New Mama Untuk Alesha

Pak Roni lantas pamit dan pergi. Dia akan segera melakukan tugasnya, memastikan Mario membayar semua kejahatannya. Kini, semua bukti sudah cukup untuk menjerat pria itu. Hanya masalah waktu sebelum keadilan ditegakkan.

Di sisi lain, di rumah mewah Mario…

Di dalam kamar luas dengan pencahayaan temaram, Mario duduk di sofa mahal dengan seorang wanita di pangkuannya. Wanita itu bukan istrinya, Tania. Dia adalah seorang wanita malam yang sengaja dibeli Mario untuk memuaskan dirinya.

Mario menyesap segelas anggur merah, pandangannya kosong menatap langit-langit. Tangan wanita itu membelai dadanya, mencoba menarik perhatiannya, tetapi pikirannya berada di tempat lain.

Dia muak.

Muak dengan perjodohan bodoh yang diatur keluarganya. Muak dengan Tania, wanita yang tak pernah ia cintai. Muak dengan semua sandiwara yang harus ia jalani demi mempertahankan citra keluarganya.

Yang sebenarnya ia inginkan hanyalah Olivia.

Wanita yang telah mengisi hatinya sejak dulu. Wanita yang membuatnya merasa hidup. Namun, cinta mereka hancur karena keserakahan orang tuanya. Keluarganya memaksanya bertunangan dengan Tania demi kepentingan bisnis.

Namun, kini Mario melihat ada jalan lain.

Ia tidak akan menyerah.

Dengan kekuatan dan uang yang ia miliki, ia akan merebut segalanya. Ia akan menghancurkan siapa pun yang menghalanginya. Setelah ia berkuasa, setelah semua musuh tersingkir, ia akan melamar Olivia. Ia akan mendapatkannya kembali, tidak peduli berapa banyak nyawa yang harus dikorbankan.

Wanita di pangkuannya mend3sah, mencoba menarik perhatiannya. “Mario, kamu tampak murung malam ini,” ucapnya manja.

Mario menatapnya sekilas, lalu melepaskan tangannya dari pinggang wanita itu. “Pergilah,” katanya dingin.

Wanita itu mengerjapkan mata, terkejut. “Tapi—”

“Saya bilang pergi.”

Nada suaranya membuat wanita itu tidak berani membantah. Ia segera mengambil tasnya dan pergi tanpa menoleh lagi.

Begitu pintu tertutup, Mario bangkit, meneguk sisa anggurnya dalam satu kali tegukan, lalu melempar gelasnya ke dinding. Pecahan kaca berhamburan di lantai, tetapi ia tidak peduli.

Ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. “Pastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Aku tidak ingin ada kesalahan,” katanya dengan suara penuh ancaman.

Di ujung telepon, seseorang menjawab, “Tentu, Bos Mario. Malam ini, semuanya akan dimulai.”

Mario tersenyum tipis.

Sebentar lagi, dunia ini akan menjadi miliknya. Tidak ada yang bisa menghentikannya. Tidak polisi. Tidak keluarganya. Tidak siapa pun.

Dan ketika semuanya berakhir, Olivia akan kembali ke pelukannya.

**

Tak berapa lama kemudian, Mario lantas pergi dari rumahnya menemui para bos. Dia tak peduli dengan wanita panggilan yang hanya menemaninya minum itu.

Yang ada di pikirannya adalah bagaimana hari ini Mario akan mendapatkan titik tertinggi setelah berhasil menjebloskan Aarav ke dalam penjara.

Langkahnya cepat, penuh percaya diri. Setiap orang yang melihatnya tahu bahwa Mario bukan orang biasa. Dia memiliki kekuatan, pengaruh, dan rencana besar yang tidak bisa diganggu oleh siapa pun. Mobil hitamnya melaju kencang di jalanan kota, menembus keramaian tanpa sedikit pun ragu.

Saat tiba di sebuah gudang tua di pinggiran kota, Mario turun dan segera disambut oleh anak buahnya. Mereka semua tahu bahwa hari ini adalah hari besar. Hari di mana Mario akhirnya mengamankan posisinya sebagai orang paling berpengaruh di kelompok mereka.

Di dalam gudang, para bos sudah menunggu. Mereka duduk mengelilingi meja panjang, wajah mereka penuh harap dan waspada. Salah satu dari mereka, seorang pria bertubuh besar dengan bekas luka di wajahnya, menatap Mario tajam.

"Kau benar-benar sudah menyingkirkan Aarav?" tanya pria itu, suaranya dalam dan penuh ketidakpercayaan.

Mario tersenyum tipis. "Dia sekarang ada di balik jeruji besi. Tidak akan keluar dalam waktu dekat."

Para bos saling berpandangan. Mereka tahu bahwa Aarav adalah musuh yang licik dan berbahaya. Jika Mario benar-benar telah menyingkirkannya, maka itu berarti satu ancaman besar telah lenyap dari permainan.

"Sekarang kita bisa melanjutkan rencana kita," lanjut Mario. "Tanpa Aarav, kita akan lebih leluasa menguasai dunia bisnis."

Seorang pria tua dengan rambut putih mengangguk pelan. "Kalau begitu, Mario, kamu layak mendapatkan tempat yang lebih tinggi dalam kelompok ini."

Mario tetap tersenyum, tapi dalam hatinya dia tahu bahwa ini hanyalah permulaan. Dunia yang dia jalani penuh dengan pengkhianatan, dan dia tidak bisa lengah.

Setelah pertemuan selesai, Mario kembali ke mobilnya. Dia menyalakan rokok dan menghembuskan asapnya perlahan. Pikirannya melayang ke masa lalu, saat dia masih menjadi anak buah kecil yang tidak diperhitungkan. Kini, dia berada di puncak. Tapi dia sadar, semakin tinggi dia naik, semakin besar pula ancaman yang akan datang.

Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk: "Jangan terlalu percaya diri, Mario. Aarav punya banyak teman."

Mario mendengus. Dia tahu permainan ini belum berakhir. Ini baru saja dimulai.

Tanpa membuang waktu, dia memerintahkan sopirnya untuk menuju lokasi lain. Malam ini masih panjang, dan dia harus memastikan bahwa posisinya tetap aman.