Memiliki saudara kembar nyatanya membuat Kinara tetap mendapat perlakuan berbeda. Kedua orang tuanya hanya memprioritaskan Kinanti, sang kakak saja. Menuruti semua keinginan Kinanti. Berbeda dengan dirinya yang harus menuruti keinginan kedua orang tuanya. Termasuk menikah dengan seorang pria kaya raya.
Kinara sangat membenci semua yang terjadi. Namun, rasa bakti terhadap kedua orang tuanya membuat Kinara tidak mampu membenci mereka.
Setelah pernikahan paksa itu terjadi. Hidup Kinara berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 03
Ucapan Papa Soni terdengar begitu meremehkan Danu. Sebegitu rendahkah seorang karyawan restoran biasa. Padahal Danu bisa menghidupi Kinara tanpa meminta bantuan mereka. Memang terkesan sombong, tetapi apa yang ia yakini adalah sebuah kenyataan.
"Om, saya tahu. Saya memang bukan orang yang kaya raya. Tapi saya akan selalu berusaha membuat Ara bahagia. Bukankah kebahagiaan itu lebih berharga nilainya daripada harta yang melimpah ruah," ujar Danu. Masih berusaha pria paruh baya di depannya.
"Kamu itu anak kemarin sore, tahu apa? Jangan beranggapan bahwa hidup ini mudah dan kamu bisa melewati hanya dengan bermodalkan cinta." Papa Soni tetap bersikukuh.
"Danu, kami meminta maaf sudah menolak keinginanmu untuk melamar Ara. Keputusan kami sudah bulat untuk menjodohkan Ara dengan anak sahabat baik kami. Jadi, kami sangat memohon padamu untuk tidak ikut campur urusan kami," kata Mama Yayuk dengan lembut. Sudah mengenal baik membuat Mama Yayuk tidak bisa berbicara kasar kepada sahabat putrinya tersebut.
"Kenapa Om dan Tante sangat egois. Kalian menggadaikan kebahagiaan Ara hanya demi harta."
"Jangan menuduh yang tidak-tidak. Kamu tidak tahu alasan apa yang membuat kami terpaksa menjodohkan Ara. Lebih baik kamu diam," timpal Papa Soni. Wajahnya tampak semakin kesal kepada Danu.
"Memang apa alasannya, Om?" Danu benar-benar ingin tahu. Ia sama sekali tidak takut meski tatapan Papa Soni terlihat menyeramkan.
"Lebih baik kamu pulang saja, Anak Muda. Jangan pernah memancing emosiku." Papa Soni mengusir. Danu hendak mendebat lagi, tetapi pada akhirnya ia memilih pamit. Namun, ia tidak akan tinggal diam. Akan memikirkan cara lagi untuk membuat pernikahan itu batal.
***
Lelah terus menangis membuat Kinara akhirnya tertidur lelap. Dua jam kemudian, gadis itu terpaksa membuka mata karena ada panggilan masuk. Ia melihat ada namanya Kinanti tertera di layar. Dengan segera, Kinara menerima panggilan itu.
"Ara ... kamu masih menangis?" tanya Kinanti cemas. Tidak ada jawaban. Hanya isakan lirih yang terdengar begitu memilukan. "Maafkan kakak, Ara. Sudah membuat hidup kamu menderita."
"Tidak, Kak. Semua memang sudah garis takdir Ara. Kakak tidak bersalah apa pun. " Gadis itu menjawab sambil sesegukan. Itu memang sudah takdir, tetapi Kinara sungguh tidak ingin. Ia belum ingin menikah apalagi dengan pria yang bahkan ia belum pernah mengenalnya. Jangankan mengenal, melihat saja ia belum pernah. Rupanya seperti apa pun, Kinara tidak tahu.
"Berjanjilah untuk selalu bahagia, Ara. Saran kakak, mending kamu ikuti aja permintaan papa. Kamu tahu 'kan papa seperti apa. Kalau kamu tidak bahagia maka kakak akan membantu kamu cerai dari suamimu," ujar Kinanti dengan penuh ketegasan.
Kinara diam. Berusaha untuk memikirkan. Sepertinya saran Kinanti tidak terlalu buruk. Untuk waktu sekarang, ia harus pasrah saja pada perintah orang tuanya. Setelah pernikahan itu terjadi, mungkin dua bulan kemudian Kinara akan mengajukan cerai. Namun, Kinara yakin bahwa semua tidak akan semudah yang dibayangkan.
"Tapi, Kak ...."
"Sudah, Ara. Lebih kamu ikut saran kakak saja. Walaupun jauh, kakak akan selalu melindungimu. Kakak juga minta maaf, tidak bisa pulang saat pernikahanmu. Lagi pula, kalian hanya ijab-kabul secara diam-diam bukan?"
"Kak ...."
"Kalau kakak sudah libur, kakak janji akan segera pulang. Sekarang kakak matikan dulu karena kakak masih ada urusan. Teruslah bahagia, Sayang."
Panggilan itu langsung terputus begitu saja. Kinara menghela napas panjang. Walaupun kembar, tetapi hubungannya dengan sang kakak tidaklah sangat dekat. Mereka bahkan sering berselisih paham. Namun, jika terjadi apa-apa maka Kinanti akan melindungi Kinara. Entah mengapa, untuk sekarang ini justru Kinanti menyuruh Kinara untuk menerima bukan menggagalkan perjodohan ini.
Kinara tidak akan berburuk sangka. Bagaimana juga, hanya Kinanti saudara yang ia miliki.
***
Tanpa terasa waktu terus berlalu. Besok pernikahan itu akan digelar. Kinara benar-benar terkurung. Ia tidak bisa pergi sama sekali. Danu sudah beberapa kali datang ke rumah, tetapi lelaki itu diusir oleh Papa Soni. Yang lebih membuat terasa mengenaskan adalah ponsel Kinara yang entah menghilang ke mana. Sejak bangun tidur, gadis itu tidak melihat ponselnya padahal ia ingat kalau benda pipih itu tidak pernah jauh dari tempatnya.
Sekarang, ia tidak bisa lagi menghubungi Danu. Saat bertanya kepada orang tuanya, mereka hanya menjawab tidak tahu. Jawaban yang penuh dengan kebohongan menurut Kinara.
"Sayang, walaupun hanya ijab, kamu tetap harus berdandan. Untuk jadi kenang-kenangan nanti. Pesta pernikahan kalian akan digelar nanti, kalau Kak Kinan sudah libur," kata Mama Yayuk lembut. Mengusap puncak kepala Kinara dengan penuh kasih sayang. Namun, Kinara langsung menepisnya.
"Tidak perlu, Ma. Aku mau tampil apa adanya." Kinara menjawab ketus. Ia sudah terlalu lelah dan marah kepada orang tuanya. Walaupun mereka berbicara dengan lembut, tetapi keputusan mereka untuk menjodohkan bukanlah hal yang baik.
"Sudahlah, mama tidak akan memaksa. Ingat, besok jam delapan ijab kabul akan dilaksanakan. Mama harap kamu tidak membuat masalah," ancam Mama Yayuk.
Kinara hanya menatap kepergian wanita itu dengan perasaan sedih. Sepertinya memang sudah tidak ada lagi cara untuk kabur. Ia memang harus mengikuti alur.
Keesokan paginya, saat Kinara membuka mata, ia sudah langsung disambut oleh beberapa perias. Gadis itu pun segera membersihkan diri dan membiarkan wajahnya dirias. Namun, Kinara meminta cukup dirias sederhana dan tampak natural.
Setelah selesai, Kinara pun segera keluar ketika namanya dipanggil. Ia duduk di ruang tamu bersama dengan kedua orang tuanya dan pak penghulu juga beberapa kerabat. Mempelai lelaki belum datang karena masih terjebak macet. Selama menunggu, Kinara berusaha agar tidak menangis. Siap tidak siap, ia harus menyiapkan diri. Menjadi istri orang setelah ini.
"Maaf, kami terlambat."
Suara dari arah pintu mengalihkan perhatian mereka. Begitu juga dengan Kinara. Ia mengamati satu persatu para tamu yang datang. Tiba-tiba ia terpaku saat melihat seorang pria tampan. Berkulit putih dengan tinggi sekitar seratus delapan puluh lima, ikut bersama mereka.
Pria itu memakai jas putih, dan Kinara yakin bahwa pria itu adalah calon suaminya. Mereka pun bersalaman. Kinara tampak gugup apalagi saat ia bersalaman dengan pria itu. Gadis itu terus saja menunduk.
"Kenapa kamu terus menunduk seperti ini? Apakah aku terlihat menyeramkan?" tanyanya. Suara bariton itu terdengar begitu tegas. Kinara hanya menggeleng lemah. "Tataplah mataku. Aku tidak akan menerkammu."
Dengan memberanikan diri, Kinara mendongak dan tatapan keduanya pun saling beradu. Kinara merasa ada aliran aneh yang menyusup masuk ke tubuhnya. Sebuah perasaan yang susah dijelaskan.
Tatapan mata itu .... kenapa aku merasa pernah melihatnya?
jangan² nanti minta anak kakaknya diurus oleh ara kalau iya otw bakar rumahnya
kinara masih bisa sabar dan berbaik hati jangan kalian ngelunjak dan memanfaatkan kebaikan kinara jika gk bertaubat takut nya bom waktu kinara meledak dan itu akan hancurkan kalian berkeping" 😏😂