NovelToon NovelToon
Anhe : Teratai Air Yang Damai

Anhe : Teratai Air Yang Damai

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Sri Wulandari

Anhe gadis yang telah di besarkan dalam lingkaran kegelapan. Hanya mengerti akan pembunuhan, membantai tanpa henti, tugas mematikan yang siap datang setiap waktu. Tanpa di duga gadis itu terbunuh saat menghadapi musuh besarnya. Dia bangkit kembali menjadi seorang gadis muda yang masih berusia lima belas tahun. Gadis dengan tubuh lemah, sakit-sakitan dan terbuang.
Anhe terlahir kembali sebagai putri kelima orang yang hampir dia bunuh. Di menit terakhir Tuan besarnya meminta untuk mundur dan pembunuhan di hentikan. Sehingga keluarga itu selamat dari pembantaian. Dan kini dia harus menjadi salah satu dari Putri perdana menteri pertahanan itu sendiri. Terjerat dalam skema keluarga besarnya bahkan keluarga kerajaan yang saling bertentangan.
Gadis pembunuh itu kini harus siap menghadapi perubahan besar dalam hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kuil suci

Kereta berhenti di tempat pemberhentian kereta. Di luar kuil sudah banyak kereta berjejer rapi menunggu pemiliknya datang. Dari wanita kalangan biasa hingga bangsawan terlihat berdesakan untuk datang ke kuil suci di pinggiran kota. Rombongan kereta keluarga Li telah sepenuhnya berada di barisan paling belakang. Nyonya tua Li yang saat ini lebih memilih untuk mengikuti marga keluarganya yaitu Chao. Di bantu pelayan setianya Nyonya Chao turun dari kereta di ikuti Li Anhe.

  "Yi er, kita harus berdoa di kuil atas terlebih dulu baru beristirahat di penginapan terdekat. Malam hari jalur menuju kota cukup rawan perampokan," Nyonya tau Chao menggenggam tangan cucunya.

  Selir pertama mendekat kearah ibu mertuanya. "Ibu. Sudah waktunya jangan sampai waktu baik terlewatkan."

  "Kita pergi sekarang," ujar Nyonya tua Chao berjalan perlahan di bantu Li Anhe. Semua pelayan berjalan di belakang mengikuti Tuan muda dan Nona muda mereka. "Yi er, nenek sangat senang kamu bisa sembuh. Doa ku kepada sang dewa telah di kabulkan. Waktunya untuk kita datang berkunjung memberikan penghormatan paling sempurna."

  Li Anhe mengangguk dengan senyuman canggungnya. Dia harus berpura-pura menjadi gadis lemah lembut. Sesekali dia menekan rasa bosannya.

  "Apa kamu ingin pergi dari kota dan tinggal bersama ku? Kamu telah banyak menderita. Aku tahu bagaimana ayah mu, ibu tiri mu juga semua saudara mu memperlakukan mu dengan tidak baik. Kamu anak yang baik juga penurut. Nenek tidak tega membiarkan mu terlalu lama di ibu kota," suara Nyonya tua Chao bergetar cukup kuat. Tubuh rentanya kini telah mencapai usia delapan puluh tahun. Namun masih sanggup menaiki setiap tangga yang ada di kuil.

  Li Anhe memegang erat tangan neneknya. Dia sendiri tidak tahu harus setuju atau menolaknya. Namun dapat di pastikan ketenangan akan ia dapatkan jika hidup bersama neneknya. "Nenek, cucu ini menyetujuinya."

  Nyonya tua Chao tentu senang mendengar cucu kesayangannya mau ikut bersama dirinya. Di waktu-waktu terakhirnya dia sangat ingin di jaga oleh orang yang ia sayang. "Baik, baik. Saat pulang aku akan memberitahukan hal ini kepada ayah mu."

  "Ibu lihat adik kelima. Dia selalu saja munafik. Menempel kepada nenek sedari kecil jika nenek datang. Berpura-pura menjadi orang paling menderita. Wajahnya bahkan mengesalkan. Aku sangat ingin menarik rambutnya dari belakang," wajah Nona kedua Li Rui merah padam. Rasa cemburu selalu ada di dalam dirinya kepada adik kelimanya. Perhatian Nyonya tua Chao tentu adalah bagian utama dari rasa bencinya. "Heh," mendengus kesal.

  Selir pertama juga menatap tajam kearah Li Anhe. "Mau bagiamana lagi. Ibu mertua selalu saja pilih kasih kepada anak pembawa sial itu. Sekalipun kita ingin mendekat. Kita tidak akan bisa seperti Li Anhe," tangan anaknya bergelayut di lengannya. Cengkeraman tangan putrinya bahkan cukup kuat dan semakin kuat. "Ah, apa yang kamu lakukan. Lengan ibu sakit."

  Nona kedua Li Rui tersenyum. "Ibu maaf, aku hanya ingin melampiaskan kekesalan ku."

  "Kamu bisa melampiaskannya kemana saja. Tapi kenapa kepada ibu? Jaga sikap mu," Selir pertama memarahi putrinya.

  "Aku tahu," Li Rui melunak.

  Nona pertama Li Wen menatap tenang kesegala arah. Dia tahu tentang semua permasalahan di kediaman. Tapi dirinya sangat malas untuk menanggapi atau bahkan mempermasalahkannya. Dengan tubuh tegap dan anggun Li Wen berjalan mendului selir pertama juga Li Rui adik keduanya. "Minggir. Jangan menghalangi jalan ku jika kalian tidak bisa berjalan lebih cepat," ujarnya ketus. Sebagai putri pertama dari Nyonya utama Kediaman. Mendapatkan banyak hal yang lebih mewah juga paling di sayang di keluarga Li. Li Wen tumbuh menjadi gadis muda yang sombong, dan meninggikan semua hal di dalam dirinya.

  Selir pertama dan putrinya nona kedua Li Rui tentu mengalah. Mereka hanya menatap kesal tanpa berani bersuara untuk menentang.

 Setelah sampai di kuil bagian atas, mereka bergiliran untuk melakukan doa. Hingga semua orang telah selesai melakukan doa mereka. Nyonya tau Chao mengajak semua orang untuk beristirahat di salah satu tempat yang telah di sediakan untuk keluarga bangsawan, pejabat, juga orang penting lainnya. Karena harga sewa tempat cukup mahal orang biasa tidak mampu untuk menyewanya. Ada setidaknya tujuh kamar yang telah di pesan Nyonya tua Chao beberapa hari sebelumnya. Li Anhe mendapatkan kamar yang berada tidak jauh dari kamar neneknya. Setelah perjalanan cukup jauh juga berdesakan seharian semua orang masuk ke dalam kamar masing-masing. Sedangkan Li Anhe harus menemani neneknya mengobrol hingga pukul sembilan malam.

 "Sudah larut. Yi er, kamu juga harus beristirahat."

 Nyonya tua Chao tidak tega melihat cucunya dengan tubuh lemah masih saja berbakti kepada dirinya.

 "Baik. Nenek aku pergi dulu," Li Anhe memberikan salamnya sebelum keluar dari kamar. Saat dia melangkah keluar pemandangan malam membuatnya berhenti sejenak. Dia bergerak menuju ke salah satu kursi di salah satu Paviliun halaman penginapan. Penginapan itu berada di atas bukit dan semua pemandangan di bawah cukup menakjubkan. Selama kehidupan sebelumnya dia tanpa sadar melewatkan semua pemandangan yang indah itu. Yang ada di pikirannya hanya tugas, tugas dan tugas. Ketenangan yang ia dapatkan ini membuat hatinya lebih nyaman.

 "Nona muda, cuaca malam ini lebih dingin dari biasanya. Saya akan mengambilkan jubah tebal di kamar," pelayannya bergegas menuju ke kamar Nona kelimanya.

 Li Anhe memandang kearah langit berbintang luas dengan bulan bulat di atas sana. Pemandangan tembok kekaisaran juga terlihat menjulang tinggi di bawah. "Ternyata aku juga bisa memandang dunia dengan pemikiran berbeda," bibirnya mengembang perlahan. Wajah cantik di bahwa sinar rembulan seperti dewi langit yang turun dari bumi. Kecantikannya di turunkan dari ibunya bukan ayahnya. Karena keelokan wajahnya kakak tertuanya dan kakak keduanya merasa tersaingi. Li Anhe juga sadar akan hal itu dia memutuskan untuk tidak ikut campur di keluarganya dan memiliki untuk berdiam di halaman miliknya sendiri. Setiap keluar rumah wajahnya akan di tutupi kain putih bersih. Semua orang luar selalu menganggap Nona kelima keluarga Li memiliki wajah jelek penuh koreng. Tapi siapa yang sangka jika kecantikan itu sangat langka.

 Hanya hari ini Li Anhe keluar tanpa penutup wajah. Hampir semua orang menatapnya di sepanjang tanjakan menuju kuil. Nona pertama yang haus akan pujian selalu menatap tajam kearahnya tapi tidak ada keluhan yang keluar dari mulutnya.

 Di antara kegelapan, suara dari balik semak belukar terdengar. Li Anhe dengan insting yang telah terasah alami tentu tahu jika ada orang di dalam kegelapan. Dia duduk tenang namun juga waspada.

 "Nona muda," pelayannya memberikan jubah tebal.

 "Kita kembali," Li Anhe bangkit berjalan pergi di ikuti pelayannya.

 Baru saja mereka masuk ke dalam kamar. "Aku masih lapar. Apa kamu bisa membuatkan aku bubur kacang merah?"

 "Tentu," pelayannya pergi keluar setelah mendapatkan perintah.

 Di dalam kamar hanya ada gadis muda itu. Atau mungkin tidak hanya dia saja yang ada di sana. Dia duduk di kursi dengan tenang.

 Belati telah siap di tenggorokannya.

 "Aku tidak akan menyakiti mu," suara seorang laki-laki terdengar dari balik punggungnya.

1
Cha Sumuk
belum bls dendam ke BP nya kok mlh dah pergi ga menarik ah cerita nya
Sri wulandari: Cerita tidak sepenuhnya jalan dalam satu tempat yang sama.
Sri wulandari: Saya membuat cerita bukan menyesuaikan keinginan pembaca. Tapi untuk menyalurkan hobi. Jadi suka atau tidaknya anda dengan cerita ini itu tidak ada kaitannya dengan saya.
total 2 replies
Etty Rohaeti
lanjut
Rafly Aiman Syah
ku menunggu
Rafly Aiman Syah
author ku menunggu lanjutan cerita ini ya.
semangat dan sehat selalu
Sri wulandari: Sudah saya up kk. Masih dalam peninjauan. Sabar ya😊❤️
total 1 replies
Rafly Aiman Syah
cerita yg menarik dan alur yg tidak bertele-tele
Rafly Aiman Syah
thor terimakasih untuk cerita yg menarik.
semangat terus dan bisa menciptakan banyak karya terbaik kedepan nya
Rafly Aiman Syah: sama² thor
Sri wulandari: Terima kasih atas dukungannya kk.😊❤️
total 2 replies
Etty Rohaeti
lanjut
Etty Rohaeti
lanjut Thor
Etty Rohaeti
lanjut
Etty Rohaeti
terima kasih Thor
lanjut
Sri wulandari: siap.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!