Di dunia yang penuh gemerlap kemewahan, Nayla Azzahra, pewaris tunggal keluarga konglomerat, selalu hidup dalam limpahan harta. Apa pun yang ia inginkan bisa didapat hanya dengan satu panggilan. Namun, di balik segala kemudahan itu, Nayla merasa terkurung dalam ekspektasi dan aturan keluarganya.
Di sisi lain, Ardian Pratama hanyalah pemuda biasa yang hidup pas-pasan. Ia bekerja keras siang dan malam untuk membiayai kuliah dan hidupnya sendiri. Baginya, cinta hanyalah dongeng yang tidak bisa dibeli dengan uang.
Takdir mempertemukan mereka dalam situasi tak terduga, sebuah insiden konyol yang berujung pada hubungan yang tak pernah mereka bayangkan. Nayla yang terbiasa dengan kemewahan merasa tertarik pada kehidupan sederhana Ardian. Sementara Ardian, yang selalu skeptis terhadap orang kaya, mulai menyadari bahwa Nayla berbeda dari gadis manja lainnya.
dan pada akhirnya mereka saling jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Asila27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ardi di jebak dina
"Terus kenapa Mas Ardi nggak ungkapin perasaan Mas ke Nayla? Dan kenapa tadi waktu ada Nayla, Mas nggak jawab jujur aja?" tanya Dina pada Ardi.
**"Mbak Dina seharusnya tahu, saya ini siapa. Saya orang miskin, Mbak. Saya nggak berani untuk mengungkapkan perasaan saya. Saya sadar diri, saya ini siapa. Saya orang miskin yang sering dipandang sebelah mata.
Bagaimana saya bisa selancang itu untuk mengungkapkan perasaan saya ke majikan saya sendiri?"** ungkap Ardi.
Dina yang mendengar itu pun terdiam. Nyatanya, pandangannya terhadap Ardi semakin baik. Jarang-jarang ada orang miskin yang menolak seorang perempuan kaya.
"Mas Ardi, kenapa Mas berpikiran seperti itu? Seharusnya Mas optimis dan yakin kalau Nayla nggak mandang seseorang dari hartanya. Apa Mas tahu perasaan Nayla ke Mas?" tanya Dina lagi.
Ardi terdiam mendengar pertanyaan itu, lalu akhirnya menjawab, **"Mbak, saya memang nggak tahu perasaan Mbak Nayla ke saya. Dan saya pun nggak berani untuk berpikir terlalu jauh. Saya sadar, Mbak.
Mbak Nayla itu bersikap baik sama saya karena ingin menebus kesalahannya pada saya. Karena saya kehilangan pekerjaan.
Padahal, saya nolongin Mbak Nay itu tulus. Nggak ada keinginan untuk memanfaatkan keadaan."**
Saat Dina ingin menjawab, tiba-tiba dia melihat Nayla berjalan ke arah meja mereka. Dina pun segera mengalihkan pembicaraan.
"Mas, biasanya Mas pulang kampung berapa bulan sekali?" tanyanya.
Ardi sedikit bingung dengan pertanyaan itu. Pasalnya, tadi mereka sedang membahas perasaan Ardi ke Nayla, tapi kenapa tiba-tiba Dina mengalihkan pembicaraan?
Saat Ardi ingin menjawab, tiba-tiba suara Nayla terdengar di belakang mereka.
"Din, kayaknya asik banget obrolan kalian. Aku perhatikan dari tadi," ucap Nayla.
Ardi yang sadar Nayla sudah datang, akhirnya mengerti maksud pertanyaan Dina tadi.
"Iya nih, Nay, soalnya lagi asik ngobrol tentang kehidupan Mas Ardi selama ini. Kamu sih malah pergi, jadi nggak ikut dengerin cerita seru deh," ucap Dina.
"Ya mau bagaimana lagi, namanya juga kebelet," jawab Nayla beralasan, padahal sebenarnya dia menangis karena Ardi tidak mencintainya.
"Kebelet kok lama? Terus kenapa mata kamu sembab?" tanya Dina, padahal dia tahu Nayla habis menangis.
"Iya tadi kelilipan, jadi aku kucek terus jadi sembab gini," Nayla mencari alasan lagi.
"Oh, ya udah. Aku kira habis nangis, Nay," ucap Dina pura-pura tidak tahu.
Sementara itu, Ardi yang memperhatikan percakapan mereka mencuri-curi pandang ke arah Nayla. Saat mendengar Dina menyebut Nayla habis menangis, hatinya merasa tidak enak.
"Ya nggak lah, Din. Ini cuma kelilipan aja kok, gara-gara tadi aku kucek-kucek," tegas Nayla lagi.
"Ya udah kalau nggak mau ngaku. Oh iya, Nay, aku ada kejutan buat kamu!" kata Dina tiba-tiba.
Mendengar kata "kejutan," Nayla langsung menatap Dina penasaran.
"Emang kejutan apa sih, Din?" tanyanya.
"Ada deh! Yang jelas kejutan ini bakal bikin kamu bahagia," jawab Dina penuh rahasia.
Dalam hati, Dina berkata, "Kamu pasti bahagia, Nay, setelah dengar rekaman pengakuan Mas Ardi. Kamu harus beruntung, Nay, karena Mas Ardi itu orang yang jujur dan nggak ada niatan untuk memanfaatkan perasaan kamu demi harta."
"Ya udah kasih tahu aku sekarang! Jangan bikin aku penasaran, Din!" desak Nayla.
"Tunggu nanti lah. Yang jelas kejutan ini bakal bikin kamu bahagia. Tapi kamu harus janji, setelah dapat kejutan ini, kamu jangan nangis ya!" ledek Dina.
"Ya udah, buruan kasih tahu sekarang juga!" kata Nayla tak sabar.
Ardi yang melihat perdebatan dua sahabat itu hanya bisa tersenyum. Tanpa dia sadari, senyumannya itu diperhatikan oleh Nayla.
Saat Nayla melihat senyum Ardi, jujur saja, dia terpesona. Tapi setelah mengingat bahwa perasaannya bertepuk sebelah tangan, dia langsung menunduk sedih.
Dina yang menyadari perubahan ekspresi Nayla jadi bingung. Tadi Nayla begitu penasaran dengan kejutan, kenapa sekarang tiba-tiba terlihat sedih?
"Nay, kamu kenapa? Kok tiba-tiba sedih?" tanya Dina.
Ardi yang mendengar pertanyaan itu pun langsung melihat Nayla. Dan benar, Nayla sekarang menunduk, matanya berkaca-kaca.
"Mbak Nay, kenapa? Mbak Nay nggak apa-apa kan?" tanya Ardi spontan.
Mendengar pertanyaan itu, Nayla langsung mengangkat kepalanya dan menatap Ardi.
"Mas Ar, kenapa sih kamu nggak peka? Kenapa Mas Ar nggak sadar kalau aku sedih ini gara-gara Mas Ar?" gumam Nayla dalam hati.
Ardi yang melihat Nayla hanya menatapnya tanpa menjawab pun kembali bertanya, "Mbak Nay, kenapa sedih?"
Nayla akhirnya menjawab, "Aku nggak apa-apa kok, Mas. Cuma lagi banyak pikiran aja."
Dina yang tadi bertanya lebih dulu merasa diabaikan dan langsung protes, "Nay, kenapa lo nggak jawab pertanyaan gue? Padahal yang nanya duluan itu gue. Kalau bucin, ingat temen juga kali! Jangan sampai ngeacuhin gue."
Mendengar Dina menggerutu, Nayla tersenyum lagi. Dia sudah terbiasa dengan kelakuan sahabatnya yang kadang kekanak-kanakan, kadang sok dewasa, dan kadang seperti intelijen.
"Emangnya kenapa kalau aku jawab pertanyaan Mas Ardi dulu? Kan pertanyaan kalian sama," jawab Nayla santai.
"Ini bukan soal pertanyaan yang sama, Nay. Ini tentang perasaanku yang sakit hati karena kamu lebih memilih menjawab pertanyaan Mas Ardi daripada pertanyaanku!" ucap Dina sarkas.
Ardi yang melihat perdebatan mereka hampir saja tertawa ngakak. Tapi karena tidak ingin menyinggung perasaan mereka, dia menahan tawanya.
Dina dan Nayla yang sadar Ardi sedang menahan tawa pun langsung menatapnya tajam dan bertanya bersamaan, "Mas Ar, kenapa sih? Kok kayaknya nahan tawa?"
Ardi yang tak bisa lagi menahan senyum menjawab, "Mbak Nayla dan Mbak Dina itu lucu ya. Kalian debat di tempat umum, nggak ada yang mau ngalah pula. Kesan-nya kayak Upin Ipin. Tapi sekarang versi Mbak Nay dan Mbak Dina!"
"Mas Ar ih, orang lagi debat sama debt collector kok malah ditertawain sih!" cemberut Nayla.
"He-he-he, iya Mbak, saya minta maaf. Oh iya, saya mau ke toilet sebentar ya, Mbak," kata Ardi tiba-tiba.
Dina yang mendengar Ardi ingin ke toilet buru-buru mengangguk.
Dalam hatinya, Dina berkata, "Ini kesempatan aku untuk kasih rekaman pengakuan perasaan Ardi ke Nayla. Ini baru kejutan yang membahagiakan!"