“Aku bukan barang yang bisa diperjualbelikan.” —Zea
Zea Callista kehilangan orangtuanya dalam sebuah pembantaian brutal yang mengubah hidupnya selamanya. Diasuh oleh paman dan bibinya yang kejam, ia diperlakukan layaknya pembantu dan diperlakukan dengan penuh hinaan oleh sepupunya, Celine. Harapannya untuk kebebasan pupus ketika keluarganya yang serakah menjualnya kepada seorang mafia sebagai bayaran hutang.
Namun, sosok yang selama ini dikira pria tua berbadan buncit ternyata adalah Giovanni Alteza—seorang CEO muda yang kaya raya, berkarisma, dan tanpa ampun. Dunia mengaguminya sebagai pengusaha sukses, tetapi di balik layar, ia adalah pemimpin organisasi mafia paling berbahaya.
“Kau milikku, Zea. Selamanya milikku, dan kau harus menandatangani surat pernikahan kita, tanpa penolakan,”ucap Gio dengan suara serak, sedikit terengah-engah setelah berhasil membuat Zea tercengang dengan ciuman panas yang diberikan lelaki itu.
Apa yang akan dilakukan Zea selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BEEXY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 - Zea adalah Properti
“Kau mau membawaku kemana?!” Zea melihat ke kanan dan kiri saat mobil Lamborghini Aventador itu terus melaju kencang.
Aroma parfum seorang Giovanni Alteza begitu semerbak tapi tetap saja tak mengalahkan rasa takut Zea yang membuncah. Bahkan saat ditanya, pria itu masih diam saja.
“Aku bertanya padamu, jawab! kau bisu?!”sentak gadis itu.
“Diam atau aku akan membuatmu pingsan di sini.” Gio berkata dengan dingin.
Zea terbelalak dengan ancaman Gio. “Kau ..!”
“Tutup mulutmu.” Gio kini menatap tajam Zea.
Gadis itu seketika menelan ludahnya kasar mendapatkan tatapan mengerikan dari pria yang entah mau membawanya kemana. Dia kembali mengamati wajah Gio dari samping, nampak tidak asing.
“Kau ... Giovanni Al—" belum sempat menyelesaikan kata-katanya Gio telah memotongnya.
“Turun.”
Zea terkejut.
Giovanni berdecak dan langsung berjalan keluar mobil dan membukakan pintu mobil bagian Zea. Gio menyeret paksa Zea keluar .
Langkah-langkah cepatnya nyaris terseret di atas lantai marmer mansion mewah yang luas, dikelilingi dinding kaca raksasa yang memperlihatkan pemandangan hutan lebat di luar sana. Udara malam terasa dingin, tetapi bukan itu yang membuat tubuhnya gemetar—melainkan tatapan dingin pria yang kini menyeretnya tanpa belas kasihan.
Mansion nya bukan sekadar rumah biasa. Ini adalah benteng. Tingginya menjulang dengan arsitektur modern yang didominasi kaca dan beton hitam elegan. Lampu gantung kristal besar menggantung di langit-langit tinggi, menciptakan bayangan tajam di lantai marmer hitam yang berkilau.
Beberapa anak buah pria itu berdiri di sepanjang lorong, mengenakan setelan hitam rapi, tetapi aura mereka jelas bukan sekadar asisten atau pelayan biasa. Mereka menundukkan kepala saat pria itu melintas, memberikan hormat seolah ia adalah raja di kerajaan ini.
Gio Alteza.
Nama itu bergema di kepala Zea, membuat dadanya berdegup semakin kencang. Gio Alteza, CEO Alza Grup. Pria yang dikagumi banyak wanita, pebisnis sukses yang sering menghiasi majalah ekonomi. Bagaimana mungkin dia juga seorang mafia?
Zea ingin berhenti berjalan, ingin memberontak dan berteriak bahwa semua ini pasti salah. Tetapi genggaman tangan pria itu terlalu kuat. Tatapan matanya begitu dingin, seolah ia hanyalah pemilik barang yang sedang mengatur asetnya, bukan manusia yang baru saja membeli seorang gadis seperti dirinya.
Zea berusaha menarik tangannya. "Lepaskan aku! Aku bukan barangmu!"
Namun, bukannya menjawab, Gio justru mempererat cengkeramannya dan terus menyeretnya ke lantai atas mansion. Suara sepatu kulit pria itu bergema di tangga marmer, dentingan besinya terasa mengancam.
Sampai akhirnya, sebuah pintu besar terbuka.
Gio mendorong Zea masuk ke dalam kamar yang luas. Langit-langitnya tinggi dengan lampu gantung modern. Dinding-dindingnya dihiasi lukisan abstrak mahal, dan sebuah ranjang king-size dengan seprai hitam berada di tengah ruangan. Aroma kulit dan kayu cendana menyebar, khas ruangan yang dimiliki pria berkelas.
Namun, sebelum Zea bisa bereaksi, tubuhnya didorong ke atas kasur.
"Ugh!" Zea terhuyung, punggungnya menekan kasur empuk itu. Namun, sebelum ia bisa bangkit, Gio sudah di atasnya, satu tangan mencengkeram pergelangan tangannya, dan tangan lainnya bertumpu di sisi wajahnya.
Tatapan mengerikan Gio mengintimidasi penuh ancaman.
"Jangan pernah mencoba kabur," suara Gio rendah, nyaris seperti bisikan yang menyeramkan. "Aku tidak suka memburu sesuatu yang sudah menjadi milikku."
Zea menelan ludah. Nafasnya tercekat saat wajah pria itu semakin dekat.
"Dan kalau kau berani melawan…" Gio mempererat cengkeraman tangannya, menekan Zea lebih dalam ke kasur. "Aku pastikan kau akan menyesal, Zea Calista."
Zea memejamkan mata, tubuhnya bergetar. Ia tidak tahu apa yang akan pria ini lakukan. Zea bisa merasakan deru nafas Gio di lehernya.
“Kau milikku sekarang, mengerti?”ucap Gio dengan nada rendah dan serak, suara baritonnya yang seksi membuat Zea merinding.
“Milikmu?! Aku bukan barang yang bisa kau sebut sebagai milikmu.”
“Lantas apa? Kau tak lebih hanya seonggok daging yang dijadikan bayaran untuk menebus hutang paman dan bibimu. ” Gio menyeringai. “Malang sekali nasibmu,"ucap Gio dingin.
“Lepaskan aku!”
“Jika aku tidak mau?” Gio berseringai lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Zea, dia berbisik pelan. “Aku bisa melakukan apapun pada barang milikku.”
Zea mencoba meronta-ronta untuk lepas dari genggaman Gio tapi tidak bisa, tenaganya tidak sebanding dengan Gio. “Sudah kubilang berapa kali kalau aku bukan barangmu!!!” Zea menggigit leher Gio agar lelaki itu menjauh.
Tapi, yang terjadi justru Gio tertawa di lekuk leher Zea. “Kau pikir itu sakit, huh? Hahaha, tidak sama sekali.”
Zea terbelalak.
“Kau benar-benar bernyali melakukan itu padaku, Zea Calista.” Gio tambah mengeratkan genggaman tangannya pada Zea. “Kau sebut itu gigitan, hm? Ini gigitan yang sebenarnya.”
Giovanni menggigit daun telinga Zea membuat gadis itu tersentak dan merintih. “Akh. Sakit.”
“Bagaimana rasanya, huh? Maka dari itu, berpikirlah sebelum bertindak.”
Gio menjauhkan tubuhnya lalu menatap raut kesakitan Zea dengan seringai. “Wajah ketakutan dan kesakitan mu, aku menyukainya.” Lelaki itu membelai pipi Zea dengan lembut namun segera Zea mengelak.
“Masih saja bernyali.” Gio akhirnya mencengkram dagu Zea. “Propertiku tidak boleh melawan pada tuannya.”
“Lepaskan aku.. lepas!”
“Tidak sebelum kau faham posisimu.”
“Cih.”
“Kenapa? Masih mau melawanku?”ucap Giovanni dengan tatapan dingin. “Harusnya kau tau, di sini kau hanya sebagai barang ku, propertiku ... ”
Zea mengepalkan kedua tangannya yang ditahan oleh Gio. Dia ingin sekali marah dan mengamuk di depan Gio, ingin menghajar lelaki itu tapi kala itu Zea tidak berdaya.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya itu, Gio akhirnya melepaskan cengkraman tangannya pada Zea.
Pria itu bangkit dari atas kasur setelah menindih Zea. “Lihatlah dirimu yang begitu kecil seperti lidi. Aku bahkan bisa menghancurkanmu dengan sekali remasan tanganku,”ucap Giovanni sembari menggenggam tangannya sendiri.
Zea lantas terbelalak. “Kau benar-benar kejam!”
“Aku kejam karena aku memiliki kekuasaan dan kekuatan. Semua bisa kulakukan. Termasuk membelimu.” Giovanni bersmirk. “Dalam satu jentikan jari pun aku bisa memberikan surga dunia padamu, Zea Calista. Tapi, properti seperti mu harus dilatih dulu bagaimana cara tunduk ke tuannya.”
Zea terbelalak.
Sementara Giovanni berjalan, melangkah dengan angkuh, pergi meninggalkan Zea dalam kesendirian.
Pintu itu tertutup dengan suara ‘klik’ yang keras, mengunci Zea di dalam kamar luas itu.
Seketika, kesunyian terasa lebih menakutkan dibanding ancaman pria itu. Zea meringkuk di kasur king size itu. Sendirian dalam dinginnya malam. Zea hanya bisa menggigit bibir bawahnya ketakutan.
Apa yang akan terjadi padanya nanti? Bagaimana nasib akan membawanya bersama Giovanni Alteza? Zea memejamkan matanya, tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi nanti. Telah diseret ke mansion besar di tengah hutan ini saja telah membuat nyalinya terombang-ambing. Ingin melawan tapi tidak mampu. Mengingat bagaimana Gio dengan mudah mengintimidasinya.