Berita kematian Rosa, kakak satu-satunya membuat Olivia sangat terguncang.
Olivia curiga Thomas, suami Rosa punya andil dalam kematian istrinya yang tiba-tiba karena 5 hari sebelum kematiannya, Rosa sempat mendatangi Olivia dan bercerita sedikit soal prahara rumah tangganya.
Kecurigaan Olivia makin bertambah saat Thomas menjual rumah dan mobil pribadi milik Rosa seminggu setelah kematian istrinya.
Tidak ingin harta peninggalan Rosa yang jatuh ke tangan Thomas dipakai untuk wanita lain sekaligus ingin membuktikan rasa curiganya, Olivia nekad menawarkan diri menjadi ibu sambung untuk Gaby, putri tunggal Rosa dan Thomas yang berusia 5.5 tahun.
Akankah Thomas menerima Olivia yang bertekad membuktikan firasatnya ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulau Dewata
“Memangnya harus banget ya setiap pengantin baru bukan madu ?”
“Menurut kamu kenapa Bali selalu jadi destinasi favorit ? Apa karena suasana pantai selalu bikin romantis ?”
Thomas melirik Olivia yang sejak tadi mengoceh seperti anak kecil padahal usianya sudah 25 tahun dan beberapa bulan lagi genap 26.
Petugas hotel yang membawakan koper di depan mereka menahan senyum. Melihat postur tubuh Olivia yang tingginya sekitar 157 dan wajah baby face-nya memhuat pegawai hotel itu berpikir Thomas lebih cocok disebut sugar daddy daripada suami.
“Silakan Tuan, Nyonya.”
Usai membukakan pintu, petugas hotel itu menepi dan mempersilakan kedua tamunya masuk.
“Terima kasih,” ujar Olivia yang langsung menerobos masuk.
Thomas geleng-geleng kepala melihat kelakuan Olivia yang sibuk memeriksa setiap sudut vila sambil berdecak kagum dan terakhir membuka pintu ke balkon
“Vilanya keren banget, kamu bisa aja milihnya.”
“Bukan aku tapi hadiah.”
“Hadiah ? Dari siapa ?”
“Aku sebutin kamu juga nggak kenal.”
Wajah Olivia langsung cemberut, ditahannya lengan Thomas yang sedang membuka koper.
“Sekarang aku bukan lagi adik iparmu tapi istri jadi sah-sah aja kalau aku dikasih tahu siapa yang bayarin bulan madu kita ini.”
Thomas akhirnya menoleh, pertama kalinya bertatapan lagi dengan Olivia sejak kemarin siang.
“Teman-teman baikku. Mereka memberikan hadiah ini karena tahu aku nggak bakalan repot merencanakan bulan madu untuk kita. Jelas ?”
“Mereka yang mengajakmu after party ?”
“Hhhhmmm.”
Thomas menarik lengannya hingga lepas dari cekalan Olivia dan kembali mengacuhkan istrinya.
“Tidak bisakah kamu pura-pura baik di awal pernikahan kita ini ?”
“Aku bukan orang yang suka berpura-pura ! Bukankah kita sama-sama tidak menginginkan pernikahan ini jadi untuk apa bersandiwara sebagai pengantin baru yang bahagia ?”
“Pembohong !” decih Olivia. “Lupa bagaimana perlakuanmu padaku setelah mami masuk rumah sakit ? Kamu bahkan rela meninggalkan urusan kantor dan repot-repot menemaniku mempersiapkan semuanya.”
“Demi mami, bukan untukmu !”
“Aku tidak lupa tapi…”
“Berhentilah merengek seperti anak kecil !” bentak Thomas sambil bertolak pinggang dan melotot.
Terkejut mendengar suara Thomas yang menggelegar, Olivia sampai mundur beberapa langkah.
“Belajarlah untuk berpikir sebelum bicara ! Jangan melimpahkan semua kesalahan padaku dan lupa dengan ucapanmu sendiri !”
Olivia bergeming, menatap Thomas tanpa ekspresi. Hampir satu menit keduanya hanya saling bertatapan sebelum Thomas memutusnya dan masuk ke kamar mandi.
Begitu Thomas menutup pintunya, Olivia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
Begitu besarkah rasa sayangmu pada mami sampai rela mengorbankan perasaanmu sendiri dengan menikahiku ?
Sambil menunggu suaminya, Olivia memilih bersantai di balkon sambil menikmati semilir angin pantai yang mulai terasa panas.
Hatinya benar-benar kacau sampai Olivia tidak bisa menggambarkan apa yang dirasakannya sekarang.
“Aku mau cari makan di luar. Kamu mau ikut atau…”
“Aku ikut !”
Olivia langsung bangkit dari kursi santainya dan masuk ke dalam untuk mengambil tas selempangnya.
Tanpa bertanya kemana tujuan mereka, Olivia mengikuti Thomas dari belakang.
**
Restoran yang dipilih Thomas tidak jauh letaknya dari hotel namun pria itu tetap naik mobil yang sudah disiapkan selama mereka di Bali berikut dengan sopir.
Thomas memilih meja di bagian luar dengan pemandangan langsung ke pantai.
Olivia tidak protes saat Thomas memesan makanan tanpa bertanya padanya, hanya menyuruh Olivia memesan minuman yang diinginkannya.
Setelah pelayan pergi, Olivia beranjak, berjalan ke arah reling besi sebagai pagar pembatas. Hatinya ingin mengajak Thomas selfi berdua tapi diurungkannya. Olivia tidak mau dibentak-bentak di depan umum.
Begitu pelayan mengantarkan pesanan, Olivia baru kembali duduk di hadapan Thomas dan mulai menikmati makan siangnya tanpa bicara sepatah kata.
Harus diakui semua menu yang dipesan Thomas enak-enak namun Olivia menahan diri untuk tidak berkomentar.
Tidak lama, dua orang pria seumuran Thomas menghampiri dan menepuk bahu Thomas.
“Udah selesai makannya, Bro ?”
Olivia mendongak, melihat dua orang laki-laki yang cukup familiar tapi ia tidak tahu siapa namanya. Matanya menyipit, mengamati satu persatu sampai akhirnya ia baru ingat kalau salah satu pria itu yang mengajak Thomas meninggalkan ballroom.
Ternyata bukan hanya dua laki-laki tapi masih ada 4 orang lagi dan 3 di antaranya perempuan.
“Nina ?”
Olivia terkejut melihat Nina ada di antara mereka.. Olivia sempat berpaling menatap Thomas seakan minta penjelasan tapi pria itu malah pura-pura tidak melihat istrinya.
“Hai Livi,” sapa Nina.
Meski tersenyum, Olivia bisa menangkap wajah pongah Nina dan tatapannya penuh dengan ejekan.
“Nggak kerja ?”
“Cuti demi Tom yang sedang kemari,” sahutnya sambil tersenyum manis bahkan memegang bahu Thomas.
“Ooohhh.” Olivia manggut-manggut sambil tersenum tipis.
Panggilan Nina sudah berubah, tidak pakai embel-embel mas lagi.
Fokus dengan teman-teman suaminya, Olivia sampai tidak tahu kalau Thomas sudah membayar pesanan mereka dan sekarang beranjak dari kursi.
Tanpa mengajak Olivia, ia berjalan dengan teman-temannya dan tidak peduli pada Olivia yang berjalan sendirian di paling belakang.
Begitu keluar restoran barulah Thomas menghampiri Olivia.
“Kamu balik ke hotel sama Made.”
Tangan Thomas melambai, memanggil pria asli Bali yang menjadi sopir mereka sampai 3 hari ke depan.
“Kenapa aku nggak boleh ikut ?”
“Nggak bakalan cocok sama kamu, lebih baik kamu nikmati fasilitas hotel mahal itu.”
Olivia masih berusaha tersenyum dan belum sempat ia menjawab, Thomas meninggalkanya karena sudah dipanggil teman-temannya.
Olivia hanya bisa menghela nafas lalu menyuruh Made menunggu di mobil dengan alasan ingin ke toilet.
Setelah memastikan Made sudah di dalam mobil, Olivia keluar lagi dan mencari jalan lain untuk kabur. Dia tidak mau menggunakan jasa Made karena yakin semua gerak geriknya dilaporkan pada Thomas.
Beruntung sampai di jalan raya, sebuah taksi beresrna biru melintas. Thomas sudah pergi dengan teman-temannya dan Olivia tidak ingin bertanya-tanya lagi.
“Mau kemana kita Nona ?”
“Pantai Kuta, Pak.”
Taksi melaju dan Olivia berusaha menikmati pemandangan pulau Bali yang baru pernah didatanginya.
Pulau impian yang selalu jadi destinasi favorit malah menorehkan luka dan menuliskan cerita sedih dalam hidup Olivia.
Bukan karena tidak bisa merasakan bagaimana indahnya bulan madu tapi Thomas sengaja mempermalukan Olivia di depan teman-temannya khususnya Nina.
Bagi Thomas, pernikahan pura-pura ini bukan rahasia lagi, semua teman-teman Thomas sudah tahu malah memberi dukungan penuh untuk membantu Thomas menjatuhkan harga diri Olivia.
Dari sisi Olivia sendiri, tidak seorang pun ada yang tahu bahkan Nindya dan Rico.
Akhirnya sampai juga Olivia di kawasan Kuta.
Kamu pasti bisa Olivia, jangan menyerah. Jangan baper karena tujuanmu menikahi dia bukan karena cinta, kembalilah fokus mencari tahu penyebab kematian Rosa.
Sambil menyusuri pedistrian di sepanjang jalan Kuta, bibir Olivia tidak berhenti tersenyum. Matanya melihat-lihat berbagai cafe, restoran dan toko-toko yang berjajar rapi.
Brugh !
Badan Olivia limbung namun dengan sigap sebuah tangan kekar menariknya hingga Olivia jatuh ke dalam pelukan laki-laki itu.
“Olivia !”