NovelToon NovelToon
Mawar Merah Berduri

Mawar Merah Berduri

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Aini

Mawar merah sangat indah, kelopak merah itu membuatnya tampak mempesona. Tapi, tanpa disadari mawar merah memiliki duri yang tajam. Duri itulah yang akan membuat si mawar merah menyakiti orang orang yang mencintainya.

Apakah mawar merah berduri yang bersalah? Ataukah justru orang orang yang terobsesi padanyalah yang membuatnya menjadi marah hingga menancapkan durinya melukai mereka??!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

3 Jangan pacaran!

Selesai makan, Inne pun mencuci piring. Sedangkan Adit duduk nyaman di sofa depan tv sambil ngemil stik bawang buatan bunda dan memang selalu tersedia.

"Dit, boleh bunda ngobrol sama kamu?" bunda menghampiri Adit.

"Boleh dong bunda."

Bunda pun duduk di sofa yang bersebelahan dengan Adit.

"Kamu suka banget stik bawang buatan bunda."

"Iya, bun. Soalnya renyah asin gitu."

"Nanti bunda bungkus untuk kamu bawa pulang."

"Wah asik dapat jajanan."

Bunda tersenyum senang melihat bagaimana wajah bahagia Adit barusan.

"Dit, bunda minta maaf dulu deh sebelum ngomong ini sama Adit."

"Loh kenapa minta maaf bunda."

"Mmh, sebenarnya gini." bunda tampak ragu untuk mengatakan ini pada Adit.

"Ada apa bunda? Ngomong aja, Adit janji gak akan tersinggung kok."

Sebentar bunda menoleh kearah dapur, dimana Inne masih fokus mencuci piring piring kotor itu.

"Bunda tahu kalian bersahabat sudah cukup lama. Dan gak ada yang aneh juga saat sahabat main ke rumah. Tapi..."

Adit mulai berhenti mengunyah, dia mulai serius mendengarkan bunda.

"Akhir akhir ini Adit hanya datang sendiri. Adit tahu kan, tetangga kompleks sini tu gimana. Mereka mulai bergosip karena Inne terus terusan diantar jemput sama Adit. Ya meski kalian sahabat baik, tapi tetap saja tidak enak dilihat saat cowok cewek sering pergi berdua dua-an." tutur bunda dengan nada suara yang tetap terdengar lembut namun penuh makna.

Adit paham apa yang dibicarakan bunda. Dia mengerti betul, bahwa bunda adalah seorang yang dikenal taat agama di kompleks ini, sudah tentu dia akan merasa tidak suka saat Adit terus terusan datang ke rumah tanpa teman teman lain.

"Adit mengertikan maksud bunda?"

"Iya bunda, Adit paham."

"Bunda tidak melarang kalian bertemu atau main bersama. Hanya saja maksud bunda, Adit jangan terlalu sering datang kesini sendirian atau hanya berdua saja dengan Inne. Kalau pun kalian main di luar, alangkah bagusnya juga rame rame. Ya, bagaimanapun orang orang akan berpikiran aneh aneh saat melihat cewek cowok terlalu saling berduaan meski mereka hanya sebatas teman baik."

Adit pun dengan berat menganggukkan kepalanya merespon ucapan bunda.

"Adit tidak tersinggung kan sama bunda?"

"Gak kok bunda. Adit malah merasa gak enak sama bunda karena Adit gak bisa jaga nama baik bunda sama Inne."

"Bukan hanya sekedar perkara nama baik bunda dan Inne, Dit. Tapi lebih dari itu, bunda hanya ingin kalian tetap menjalin persahabatan yang sewajarnya. Tentu persahabatan kalian akan disalah pahami banyak orang, karena memang cewek cowok pada hakikatnya tidak akan bisa menjadi sahabat. Tapi, pengecualian untuk kalian berdua. Bunda percaya pada persahabatan kalian."

Adit pun mengangguk paham, padahal hatinya sakit mendengar kalimat barusan. Bunda seakan menyadarkannya bahwa harusnya hubungan antara mereka hanya sebatas sahabat saja.

"Apa itu artinya selamanya bunda tidak akan merestui gue untuk menjadi menantunya kelak, ya?! Oh sulit sekali menjalin hubungan sembunyi sembunyi sepeti ini." gumam Adit dalam hatinya.

"Lagi ngobrolin apa sih, asik benar!" Seru Inne menghampiri Adit dan bunda.

"Biasa, bunda nanya kapan aku punya pacar." sahut Adit asal.

"Adit udah punya pacar loh, bun." Jawab Inne yang membuat Adit terperangah kaget.

"Oh ya? Siapa pacar Adit, kok gak pernah dikenalin sama bunda."

"Pacar Adit pemalu, bunda."

"O gitu. Tapi pacar Adit pasti cantik." tebak bunda.

"Sangat cantik bunda. Dia sangat cantik." jawab Adit cepat dengan senyum bahagianya.

"Beruntung sekali pacarnya Adit, ya In."

"Iya bunda. Pacar Adit sangat beruntung memiliki Adit disisinya."

"Kamu jangan pacaran dulu, ya. Awas kalau sampai pacaran diam diam dibelakang bunda."

Kalimat itu bagaikan peluru yang menembus ulu hati Adit dan Inne. Tapi mereka mencoba untuk terlihat baik baik saja.

"Inne gak akan berani bohongin bunda kok. Adit akan awasi Inne supaya gak pacaran, bunda." Lanjut Adit.

"Terimakasih ya, Dit. Bunda senang, Inne punya sahabat seperti Adit yang bisa menjadi kakak juga untuk Inne."

"Tentu dong bunda."

Inne dapat melihat kesedihan dibola mata Adit. Tapi, bibir Adit terus tersenyum saat bicara sama bunda.

Itulah mengapa Inne gak pernah berani untuk memberitahu hubungannya dengan Adit pada bunda.

Sebenarnya Inne juga mulai capek menjalin hubungan backstreet seperti ini. Tapi, ternyata tidak terasa hampir satu tahun mereka lewati dengan baik. Tidak ada pertengkaran hebat, hanya pertengkaran kecil saja yang terjadi dan itu semakin membuat mereka saling mencintai dan menyayangi satu sama lain.

Tapi, hari ini saat bunda menegaskan akan hal itu, tentu membuat hati mereka terluka. Inne bahkan sampai berpikir untuk mengakhiri hubungan mereka. Tidak dengan Adit. Dia justru menyusun rencana lain untuk bisa mengambil hati bunda, sehingga bunda bisa mempercayainya untuk menjaga Inne selamanya, bukan sebagai sahabat atau kakak, tapi sebagai pendamping hidup Inne nantinya.

"Aku akan melakukan apapun untuk membuat bunda menerimaku. Aku tidak akan pernah kehilangan Inne, bunda. Maaf karena telah membohongi bunda." batin Adit.

Mereka berbincang sebentar lagi sebelum akhirnya Adit pamit pulang karena sudah sore. Inne mengantar Adit sampai ke mobil.

"Aku pulang ya."

"Mmh, hati hati dijalan. Jangan ngebut."

"Iya sayang. I love you."

Inne mengangguk sambil tersenyum.

"Boleh gak cium tangan sayang?" tanya Adit sambil membuat ekspresi menggemaskan.

Tanpa berpikir lama, Inne mengulurkan tangannya pada Adit. Tangan itu pun Adit genggam erat, baru kemudian diciumnya.

Posisi mereka saat ini sudah dipastikan tidak akan terlihat oleh siapapun termasuk bunda.

"Nanti aku telpon ya."

"Iya."

Adit masuk ke mobil, lalu membuka kaca mobil, memberikan senyuman manisnya sebelum melajukan mobil meninggalkan perkarangan rumah Inne.

"Hachiii..."

Inne dan Adit bersin berbarengan. Meski berjauhan, mereka rupanya memiliki ikatan batin yang kuat. Atau jangan jangan karena berenang tadi siang.

"Bunda, aku istirahat di kamar ya!" Seru Inne saat sudah kembali masuk ke rumah.

"Iya." sahut bunda dari ruang kerjanya.

Sementara itu, setelah berkendara cukup lama Adit akhirnya tiba di rumah. Dia langsung mandi dan berganti ke mode pakaian yang nyaman untuk tidur.

"Hachiii..."

Adit kembali bersin.

"Sial banget nih flu malah mampir." rutuknya sambil mengobrak abrik isi tas nya tadi siang. Tujuannya untuk mengambil hp nya karena dia berjanji akan menelpon Inne.

Bukan hanya hp yang dia temukan didalam tas itu, dia juga menemukan obat flu yang ternyata disiapkan oleh Inne.

"Kamu benar benar duniaku, Inne. Aku tidak tau bagaimana jadinya aku tanpa kamu." gumamnya sambil menatap obat flu itu.

Kemudian, Adit meraih gelas berisi air putih yang ada di meja nakas samping ranjangnya, dia pun meminum obat flu itu. Setelah itu barulah dia menelpon Inne.

"Sayang, terimakasih obat flu nya."

"Iya. Sudah di minum belum?"

"Sudah dong."

"Sayang, bunda ada ngomong sesuatu gak sama kamu pas aku udah pulang?"

"Gak ada. Soalnya aku langsung ke kamar pas kamu udah pulang. Sampai sekarang aku belum ketemu bunda lagi."

"Loh berarti sekarang sayang belum mandi dong?"

"Udah kok. Tadi pas keluar kamar untuk mandi, bunda sedang sholat. Jadi gak ketemu deh."

"Memangnya ada apa? Omongan apa yang kamu maksud, Dit?"

"Ya, bukan apa apa sih. Cuma maksudnya, apa mungkin bunda curiga karena tadi aku hampir keceplosan panggil kamu sayang."

"Bunda terlihat baik baik saja. Sepertinya bunda gak curiga kok. Tapi, menurut aku sih kamu harus mengurangi datang ke rumah. Misalnya kamu datang sekali dalam dua minggu aja. Gimana?"

"Gak mau. Nanti kalau aku kangen kamu gimana?"

"Kita kan ketemu setiap hari di kampus, Dit. Akhir pekan juga kita bisa kemana aja setelah aku selesai ngajar."

"Mmm, bagus juga. Tapi aku gak janji ya sayang. Akan aku coba sebisaku, ya."

"Iya."

Mereka pun terus bicara sampai akhirnya salah satu tertidur duluan. Yang tidur duluan tentu saja Adit. Dia mengantuk akibat efek samping obat yang dia minum. Merasa Adit sudah tidur, panggilan telepon pun langsung Inne akhiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!