Musuh Tapi Menikah.

Keesokan paginya.

Inayah sudah terlihat rapi dengan pakaian kerjanya. Kemeja satin premium berwarna hitam serta celana bahan berwarna putih menjadi pilihan Inayah di hari pertamanya bekerja.

Laura yang melihat Inayah berjalan menuruni anak tangga sontak menatap saudari tirinya itu dengan tatapan sinis. Jika saja ayah tirinya sedang tidak ada bersama di meja makan sudah pasti gadis berusia dua puluh lima tahun tersebut akan melontarkan kalimat pedas pada Inayah.

"Mau kemana kamu, pagi-pagi begini sudah rapi???." tanya ayahnya ketika Inayah baru saja bergabung di meja makan.

"Hari ini Inayah akan mulai bekerja, pah." jawab Inayah sambil meraih selembar roti lalu mengoleskannya dengan selai.

"Bekerja??." ulang ayahnya dan Inayah pun mengiyakannya. "Memangnya kamu mau bekerja di mana??? kenapa tidak bekerja di perusahaan papa saja, Nay???."

Belum sempat Inayah menjawab, ibu tirinya lebih dulu angkat bicara. "Biarkan saja pah, mungkin Inayah ingin mencari pengalaman." Munafik, seperti itulah sikap asli ibu tirinya selalu berpura-pura lemah lembut jika dihadapan ayahnya, dan hal itu terlihat sangat memuakkan di mata Inayah.

"Baiklah, jika itu sudah menjadi keputusan kamu, papa tidak akan melarangnya. Tapi papa akan lebih senang bila kamu bergabung di perusahaan papa, Nay."

"Baik, pah. Tapi untuk saat ini biarkan Nay mencari pengalaman." sampai detik ini Inayah tidak pernah berpikir untuk bergabung di perusahaan ayahnya, tapi untuk menghindari perdebatan yang hanya akan merusak moodnya terpaksa Inayah berkata demikian.

Selesai sarapan Inayah pun segera berangkat kerja, begitu pun dengan ayahnya.

"Paling juga dapat kerjaan dari hasil menggoda pria tua bangka diluar sana." kalimat pedas terucap dari mulut Laura setelah menyaksikan mobil Inayah dan ayahnya bergerak meninggalkan gerbang rumah.

"Hati-hati kalau ngomong, jangan sampai kedengaran sama papa!!." peringat ibunya terhadap Laura. Sebenarnya jauh di lubuk hati gadis itu ia merasa iri pada Inayah yang selalu hidup mandiri, berbeda dengan dirinya yang selalu mengandalkan ibunya dalam hal apapun.

Di hari pertamanya bekerja Inayah sudah di suguhkan dengan kemacetan jalanan ibukota. Tapi untungnya ia berangkat lebih pagi, jadi waktu tiga puluh menit yang terbuang akibat kemacetan jalanan ibukota tidak sampai membuatnya terlambat tiba di kantor.

"Pagi Nay..." sapa Ayu yang tiba di waktu yang hampir bersamaan dengan Inayah.

"Pagi, nyonya Dokter." bertunangan dengan seorang dokter membuat Inayah sering kali memanggil sahabatnya itu dengan sebutan Nyonya dokter.

"Apaan sih Lo, Nay, lebay...." ujar Ayu. kini mereka berjalan beriringan memasuki gedung perusahaan.

"Lebay gimana, tunangan Lo emang dokter, kan???." sepertinya Inayah masih betah menggoda sahabatnya itu.

"Serah Lo..."

Inayah tersenyum melihat Ayu mengerucutkan bibirnya sebal. setiap bersama Ayu, Inayah selalu bisa tersenyum, memiliki sahabat seperti Ayu adalah salah satu anugerah terindah dari Tuhan untuknya.

Di hari pertamanya bekerja, Inayah sudah di kejutkan dengan keberadaan seseorang. Bahkan saking terkejutnya gadis itu sampai menjatuhkan album tebal dari tangannya hingga membuatnya meringis menahan sakit.

"Ada apa sih, Nay????." Ayu sampai kewalahan mengikuti langkah Inayah yang menarik paksa lengannya.

"Kenapa Zevano ada di perusahaan ini, Yu???." pertanyaan pertama yang di ucapkan Inayah ketika melihat Zevano berjalan melintas di depan ruang kerja staf.

"Jelaslah pak Zevano ada di sini, orang pak Zevano CEO di perusahaan ini." jawaban Ayu sontak saja membuat tubuh Inayah lemas seketika.

"Gue pikir Lo udah tau ya kalau galaxy group milik kakeknya pak Zevano, Nay." ujar Ayu.

"Astaga...bodoh banget sih gue, gimana gue bisa lupa kalau perusahaan galaxy group milik kakeknya si kembar Devano dan Zevano." batin Inayah.

"Kalau pak Zevano tau gue kerja di sini kira-kira dia bakal pecat gue nggak ya, Yu???."

"Enggak mungkin lah, pak Zevano orangnya sangat menjunjung tinggi profesionalitas kerja. mana mungkin beliau pecat Lo hanya karena musuh bebuyutan dari saudara kembarnya."

Sebagai salah satu mantan siswa yang pernah menempuh pendidikan di sekolah yang sama dengan Inayah tentu saja Ayu tahu betul bagaimana permusuhan di antara Inayah dan saudara kembar bos mereka.

"Semoga saja." jawab Inayah penuh harap.

"Udah, mending sekarang kita lanjut kerja kalau nggak bisa-bisa kita beneran di pecat." ajakan Ayu diiyakan oleh Inayah. Kini kedua gadis itu kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Baru juga bisa bernapas lega kini Inayah kembali di Landa ketegangan ketika salah seorang pegawai staf menyampaikan bahwa beberapa saat lagi pak CEO akan mengunjungi satu persatu ruangan pegawai untuk memastikan keaktifan pegawainya.

Dalam posisi terdesak seperti ini mau tak mau Inayah harus siap bertemu dengan CEO perusahaan yang tak lain adalah Zevano saudara kembar dari musuh bebuyutannya, Devano.

"Selamat pagi...." dari sudut ruangan, Inayah sudah bisa menebak siapa pemilik suara bariton tersebut.

"Selamat pagi, pak." kurang lebih sepuluh pegawai yang bekerja di ruangan tersebut kompak berdiri dan menjawab, termasuk Inayah.

Pandangan Zevano mengabsen satu persatu pegawai di ruangan tersebut hingga pandangannya berhenti pada sosok gadis cantik yang meja kerjanya berada di sudut ruangan.

"Putri Inayah????." nama yang baru saja terucap dari mulut Zevano membuat pemilik nama sontak membungkukkan badan pertanda hormat pada atasan.

Entah suatu kebetulan atau seperti apa, yang jelas keberadaan Inayah di perusahaan galaxy group mampu membuat Zevano bernapas lega. Pasalnya saat ini saudara kembarnya sedang kebingungan mencari keberadaan gadis itu, untuk diajak bertemu dengan kedua orang tuanya.

**

"Saya memang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara kamu dan mas Deva, tapi saya minta kamu mau bertemu dengan orang tua kami karena sejak kejadian di restoran hari itu, mama sama sekali tidak mau bicara dengan mas Deva." di sebuah cafe yang letaknya tak begitu jauh dari perusahaan, Zevano mengajak Inayah untuk bicara empat mata di jam makan siang.

"Tapi pak..."

"Panggil Zeva saja jika tidak sedang berada di lingkungan kerja!!!." pinta Zevano yang dulunya cukup dekat dengan gadis itu.

Suara pantofel pria yang beradu di lantai mengalihkan perhatian Inayah ke samping, di mana suara tersebut terdengar semakin dekat. "Deva...." kedua mata Inayah terbelalak menyaksikan kedatangan musuh bebuyutannya itu. Ternyata tanpa sepengetahuan Inayah, Zevano mengirim pesan singkat pada saudara kembarnya.

Tanpa banyak bicara Devano mendaratkan bobotnya di kursi yang kosong, dengan tatapan tajam terus menghunus ke arah Inayah.

"Maafkan saya Inayah, tapi akan lebih baik kalian membicarakan masalah ini dengan kepala dingin!!! Sebagai seorang anak, saya juga tidak tega melihat mama saya terus bersedih memikirkan apa yang terjadi di antara kalian." ujar Zevano saat Inayah beralih menatapnya. sesaat kemudian Zevano pun berlalu meninggalkan keduanya.