Anatasya menyembunyikan identitasnya sebagai putri bungsu keluarga konglomerat dari suaminya. Ia membantu Adrian membuka perusahaan. Tapi siapa sangka ternyata Adrian tidak pernah mencintai Anatasya, dia bahkan jijik dengan bau amis yang melekat pada tubuh istrinya.
Suatu hari, Adrian menceraikan Anatasya dan mengungkapkan bahwa dia memiliki pacar, yaitu Clara, seorang wanita kaya dan cantik yang merupakan adik sepupu dari keluarga Santoso.
Anatasya merasa hancur dan terhina. Tasya akan membuat orang yang menyakiti nya membayar mahal dibantu oleh ketiga abangnya. Damian, Julian dan Rafael.
Ketiga Abangnya tidak akan membiarkan adik bungsu mereka terluka.
Bagaimana reaksi Adrian dan keluarga nya setelah mengetahui jika wanita yang selama ini mereka hina adalah putri konglomerat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Clara?
Anatasya berdiri di bawah atap toko yang sudah tutup, mencari perlindungan dari hujan deras yang terus mengguyur. Hujan itu seolah mencerminkan kesedihan dan kekacauan dalam hatinya. Ia memeluk dirinya sendiri, mencoba menghangatkan tubuhnya yang basah kuyup. Tatapannya kosong, menatap jalanan yang diguyur hujan, pikirannya melayang-layang, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.
Setiap tetes hujan yang jatuh seolah menghantam hatinya, mengingatkannya pada penghinaan dan pengusiran yang baru saja ia alami.
"Tasya, maaf jalanan agak macet. Ini sudah mau sampai," ucap Damian dari seberang telepon suaranya terdengar khawatir.
"Nggak papa kok, Kak. Tasya juga sudah keluar dari keluarga Pratama," jawab Natasya, mengakhiri panggilan dengan nada datar. Hatinya masih perih, namun ia berusaha tegar.
Tiba-tiba, suara nyaring memecah keheningan. "Hei, bukankah itu pembantu keluarga ku?" seru seseorang, tak lain adalah Winda, adik kandung Adrian. Ia datang bersama dua teman lelakinya, tatapan mereka merendahkan.
Anatasya menoleh, matanya memancarkan amarah yang tertahan.
"Perkenalkan, dia pembantu keluarga kami. Tiga tahun menikah, dia sama sekali tidak pernah disentuh kakakku. Sampai sekarang dia masih perawan. Kalian nggak mau cicipi rasanya?" tanya Winda, senyum sinis menghiasi wajahnya.
"Boleh juga, Win," sahut salah satu teman Winda, matanya menelanjangi Natasya. "Pembantu mu ini cantik juga, tubuhnya juga ideal."
"Enyah! Kalian minta dipukul?" bentak Anatasya, suaranya bergetar menahan amarah.
"Berani kau ngomong begitu? Apa isi tas ini, apa kau mencuri barang dari rumahku? Buka, kasih aku lihat!" Winda menunjuk koper Natasya dengan kasar.
"Winda, sekalipun aku cerai dengan kakakmu, separuh hartanya milikku. Kamu nggak berhak lihat," jawab Anatasya tegas, meski hatinya mencelos.
"Kusuruh buka! Buka!" Winda memaksa membuka koper Natasya, reflek Anatasya menampar pipi Winda.
"Kau berani pukul aku?" Winda murka, wajahnya memerah padam.
"Kalian cepat buka kopernya!" perintah Winda kepada kedua temannya.
"Apa ada keuntungannya?" tanya salah satu dari mereka, matanya berbinar penuh minat.
"Keuntungannya, wanita ini menjadi milik kalian," jawab Winda, senyum licik tersungging di bibirnya.
"Kamu yang bilang begitu, ya?" sahut pria itu, mereka berdua mendekati Natasya dengan tatapan lapar.
"Jangan sentuh aku!" teriak Anatasya, menampar salah satu dari mereka.
"Jalang, berani kau pukul aku?" pria itu murka, Natasya berusaha keras mempertahankan diri, namun kedua pria itu terus berusaha melecehkannya.
"Wanita jalang, besar juga tenaga mu. Lihat bagaimana aku telanjangi kamu," ucap pria itu, tangannya berusaha merobek pakaian Natasya.
Tiba-tiba, suara deru mobil mewah memecah ketegangan. Sebuah mobil hitam berhenti, dan tiga pria keluar dengan langkah cepat. Mereka adalah kakak-kakak Anatasya, pertolongan datang tepat waktu.
Damian, dengan wajah gelap penuh amarah, menarik rambut pria yang berusaha melecehkan Anatasya, menjauhkannya dari adiknya yang ketakutan. Tatapannya membunuh, penuh dengan kemarahan yang membara.
Kedua kakak Anatasya yang lain, Julian dan Rafael, tidak tinggal diam. Mereka melayangkan pukulan bertubi-tubi kepada kedua pria yang hendak melecehkan adik kesayangan mereka. Kemarahan mereka meluap, melindungi Anatasya dari bahaya yang mengancam.
"Kalian... si-siapa kalian?" tanya salah satu pria itu dengan suara gemetar, wajahnya penuh memar.
"Kalian berani mengusik adik Damian, Julian, Rafael Santoso?" bentak Julian, suaranya menggelegar penuh amarah.
Winda, yang menyaksikan kejadian itu, terkejut bukan main. Ia tidak menyangka ketiga pria tampan dan kaya raya yang sangat terkenal itu adalah kakak dari Anatasya. Ia terjatuh ke tanah, ketakutan melihat amarah yang terpancar dari wajah mereka. Kedua temannya sudah melarikan diri, meninggalkan Winda dalam ketakutan.
'Tidak mungkin.' Batin Winda.
"Kak Damian, Kak Julian, Kak Rafael!" seru Anatasya, air mata haru membasahi pipinya. Ia berlari menghampiri ketiga kakaknya dan memeluk mereka erat.
"Jangan khawatir, kami datang untuk menjemputmu dan membawamu pulang," ucap Rafael lembut, mengusap air mata Natasya.
Damian, dengan tatapan dingin dan penuh amarah, berjalan ke arah Winda yang masih terduduk di tanah. "Sampaikan kepada kakakmu, Adrian. Hutangnya kepada Natasya akan kutagih satu per satu," ucap Damian dengan suara mengancam.
Winda, yang masih diliputi rasa takut, tidak mengerti apa yang terjadi. Ia hanya bisa menatap kepergian mobil mewah yang membawa Anatasya dan ketiga kakaknya pergi.
"Tasya, beraninya kau mencari pria lain. Tunggu saja pembalasanku!" teriak Winda, rasa iri dan dendam bercampur aduk dalam hatinya.
***
Adrian memandang piala penghargaannya dengan rasa bangga, senyum puas menghiasi wajahnya. Ia merasa telah mencapai puncak kesuksesan.
"Ternyata Clara putri keluarga Santoso?" ucap Jamilah lembut, matanya berbinar menatap Clara dengan penuh kekaguman. "Adrian, ternyata seleramu bagus."
Winda, dengan wajah memar dan penuh amarah, tiba-tiba datang. "Kak Adrian, wanita jalang itu selingkuh!" ucapnya dengan nada penuh kebencian.
"APA? Ada apa dengan wajahmu, Winda?" tanya Jamilah, terkejut melihat kondisi Winda.
"Tasya memukulku!" jawab Winda, emosinya meluap. "Tadi aku bertemu dengannya di jalan. Aku hanya curiga dia membawa barang-barang kita. Dia malah memukulku. Lalu, dia memanggil tiga pria untuk menindasku!"
"Kamu tahu siapa mereka?" tanya Adrian, matanya menyipit penuh curiga.
"Mereka bilang, mereka dari keluarga Santoso. Damian, Julian, dan Rafael," jawab Winda, suaranya bergetar menahan amarah.
"APA?" Adrian terkejut, matanya membelalak tak percaya. Ia merasa seperti disambar petir, kesombongannya seketika runtuh.
"Nggak mungkin Tasya kenal anggota keluarga Santoso. Dia pasti menyewa orang untuk membohongi kita," sangkal Jamilah, suaranya bergetar karena panik. Ia tidak ingin mengakui kenyataan bahwa menantu miskin nya memiliki hubungan dengan keluarga kaya raya itu.
"Sekarang aku baru sadar. Rafael, idolaku! Beraninya wanita jalang itu menyewa orang untuk menyamar jadi dia!" seru Winda, matanya berkilat penuh amarah dan iri.
Clara, yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Kalau ketiga sepupuku tahu kejadian di rumah keluarga Pratama, kalian bisa celaka," ucapnya dengan nada dingin, memperingatkan mereka akan konsekuensi yang akan dihadapi.
Ruangan itu dipenuhi dengan ketegangan. Adrian, Jamilah, dan Winda saling bertukar pandang, wajah mereka pucat pasi.
"Adrian, menurutmu kita harus apa?" tanya Jamilah, suaranya bergetar menahan ketakutan.
Adrian terdiam, pikirannya berkecamuk. Ia tidak menyangka istri nya memiliki hubungan dengan keluarga Santoso, keluarga yang sangat dihormati dan berpengaruh. Ia merasa terancam, takut kehilangan segalanya.
'Ini pasti salah, Tasya tidak mungkin memiliki hubungan dengan mereka. Iyah pasti ini salah.' Batin Adrian.
"Apa lagi yang bisa kita lakukan? Sekalipun kita bangkrut, kita harus memohon maaf kepada keluarga Santoso," ucap Adrian dengan suara lemah, rasa putus asa dan ketakutan terpancar dari wajahnya. Ia menyadari betapa besar kesalahan yang telah mereka perbuat.
Dalam hati nya, Adrian marah kepada Natasya beraninya dia bertingkah bodoh dan membuat keluarga Santoso marah kepada mereka.
'Ini semua salah Tasya, dasar udik!' cela Adrian kepada istri yang akan menjadi mantan istrinya.
Clara, dengan langkah anggun, mendekati Adrian. "Sayang, tenang saja," ucapnya lembut, berusaha menenangkan Adrian yang dilanda kepanikan.
"Kak Damian itu kakak sepupuku. Selama ada aku, mereka tidak akan mempersulitmu. Kebetulan beberapa hari kedepan keluarga Santoso mengadakan acara di Hotel Loresto untuk menyambut kakak sepupuku. Nanti kubawa kalian ke sana. Kamu cukup menjelaskan semuanya kepada kakak sepupuku."
Penjelasan Clara terdengar menenangkan, namun di balik itu, ada nada dingin dan penuh perhitungan. Ia tahu betapa berkuasanya keluarga Santoso, dan ia akan menggunakan hubungannya untuk melindungi Adrian, sekaligus menunjukkan kekuasaannya.
Adrian, yang dilanda rasa takut dan putus asa, mengangguk lemah. Ia tidak punya pilihan lain selain mengikuti rencana Clara. Jamilah dan Winda, yang juga dilanda ketakutan, hanya bisa diam dan menuruti perkataan Clara.
...----------------...