergi, tangan satunya membawa satu bekal yang Fania bawa.
......•••......
"Aku rasa ibu sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Tapi apa? Sepertinya aku harus cari tahu." ucapnya membatin saat Fania terus memperhatikan Ratih yang sibuk makan.
Sekitar jam 10 malam Fania tidak sengaja melihat Ratih naik ke atas loteng, Fania yang ingin mengambil air minum tidak sengaja melihat ibunya menuju loteng rumah.
Fania lebih tertarik dengan Ratih, ia berniat untuk mengikuti langkah Ratih menuju loteng rumah. Dengan hati-hati langkahnya saat wanita itu sudah tiba di loteng, Fania mengerutkan kening saat melihat Ratih membuka sesuatu.
Seperti sebuah peti besar yang di sembunyikan, peti besar itu di angkat oleh Ratih. Peti tersebut di buka tetapi Fania tidak bisa melihat dengan jelas isi di dalamnya, beberapa menit barulah peti itu di tutup kembali.
Fania dengan cepat bersembunyi saat Ratih menuju kearah pintu, ia melihat bahwa Ratih sudah keluar dari loteng. Tinggal dirinya yang masih berada di loteng, Fania yang penasaran melangkah menuju peti yang disimpan oleh Ratih.
Fania terus mencari kunci untuk membuka penutup yang menyimpan peti itu, ternyata ia tidak sempat mengetahuinya saat seseorang sedang melangkah kearah loteng.
Fania dengan cepat berlari keluar, ia berhasil keluar di saat Ratih datang membawa sesuatu.
Fania duduk di meja makan mengingat ibunya membuka sesuatu di atas loteng, dia semakin penasaran dengan ibunya. Apa yang disembunyikan oleh Ratih? Kenapa wanita Iyo harus menyimpan peti tersebut.
"Kunci! Aku tau pasti ibu menyimpan kunci itu di dalam kamar." Fania memutuskan untuk malam ini pergi ke kamar Ratih, karena ibunya akan pulang besok pagi jadi ia bisa punya waktu untuk mencarinya.
"Fania, kamu jaga rumah ya. Kalau ada sesuatu kamu bisa minta tolong, atau kamu bisa datang menemui ibu." Ratih bersiap untuk pergi membawa tas dan beberapa barang.
"Baik Bu. Ibu hati-hati di jalan." Fania membantu ibunya untuk mengangkat sisa barang bawaan Ratih, barulah wanita itu pergi setelah melihat kepergian Ratih Fania memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.
Fania kembali ke misi awal, ia melangkah menuju kamar Ratih. Kamar yang tidak pernah dikunci oleh ibunya, Fania masuk ke dalam kamar. Dia terus mencari keberadaan kunci, kunci yang selama ini dibuat penasaran olehnya.
Semua tempat sudah dicari olehnya, tidak ada satupun tempat yang tersimpan oleh kunci tersebut. Fania sempat putus asa mencarinya, sampai ia menemukan satu kotak yang membuatnya sangat aneh.
Kotak yang terbilang tua dan usang, Fania membuka kotak tersebut saat membukanya ia melihat ada satu kunci yang tersimpan di sana. Fania tersenyum benda yang dia cari berhasil ia temukan.
Fania mengambil kunci itu, ia menyimpan kembali kotak tua ke tempat semula. Fania keluar dari kamar ibunya menuju loteng, Fania melangkah ke arah loteng. Tiba di loteng ia membuka pintu lalu menuju tempat dimana peti itu disembunyikan.
Saat membukanya Fania sedikit kesusahan setelah beberapa menit barulah ia berhasil membukanya. Fania tersenyum melihat peti itu, ia mengangkatnya dengan sekuat tenaga saat peti sebesar ini diangkat sendiri oleh Ratih.
Sedangkan dia sama sekali tidak sekuat itu, "Kenapa berat sekali. Kenapa ibu dengan gampangnya mengangkat peti ini sendirian, sedangkan aku tidak kuat mengangkatnya."
"Mau aku bantu Fania." mendengar suara itu membuat Fania terkejut, ternyata Edward berada di dekatnya.
"Kenapa kamu bisa ada di sini. Kamu masuk lewat mana tuan." ucap Fania melihat Edward berada di tempat yang sama dengannya.
lelaki itu terkekeh melihat ekspresi wajah Fania, "Itu rahasia cuman saya aja yang tau. Oh ya kamu sedang apa, apa yang kamu lakukan dengan peti sebesar ini."
"aku ingin mengangkatnya tapi aku tidak kuat." ucap Fania menatap peti yang menurutnya sangat berat.
"Sini biar aku saja."
Fania terkejut mendengarnya, "Kamu yakin bisa mengangkat peti sebesar ini?"
"Iya, tapi dengan syarat." kata Edward kepada Fania.
"Apa?" Edward meminta dirinya untuk menutup mata, dengan senang hati Fania mengikut kemauan Edward.
Lelaki itu sempat tersenyum melihat sikap Fania, tanpa menunggu lama lagi Edward mengangkat peti besar itu menggunakan kekuatannya.
"Kamu bisa membuka mata kamu Fania." Fania membuka mata, dia tersenyum saat Edward dengan begitu kuat mengangkat satu peti sendirian.
Fania mengambil kunci satunya, ada banyak kunci yang tersimpan di satu lubang. Fania dengan perlahan membuka peti dengan kunci satu persatu, sampai ia menemukan kunci yang sama sesuai dengan peti besar ini.
Saat dia buka Fania tidak melihat apapun, hanya peti kosong yang tidak ada isinya.
"Hanya peti kosong kenapa ibu menyimpannya di loteng." batin Fania, lalu Fania kembali menutup peti tersebut.
Tetapi Edward menahan tangan Fania, "Tunggu Fania."
"Ada apa?" tanya Fania melihat Edward menahan dirinya untuk menutup peti ini.
Edward berusaha membuka rahasia peti ini tetapi kekuatannya tidak sebanyak itu, mau tidak mau Edward tidak bisa melihat.
"Apa apa, tuan?" Fania bertanya sambil melirik kearah Edward, lelaki itu diam saja tanpa membalas ucapan Fania.