Ana terpaksa menikah dengan seorang pria lumpuh atas desakan ibu dan kakaknya demi mahar uang yang tak seberapa. Pria itu bernama Dave, ia juga terpaksa menikahi Ana sebab ibu tiri dan adiknya tidak sanggup lagi merawat dan mengurus Dave yang tidak bisa berjalan.
Meskipun terpaksa menjalani pernikahan, tapi Ana tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dengan ikhlas dan sabar. Namun, apa yang didapat Ana setelah Dave sembuh? Pria itu justru mengabaikannya sebagai seorang istri hanya untuk mengejar kembali mantan kekasihnya yang sudah tega membatalkan pernikahan dengannya. Bagaimana hubungan pernikahan Ana dan Dave selanjutnya? Apakah Dave akan menyesal dan mencintai Ana? atau, Ana akan meninggalkan Dave?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cantik
Siang itu, Nyonya Hertawan datang ke rumah Ratna dengan membawa sebuah tas tangan berisi uang dalam jumlah yang telah disepakati sebelumnya. Ia disambut oleh Ratna dan Rani, yang sudah menunggu dengan penuh harap. Begitu Nyonya Hertawan mengeluarkan amplop tebal dari dalam tasnya, mata Ratna dan Rani langsung berbinar.
"Ini sesuai dengan kesepakatan kita," ujar Nyonya Hertawan sambil meletakkan amplop di atas meja. Ratna buru-buru mengambilnya, jari-jarinya gemetar saat membuka dan menghitung uang di dalamnya. Wajahnya berubah sumringah, sementara Rani yang duduk di sampingnya ikut berseru girang.
"Terima kasih banyak, Nyonya," kata Ratna dengan senyum lebar. "Dengan ini, hidup kami akan jauh lebih mudah."
Nyonya Hertawan hanya tersenyum tipis. Baginya, uang itu adalah harga yang pantas untuk ketenangan pikirannya. Dengan transaksi ini, ia tak perlu lagi repot mengkhawatirkan siapa yang akan mengurus Dave. Semua sudah beres.
"Pastikan Ana menjaga Dave dengan baik," pesannya sebelum beranjak pergi.
Ratna dan Rani mengangguk penuh semangat. Setelah Nyonya Hertawan pergi, mereka saling pandang dengan tatapan penuh kegembiraan. Dengan uang sebanyak ini, mereka merasa hidup mereka akan jauh lebih baik.
Sementara itu, Nyonya Hertawan melangkah keluar rumah dengan hati lebih ringan. Baginya, keputusan ini adalah yang terbaik—ia tidak perlu lagi memikirkan tanggung jawab yang memberatkannya selama ini.
Setelah menerima uang dari Nyonya Hertawan, Ratna dan Rani tidak bisa menyembunyikan kegembiraan mereka. Awalnya, mereka berniat menggunakan uang itu untuk membayar hutang, tetapi melihat jumlahnya yang begitu banyak, keinginan mereka untuk berbelanja lebih besar.
"Mumpung ada uang, kenapa kita nggak beli sesuatu dulu?" usul Rani dengan mata berbinar.
Ratna awalnya ragu, tetapi setelah melihat ekspresi penuh antusias dari anaknya, ia pun luluh. "Iya juga, ya. Toh, hutang itu bisa dibayar nanti," balasnya.
Tanpa pikir panjang, mereka segera pergi ke pusat perbelanjaan. Ratna membeli beberapa pakaian baru, sementara Rani memilih perhiasan dan tas bermerek yang sudah lama diidamkannya. Mereka berdua larut dalam kesenangan, melupakan kenyataan bahwa uang itu seharusnya digunakan untuk melunasi utang-utang mereka.
___
Di sebuah restoran mewah, Nyonya Hertawan—atau yang lebih akrab disapa Lusi—duduk berhadapan dengan seorang pria yang kini menjadi kekasih barunya. Ia mengenakan gaun elegan dengan perhiasan berkilauan, tampak jauh lebih bahagia dan santai dibandingkan sebelumnya.
“Aku lega sekarang,” kata Lusi sambil menyeruput anggur merahnya. “Akhirnya, aku bisa hidup untuk diriku sendiri tanpa harus direpotkan oleh Dave.”
Pria di depannya tersenyum dan mengangguk. “Jadi, kau benar-benar sudah menyerahkan semua urusan anak itu?”
Lusi mengangguk mantap. “Aku sudah membayar cukup mahal untuk memastikan dia tidak lagi menjadi bebanku. Mulai sekarang, aku bisa melakukan apa pun yang kuinginkan.”
Obrolan mereka pun berlanjut ke rencana yang lebih besar. Lusi berencana untuk memindahkan semua aset peninggalan mendiang Tuan Hertawan atas namanya sendiri. Dengan begitu, ia tidak hanya bebas dari tanggung jawab merawat Dave, tetapi juga bisa menikmati seluruh harta warisan tanpa gangguan.
“Begitu semuanya beres, kita bisa pergi ke luar negeri dan memulai hidup baru,” ujar Lusi penuh semangat.
Pria itu tersenyum puas. “Aku suka caramu berpikir, Sayang.”
"Intinya aku harus tetap membuat Dave percaya kalau aku ini adalah ibu peri untuknya," ucap Lusi dengan gelak tawanya.
"Kau sangat benar sekali. Mari kita rayakan dengan pergi liburan," ajak Joni dijawab iya oleh Lusi.
Sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta ini pun mulai merencanakan acara liburan mereka. Sedangkan Dave harus tetap bekerja dari rumah walaupun kondisinya sedang lumpuh seperti ini.
___
Andre baru saja kembali dari perjalanan bisnisnya ke luar kota. Setelah berhari-hari sibuk dengan pekerjaan, ia akhirnya bisa kembali menemui sahabat sekaligus atasannya, Dave. Namun, setibanya di rumah Dave, ia langsung dikejutkan oleh kabar yang sama sekali tidak ia duga.
“Dave sudah menikah?” Andre mengulang kata-kata itu dengan mata membelalak, menatap orang yang baru saja memberinya informasi.
“Iya, baru kemarin,” jawab seorang pegawai rumah tangga. “Semuanya berlangsung cepat, seolah sudah direncanakan sebelumnya.”
Andre tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Sebagai sahabat sekaligus asisten pribadi Dave, ia selalu tahu hampir segala hal tentang kehidupan pria itu. Namun, kali ini, ia benar-benar tidak mendapat informasi apa pun sebelumnya.
Tanpa membuang waktu, Andre langsung menuju ruangan Dave. Ia menemukan pria itu duduk di kursi rodanya, tampak tenang namun sedikit berbeda dari biasanya. Ada sesuatu di matanya—sesuatu yang sulit ditebak.
“Dave… apa yang sebenarnya terjadi?” Andre bertanya, berusaha memahami situasi. “Kenapa kau tidak memberitahuku soal ini?”
Dave tersenyum tipis. “Semua terjadi begitu cepat, Andre. Aku tidak punya banyak pilihan.”
Andre semakin bingung. “Apa maksudmu? Kau mencintai wanita itu?”
Dave tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap keluar jendela, seolah ada sesuatu yang tengah ia pikirkan. Andre mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam pernikahan ini.
“Apa ini ada hubungannya dengan Lusi?” tanya Andre hati-hati.
Dave masih diam, tapi ekspresinya sedikit berubah. Andre semakin yakin bahwa pernikahan ini bukan sekadar keputusan biasa—ada sesuatu yang lebih besar di baliknya. Sesuatu yang mungkin tidak pernah Dave inginkan sejak awal.
"Sudah kuduga sebelumnya, pasti Lusi ingin bebas. Dave, mau sampai kapan kau membiarkan perempuan itu tinggal di rumah ini?" ujar Andre yang merasa sangat geram. "Kau bisa menolak pernikahan ini, lantas kenapa kau mengiyakannya?"
"Karena aku penasaran apa yang akan Lusi lakukan. Lagipula gadis itu akan merawatku. Dia tidak akan bisa lari dariku sebab aku sudah mengikatnya dengan pernikahan."
"Dave, kau sudah gila. Bagaimana bisa perempuan itu mau menikah denganmu?"
"Aku membelinya dengan mahar," jawab Dave diiringi dengan tawa. "Anggap saja dia perempuan murahan!"
"Dan asal kau tahu, aku tidak menerima uang mahar yang kau maksud itu. Aku terpaksa menikah denganmu demi berbakti kepada ibuku," ucap Ana yang saat ini tengah berdiri di ambang pintu kamar Dave. "Tolong jangan beranggapan kalau aku perempuan murahan sebab pernikahan ini tidak menguntungkan untukku!"
Dave dan Andre terdiam, mereka tak bisa berkata-kata terlebih lagi saat ini kedua mata Ana berkaca-kaca.
"Pandai-pandai menjaga perasaan orang lain. Sebab kita tidak tahu hati mana yang akan merasa tersinggung dengan perkataan kita," ucap Ana mengingatkan, setelah itu ia berlalu begitu saja.
Andre mendekat ke arah Dave kemudian berkata. "Cantik... Dave, dia hanya butuh dipoles sedikit saja."
"Kau tahu, aku tidak akan pernah memberinya uang sebab Lusi sudah memberi ibu dan kakaknya uang," ucap Dave terdengar sangat kejam.
eh.... ada lagi kak othor, dave kan lumpuh kenapa tiba² jalan😭
kalo aku jadi ana, pasti aku akan minta uang bulanan. taat boleh tapi kesejahteraan diri harus prioritas🤭🤣