Cerita ini mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Andreas yang bernasib menyedihkan selama bersama keluarganya sendiri.
Setelah ibunya dan kakak pertamanya membawanya pulang ke rumahnya, alih-alih mendapat kasih sayang dari keluarganya, malah dia mendapat hinaan serta penindasan dari mereka.
Malah yang mendapat kasih sayang sepenuhnya adalah kakak angkatnya.
Akhir dari penindasan mereka berujung pada kematiannya yang tragis akibat diracun oleh kakak angkatnya.
Namun ternyata dia mempunyai kesempatan kedua untuk hidup. Maka dengan kehidupan keduanya itu dia gunakan sebaik-baiknya untuk balas dendam terhadap orang-orang yang menindasnya.
Nah, bagaimanakah kisah selengkapnya tentang kisah pemuda yang tertindas?
Silahkan ikuti terus novel PEMBALASAN PUTRA KANDUNG YANG TERTINDAS!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PPKYT 003. Andreas Masuk Perangkap
Andreas sudah memutuskan untuk tidak memberi tahu apalagi memperlihatkan hasil kelulusannya selama kuliah di fakultas desainer interior kepada keluarga Grayden, meskipun dia tergolong meraih prestasi yang terbaik kedua.
Dan kalau dia mau, dengan kecerdasannya dia bisa saja meraih prestasi terbaik pertama.
Catat itu...!
Dia sudah bisa membayangkan apa reaksi keluarga Grayden jika dia nekad memberi tahu mereka.
Bukan saja papanya berserta yang lainnya tidak percaya dengan kemampuannya yang bisa meraih prestasi yang fantastis begitu, malah bisa jadi pemuda Andreas akan mendapat penindasan yang lebih keras lagi.
Dengan tuduhan bahwa Andreas telah berdusta. Atau bisa jadi mereka menuduhnya memanipulasi nilai. Atau bisa jadi mereka menuduhnya melakukan trik kotor agar mendapat nilai yang bagus.
Padahal, jika mereka mengetahui bahwa yang menjadikan Nayshilla bisa meraih predikat terbaik pertama di fakultasnya adalah seorang Andreas, mungkin mereka akan tercengang-cengang.
Setelah acara wisuda di kampusnya selesai, setelah pesta kecil-kecilan di kafe bersama Julian, pada sore hari Andreas pulang ke kediaman keluarga Grayden yang masih dia anggap rumahnya.
Ya, bangunan mewah yang besar itu hingga saat ini masih dianggapnya sebagai rumahnya. Meskipun rumah segede itu tidak memberinya jatah kamar tidur untuknya.
Selama empat tahun ini dia harus tidur di ruangan yang tidak luas, yang pengap yang disebut sebagai gudang bawah tanah.
Dengan kata lain, Andreas diberi kamar yang tidak layak ditempati oleh manusia seperti dirinya. Yang mana sejatinya ruangan itu lebih layak ditempati oleh barang-barang rongsokan.
Tapi apa mau dikata, nasib sudah menentukan, seorang Andreas tidur bersama barang-barang rongsokan selama empat tahun ini.
Miris bukan...?
Sementara Leonard yang notabene bukan anak kandung Hendrick Grayden, bukan saja diberi kamar tidur yang layak, bahkan kamarnya begitu luas megah dan mewah.
Bukan saja fasilitas yang baru secuil dari kekayaan keluarga Grayden yang anak sialan itu dapatkan, bahkan kemewahan keluarga Grayden serta kemanjaan tercurah pada Leonard.
Fasilitas mobil pribadi yang mahal lagi mewah, uang jajan perbulan yang banyak, pakaian merek-merek branded yang kalau Leonard mau tiap hari bisa diganti beli-ganti beli.
Sedangkan Andreas, jangan mimpi dia bakalan mendapat keistimewaan seperti itu. Bahkan dia mendapatkan penghinaan dan penindasan dari keluarga tersebut, yang notabene keluarga kandungnya.
★☆★☆
Seperti biasa, seperti hari-harinya di kediaman keluarga Grayden, Andreas berpenampilan lusuh, agar orang-orang seisi rumah tidak curiga kalau dia punya finansial sendiri meski belum banyak.
Semua hartanya; smartphonenya serta kartu ATM-nya dititipkan ke Julian. Bahkan, agar tidak membuat curiga keluarganya, semua perlengkapan kuliahnya juga dititipkan ke rumah Julian.
Yang dia bawa keluar masuk rumah itu cuma tas butut lagi usang, tempat alat-alat atau perlengkapan melukisnya yang sederhana.
Dengan langkah perlahan Andreas masuk ke dalam rumahnya dengan kepala agak tertunduk, bagai layaknya dia itu seorang pembantu yang tidak pantas menegakkan kepala, di rumahnya sendiri.
Melewati ruang tamu suasana terendam dalam sepi. Tapi dari situ sayup-sayup telinganya mendengar suara sedikit ramai yang diselingi percakapan yang penuh kehangatan di ruangan lain.
Dia cukup tahu kalau suara percakapan penuh kehangatan yang membuatnya iri itu di ruangan tengah. Dan itu adalah suara percakapan dari orang-orang yang dia anggap keluarga.
Mau tidak mau, untuk menuju kamar tidurnya yang terletak di bagian belakang, Andreas harus melewati ruang tengah, dengan amat terpaksa.
Seandainya ada jalan lain untuk menuju ke kamarnya, dia akan menempuh jalur itu, tidak melewati ruang tengah.
Karena di ruang tengah itu berkumpul orang-orang yang disebut keluarga, namun membuat hatinya luka yang berbalut rasa sakit.
Pemuda yang tampak malang itu terus melangkah gontai, meski sebentar lagi sepasang kakinya menginjak areal ruang tengah yang luas itu.
Sementara suara percakapan orang-orang yang ada di situ semakin jelas terdengar di telinganya.
"Selamat ya, Leon! Kamu memang anak kebanggaan papa...," kata Pak Hendrick seraya menepuk-nepuk pundak Leonard sambil tersenyum bahagia. "Tidak sia-sia papa dan mama membiayai kamu kuliah di luar negeri di fakultas desainer interior."
"Mama bangga sama kamu, Nak," Nyonya Victoria tidak mau kalah memuji sambil tersenyum penuh bahagia, "kamu lulus tahun ini dengan prestasi terbaik...."
"Kakak juga bangga sama kamu, Leon," imbuh Stephanie sambil tersenyum berseri-seri. "Kamu benar-benar menunjukkan kelasmu sebagai putra dari keluarga Grayden yang jenius."
"Anak yang baik pasti akan memperoleh hasil yang gemilang terhadap usahanya," Evelyne tidak mau ketinggalan memuji sekaligus memberi selamat. "Selamat ya, Leon, kamu benar-benar putra kebanggan keluarga Grayden."
"Kalian terus memujiku, sampai aku tidak enak hati," kata Leonard berlagak merendah sambil tersipu. "Tidak puaskah kalian memujiku dan memberiku selamat sewaktu aku baru tiba di badara tadi?"
"Walau seharian kami memujimu dan memberimu selamat, rasanya kami belum puas," kata Pak Hendrick dengan senyum yang belum lepas.
"Kamu memang pantas mendapatkannya, anakku," kata Nyonya Victoria sambil membelai lembut kedua pipi Leonard.
"Pa, ma, Kak Stephy, Kak Evy, terima kasih atas kepercayaan dan dukungan yang kalian berikan kepadaku selama ini. Aku pastinya nggak akan mengecewakan kalian...."
"So pasti dong," balas Evelyne. "Kamu 'kan anak yang baik. Nggak seperti si Andre yang sukanya bikin onar."
"Kak Evy, jangan selalu merendahkan Andre," kata Leonard berlagak membela. "Biar bagaimana pun dia juga bagian dari keluarga ini...."
"Nggak usah kamu membelanya," tanggap Evelyne. "Anak sialan itu emang pantas direndahkan."
"Pa, ma, aku juga dapat kabar dari Kennan kalau hari ini adiknya juga telah selesai wisuda," kata Stephanie memberi tahu. "Dia juga meraih peringkat terbaik pertama, sama seperti Leon."
Kennan adalah pacarnya Stephanie yang sekarang sudah berstatus tunangan.
"Maksudmu putrinya Pak William yang bernama Nayla itu?" tebak Nyonya Victoria ingin memastikan.
"Benar, Ma, Nayla, adik kedua Kennan."
★☆★☆
Sementara Andreas sudah mulai masuk ke areal ruang tengah. Tentu saja ucapan Evelyne yang merendahkannya serta ucapan Leonard yang sok membelanya tadi jelas dia dengar.
"Benar, papa juga telah diberi kabar oleh Pak William, rekan bisnis papa sekaligus calon besan itu," kata Pak Hendrick ikut mengabarkan.
"Pak William sungguh beruntung punya putri seperti Nayla kalau begitu," komentar Nyonya Victoria turut memuji," tahun ini putrinya telah lulus kuliah dengan nilai terbaik."
"Tidak sia-siap kamu menjadikan Kennan sebagai kekasihmu, Stephy," kata Nyonya Victoria seraya tersenyum manis pada putri pertamanya. "Dia sudah terbukti berasal dari keluarga yang jenius, di samping terhormat dan salah satu yang terkaya di kota ini."
"Tentulah. Dan pastinya keluarga Oom William amat senang mendapat anugrah yang membahagiakan seperti itu ya, Pa, Ma," imbuh Stephanie sambil tersenyum ceria.
"Tentu," tanggap Pak Hendrick. "Papa dengar Nayla memang anak yang pintar...."
"Tapi Leon jauh lebih pinter dong, Pa," sambar Evelyne seakan tidak ingin Leonard ada yang menyamai.
"Hahaha...! Itu sudah pasti," sambut Pak Hendrick juga seakan tidak mau putra angkatnya itu lebih hebat dari yang lain.
Sementara Andreas sudah masuk lebih dalam ke areal ruang tengah. Dia semakin jelas mendengar obrolan-obrolan yang membuat telinganya panas sebenarnya.
Tapi apa mau dikata, dia adalah anak yang tidak dianggap di rumah ini. Kehebatan yang ada padanya seolah terbenam begitu saja bagi keluarga Grayden.
Padahal, jika mereka tahu prestasi terbaik yang diraih Nayla adalah hasil bantuannya. Padahal, jika mereka sedikit saja membuka kesadaran, mereka akan mengetahui kalau seorang Andreas jauh lebih hebat dari pada Leonard, si anak sialan itu.
"Andre!"
Pemuda yang tampak malang itu terpaksa berhenti melangkah demi memenuhi panggilan sang ibu. Lalu dia menoleh pada orang-orang di sekitar sofa ruang tengah itu, tanpa mendekat ke situ.
"Ke mana saja kamu hah?" damprat Nyonya Victoria dengan berang. "Apa kerjamu hanya keluyuran saja di luar sana tanpa berbuat sesuatu yang berarti bagi keluarga?"
"Memang cuma gitu yang bisa dilakukan anak bodoh ini," kata Stephanie bernada sinis dan ketus seraya memandang ilfeel pada Andreas.
"Nggak ada yang bisa dia lakuin buat keluarga, Ma," sinis-ketus Evelyne merundung adik kandungnya itu. "Karena anak sialan ini nggak bisa apa-apa...."
Andreas hanya bisa pasrah mendengar penghinaan yang dilakukan oleh keluarganya, tanpa bisa berbuat apa-apa. Kepalanya semakin tunduk dengan menyedihkan.
"Andre! Kenapa kamu ini semakin hari semakin menyedihkan?" kesal Pak Hendrick penuh kecewa. "Kenapa kamu nggak bisa berbuat sesuatu yang membuat kami senang... sehari saja...."
"Lihat kakakmu ini, Leon! Dia bahkan telah membuat kami semua amat bangga kepadanya," lanjut Pak Hendrick semakin berapi-api menyudutkan Andreas.
"Tahun ini di kampusnya di luar negeri dia sudah lulus kuliah dengan meraih predikat terbaik," lanjut Pak Hendrick merasa bangga.
"Sementara kamu apa? Apa yang kamu dapat hah?!"
"Andre, cobalah kamu menurut!" sambung Nyonya Victoria tampil menasehati. "Jangan berbuat onar lagi di rumah, jangan cari masalah lagi sama Leon! Jadilah anak baik, Nak!"
"Pa, Ma, sudahlah!" lagi-lagi Leonard tampil dengan baik seolah membela yang tertindas. "Jangan memarahi Andre terus-terusan. Dia baru pulang, tentu saja lelah."
"Lihat kakakmu ini yang selalu mengalah padamu!" kata Nyonya Victoria bernada sedih. "Dia terus saja membelamu meski kamu sering menyakitinya."
"Ayo lah, Ndre, gabung ke sini!" ajak Leonard berlagak merendah. "Tidakkah kamu memberi selamat pada kakak yang sudah lulus kuliah di luar negeri?"
"Oh, maaf, Kak Leon, aku nggak punya apa-apa," tanggap Andreas seraya tersenyum enggan dan takut-takut. "Aku nggak bisa beri hadiah."
"Apa kamu ini?" ketus Stephanie bernada kesal dan sinis. "Keluarga ini memberimu banyak uang, tapi kamu habiskan dengan cuma-cuma."
Mendengar ucapan kakak pertamanya barusan, Andreas cuma bisa tersenyum pahit.
Keluarga Grayden memberinya banyak uang?!
Apa mereka tidak sadar atau memang sekedar pura-pura bahwa selama empat tahun ini keluarga Grayden tidak memberinya uang sepeser pun?
"Sudah lah, Kak!" Leonard semakin memerankan lakonnya.
Lalu Leonard kembali beralih pada Andreas, terus berkata.
"Tidak perlu memberi hadiah segala. Bersulang saja dengan aku sudah cukup."
"Oh, iya, baik, baik, kak...."
Kemudian Andreas bergegas menuju sofa. Begitu sampai, dia langsung meraih teko yang berisi minuman.
Sedangkan Leonard meraih sebuah gelas lagi yang kosong di atas meja. Sementara di tangan kanannya masih menggenggam gelas yang sudah kosong yang tadi dipakai bersulang bersama papa-mama serta kedua kakak perempuannya.
Berikutnya, tanpa curiga macam-macam, Andreas menuangkan minuman ke dalam dua buah gelas yang dipegang Leonard.
Setelah itu Andreas menerima gelas berisi minuman yang disodorkan Leonard yang dipegang di tangan kanannya, tanpa bercuriga dan protes, kenapa Leonard memberikan gelas bekas minumnya.
Setelah menaruh kembali teko minuman ke atas meja, setelah bersulang dengan Leonard sambil mengucapkan selamat, Andreas menandas habis minuman dalam gelas pemberian Leonard.
Sedangkan Leonard juga menandas habis minuman dalam gelasnya sambil melirik jahat pada Andreas dengan disertai senyum setannya.
Setelah itu apa yang terjadi, sungguh di luar dugaan.
★☆★☆★
Semoga berkenan....