NovelToon NovelToon
Istri Yang Ternistakan

Istri Yang Ternistakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Mafia / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Penyesalan Suami
Popularitas:668
Nilai: 5
Nama Author: F A N A

Menjadi istri tapi sama sekali tak di anggap? Bahkan dijual untuk mempermudah karir suaminya? Awalnya Aiza berusaha patuh, namun ketidakadilan yang ia dapatkan dari suaminya—Bachtiar membuat Aiza memutuskan kabur dari pernikahannya. Tapi sepertinya hal itu tidak mudah, Bachtiar tak semudah itu melepaskannya. Bachtiar seperti sosok yang berbeda. Perawakan lembut, santun, manis, serta penuh kasih sayang yang dulu terpancar dari wajahnya, mendadak berubah penuh kebencian. Aiza tak mengerti, namun yang pasti sikap Bachtiar membuat Aiza menyerah.

Akankah Aiza bisa lepas dari pernikahannya. Atau malah sebaliknya? Ada rahasia apa sebenarnya sehingga membuat sikap Bachtiar mendadak berubah? Penasaran? Yuk ikuti kisah selengkapnya hanya di NovelToon!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F A N A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter -13

“Sudah selesai, Nona, mari saya antarkan anda bertemu dengan, Tuan Muda,” ucap maid yang baru saja mendandani Aiza.

Aiza kemudian dituntun. Kedua maid tersebut membawa Aiza menuju ruangan lain yang ada di rumah itu. Sebuah ruangan yang terkesan sederhana, namun sangat elegan dan berkelas, yang tepat di tengah-tengahnya terdapat sebuah meja panjang dan besar, dilengkapi kursi-kursi dengan sandaran tinggi.

Seorang pria tampak menunggu kedatangan Aiza dengan ekspresi datar. Aiza mulai gugup, ia melihat ke arah pria tersebut. Bukankah pria itu yang tadi ada di kamar bersamanya?

Aiza memicing. Mencoba membalas cara pandang pria tersebut terhadapnya. Namun, entah mengapa sorot mata Felix terasa sangat mengintimidasi, membuat Aiza kalah.

Aiza kini sudah berdiri tepat dihadapan Felix. Dua orang maid yang datang bersamanya, membungkuk memberi hormat. Salah satu kursi kemudian ditarik, dan Aiza dipersilakan untuk duduk. Aiza menuruti, sehingga kini ia duduk bersebelahan dengan Felix yang masih menatapnya.

“Makanlah.” Seporsi hidangan daging lengkap dengan saus sudah tersaji dihadapan Aiza. Felix mempersilakan dengan nada suara serta ekspresi yang tenang.

Akan tetapi sorot mata pria itu menunjukkan keterbalikkan, menyimpan kemisteriusan, layaknya teka-teki yang sulit untuk dipecahkan?

Aiza mengangguk. Tapi, ia tak langsung menyentuh hidangan itu. Sedari tadi ada perasaan mengganjal di hati yang harus segera wanita muda itu tuntaskan. Tentang dirinya. Tentang bagaimana ia bisa berada di tempat ini. Lalu, Aiza memberanikan diri untuk membuka suara.

“T- tuan….” Aiza mencoba memulai pertanyaannya dengan nada yang sangat lembut. Meski agak sedikit terbata. “A- apa yang sebenarnya terjadi? K- kenapa saya bisa ada di tempat ini? Saya… saya masih belum mengerti.”

Aiza sangat gugup. Apalagi ketika ia tahu jika pria dihadapannya itu sama sekali tak mengambil keuntungan apapun dari tubuhnya. Padahal tadi ia sempat menuduh Felix—yang mana hal tersebut membuat Aiza semakin dirundung perasaan bersalah serta cemas.

“Makanlah dulu. Kita bicarakan setelah ini.” Felix menimpali pertanyaan Aiza dengan suara teduh juga tenang. Padahal tadi Aiza sudah menuduhnya melakukan hal yang sama sekali tak ia lakukan.

Tapi Aiza yang masih penasaran mencoba untuk protes. “T- tapi, Tuan—”

Felix memotongnya. “Apa indera pendengarmu bermasalah? Aku hanya memintamu untuk makan, tapi kenapa kau banyak sekali bicara?” Nada penyampaian serta ekspresi Felix lagi-lagi terlihat begitu tenang. Namun, susunan kalimat yang pria itu lontarkan membuat Aiza seketika bungkam.

Aiza meremas ujung dressnya dengan kedua tangan. Ingin sekali membantah perkataan Felix, tapi tak bisa. Entah karena perasaan bersalah yang sempat menuduh pria itu sudah menodainya, atau mungkin karena Felix yang memiliki aura begitu kuat?

Tidak membantah. Akan tetapi Aiza juga tidak menuruti perkataan Felix. Ia sama sekali tak menyentuh hidangan itu, hanya melihat dengan wajah yang tertunduk lesu.

“Kenapa, tidak berselera? Apa mau aku suruh pelayan untuk membuatkan hidangan yang lain saja?” tanya Felix. Meski terdengar datar dan tenang, entah mengapa kali ini Aiza merasakan perhatian serta ketulusan.

Aiza menggeleng, “Nggak perlu.” Ucapannya selaras dengan gerakan tangannya yang menyentuh punggung tangan Felix yang hendak memindahkan hidangan yang tersaji dihadapan Aiza.

Seketika itu juga Aiza menarik ujung tangannya yang menyentuh punggung tangan Felix, kemudian meminta maaf. “M- maaf.”

Felix bergeming, memandang Aiza dengan ekspresi datar. Namun, bukannya menimpali permintaan maaf Aiza, pria itu malah mengacuhkan dengan meraih persediaan garpu juga pisau kecil, kemudian memotong steaknya.

“Lelaki itu tidak baik. Saranku, jauhi dia,” ucap Felix tiba-tiba. Membuat Aiza yang mulai meraih garpunya, menatap bingung ke arah Felix.

“M- maksud anda?” Meski gugup, Aiza memberanikan diri untuk bertanya.

“Bachtiar.” Felix menjawab singkat. Namun, kali ini langsung ditimpali oleh Aiza. “Tapi dia suami saya.” Dengan nada serta penekanan kalimat ‘suami’ yang sangat jelas.

Felix menghentikan santapannya. Seketika itu pula raut wajah Felix berubah menjadi dingin. Ia kemudian meraih gelas yang ada dihadapannya, meneguk habis air yang ada dalam gelas itu dengan sangat maskulin. “Keluar dari tempatku sekarang juga,” ucap Felix kemudian, namun dengan suara yang tenang.

Aiza terpekur. Kalimat ‘pengusiran’ Felix membuatnya tertegun sejenak. Lalu Aiza mengangguk, bangkit dari duduknya. Dengan suara bergetar ia kemudian mencoba berterima kasih atas kebaikan Felix yang sudah menyelamatkan serta menjamunya. “B- baik, Tuan. Tapi sebelum pergi saya ingin berterima kasih kepada anda, karena sudah menyelamatkan saya.”

Felix tidak menanggapi. Sementara Aiza yang merasa malu serta gugup bergerak meninggalkan tempat tersebut. Saat Aiza hampir keluar dari ruang makan itu, sebuah kalimat dilontarkan Felix, “Kau pikir aku membantumu dengan gratis?” yang membuat Aiza menghentikan langkahnya.

“Semalaman kau tidur bersamaku. Bagaimana bisa aku tidak menyentuhmu?” ucapan Felix membuat Aiza mencengkeram kuat ujung dressnya. “Kau sudah melakukan tugasmu dengan sangat baik, Aiza. Jadi sudah sepantasnya aku memperlakukanmu dengan layak. Tidak ada ikatan budi di antara kita, jadi kau tidak perlu berterima kasih,” imbuhnya kemudian.

Saat Aiza berbalik ingin menanggapi pernyataan Felix. Pria itu sudah pergi dari sana. Aiza hendak menyusul Felix, namun ia merasa tubuhnya mendadak lemah usai mendengar pernyataan tersebut.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Kalimat Felix tentang malam panjang mereka terus terngiang di telinga Aiza. Meski sudah yakin jika tadi malam ia dan Felix sama sekali tidak melakukan hal terlarang, namun tetap saja ucapan pria itu membuat Aiza merasa sangat takut.

Dalam duduknya menikmati perjalanan pulang, Aiza semakin dirundung keresahan. Jika memang apa yang tadi disampaikan Felix adalah benar, bukankah itu berarti sudah tidak ada ‘sesuatu’ yang berharga lagi yang bisa ia berikan terhadap suaminya—Bachtiar ketika nanti malam pertama mereka?

Semua telah direnggut oleh iblis tampan yang berwujud malaikat itu. Merampas ‘mahkota’ Aiza tanpa wanita muda itu sadari.

Mobil mewah keluaran terbaru bermerek Mercedes-Benz berhenti tepat di depan kediaman Bachtiar. Aiza turun, usai seorang pria ber-jas hitam membuka pintu mobil.

Aiza berterima kasih. “Terima kasih, Pak,” sembari menyimpulkan senyumnya. Hendak pergi, tapi kemudian berbalik. “Sampaikan juga terima kasih saya kepada Tuan—” ucapan Aiza terputus. Sengaja, karena ia ingin mendengar langsung nama lengkap pria itu dari ajudan pria tersebut yang mengantarkannya.

Dan ternyata pancingannya berhasil. Pria ber-jas hitam itu menyebutkan nama tuannya. “Tuan Felix D’Addison.”

“Ya, Tuan Felix! Katakan pada beliau jika saya sangat senang sekaligus tersanjung karena sudah dijamu olehnya,” ucap Aiza dengan mata yang berbinar.

Ajudan itu menanggapi ucapan Aiza dengan anggukan juga senyum singkat. Ketika mobil mewah itu telah pergi, Aiza berbalik menghampiri gerbang rumah Bachtiar yang kemudian dibuka oleh penjaganya.

Aiza masuk sembari membalas senyum dari petugas lelaki yang menjaga pintu gerbang rumah tersebut. Dan ketika Aiza melihat mobil Bachtiar yang terparkir di halaman parkiran, perasaan berkecamuk tiba-tiba saja menyelimuti pikiran Aiza.

Kenapa tadi malam Bachtiar meninggalkannya? Apa mungkin suaminya itu sengaja?

‘Nggak-nggak… nggak mungkin Bang Bachtiar sengaja ngelakuin hal itu. Sekejam-kejamnya ia, juga sikapnya yang mendadak berubah setelah pernikahan kami, nggak mungkin rasanya ia tega ngelakuin hal itu, karena sama saja seperti mencoreng harga dirinya,’ batin Aiza.

Usai membuang segala prasangka yang tiba-tiba menyeruak dipikirannya. Aiza kemudian masuk ke dalam rumah. Entah mengapa, ia merasa ada yang aneh dengan situasi ini—yang menurutnya terlalu tenang.

Tidak ada suara sang ibu mertua—Kamariah dari awal ia masuk hingga kini tiba di anak tangga. Juga Nurma yang sepertinya juga sedang tidak ada di rumah, karena sejak tadi Aiza melangkah ia melirik ke segala penjuru arah, namun tidak ada siapapun di sana.

Aiza menghela napas lega. Ia berasumsi, sepertinya Kamariah sedang tidak ada di rumah. Lalu Aiza melangkah santai menyusuri anak tangga, menuju kamar.

“Aaaahhh….” Aiza terkesiap. Langkahnya baru saja terhenti tepat di depan pintu kamar, namun kini sudah disambut oleh desauan seorang wanita.

“L- lebih… cepat lagi, Tiar… aku… aku hampir—” Aiza terperanjat. Apalagi setelahnya ia mengenal suara seorang pria yang begitu ia kenal. “Kau… benar-benar nikmat, Fanya… aku… juga hampir aaahh—”

Bersambung.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!