NovelToon NovelToon
Perjalanan

Perjalanan

Status: tamat
Genre:Tamat / Bullying di Tempat Kerja / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Persahabatan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: jauharul husni

Namaku Dimas dan kini aku sedang berada di pondok pesantren, sebenarnya aku tidak pernah berpikir untuk mondok bahkan dalam kehidupanku aku tidak pernah merasa kalau Tuhan selalu berada di dekatku.

Tapi setelah aku bertemu dengan salah satu anak bernama Bayu beberapa waktu lalu, aku jadi sangat ingin berada di dekatnya, aku tertarik pada kelakuan radikal yang selalu dia lakukan.

Kelakuannya inilah yang membuatku menyadari sesuatu, bagaimana kalau sebenarnya pertemuan kami ini bukanlah kebetulan, apakah sebuah keberuntungan jika aku berada di dekatnya dan terus mempelajari kehidupannya.

Ceritaku akan lebih berfokus pada sisi gelap dari suatu hal yang selalu kita anggap remeh, seperti pondok pesantren, semua orang juga tahu kalau tempat ini adalah tempat dimana orang orang beragama dilahirkan.

Tapi apa kalian pernah berfikir kalau tempat ini memiliki sisi gelap yang bahkan lebih busuk daripada tempat lainnya, bagaiman jika aku mengatakan kalau disana ada banyak sekali pembullyan dan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jauharul husni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hambali 1, kamar para senior

"Tunggu, kan saya tanya apa yang terjadi selama elu ada disini, kamu nggak ku suruh buat nyeritain mimpi yang udah jelas lu karang agar kita takut kontol." Anak SMA di depanku dengan segera langsung berdiri setelah mendengar cerita nggak jelas ku, dia terlihat sangat marah, walaupun memang dari tadi dia memasang raut muka marah, tapi kali ini wajahnya memerah seperti iblis yang ingin menghajar ku. Aku yang ada didepannya langsung menunduk dalam dalam, aku terlalu bersemangat hingga tidak sengaja menceritakan mimpi random ku satu bulan lalu, mimpi yang berhasil aku tafsir dengan baik dari awal hingga akhir walaupun perlu aku atur lagi alurnya karena masih banyak sisa mimpi yang masih belum kuingat. Tunggu, kenapa aku bisa begitu bersemangat karena hal kecil ini, mungkin karena aku memang sudah lama tidak menceritakan hal konyol semacam ini, tapi percayalah, mimpi itu benar benar ku alami dan itu membuatku kebingungan ketika bangun. Semua orang menatapku dengan wajah datar, iya, aku dikelilingi oleh anak SMA yang siap mengeroyokku ramai ramai disini, jumlah mereka ada 13 orang yang masing masing mempunyai pangkat yang berbeda di angkatan mereka. Entah ada apa, tiba tiba seluruh angkatan anak baru, lebih tepatnya baru satu bulan, satu persatu disuruh ke kamar Hambali 1, dan selalu keluar dalam keadaan babak belur, kamar yang satu bulan lalu dipenuhi candaan dan obrolan ringan seketika berubah saat lampu dimatikan, tanda akan ada interograsi beserta beberapa bogem mentah yang akan mendarat pada korbannya, jika korbannya salah sedikit.

"Maaf mas, aku kebablasan malah nyeritain kayak gitu." Aku memegangi pahaku ketakutan beserta mengeluarkan keringat dingin seperti anak perempuan di kebanyakan anime. Aku mulai perlahan mendongak, siapa tahu kalau dia akan mengasihani ku dan kembali duduk di depanku, mungkin terlalu naif bagi beberapa orang, tapi apa salahnya berharap. tidak seperti yang kuduga, salah satu anak menendang ku sangat keras dari arah samping yang secara spontan kutangkis tendangan itu menggunakan lenganku, serangan mendadak itu tepat mengenai lenganku yang berada di depan wajahku, tendangannya sangat keras, bahkan mungkin bisa membuat orang terpelanting kesamping, tapi karena suatu hal, aku bisa menangkis dan tidak membuatku bergeser se mili pun. Hal ini membuat senior terkejut, tidak menyerah, sekali lagi dia menendang ku keras dari arah depan menggunakan bagian belakang telapak kakinya yang segera ku tangkap menggunakan telapak tanganku. Aku langsung berdiri sembari mengangkat kaki seniorku dengan angkuh membuatnya semaki terkejut dan tidak bisa mengelak, walaupun pikiran naif ku sempat menguasai, tapi aku berhasil membuat perubahan besar dengan membalikkan senior, dia tidak bisa melakukan apa apa selain memukul kakiku dengan posisi terbalik, dia terus memberontak dengan meng gerak gerakkan kakinya yang ku pegang tapi itu sia sia, tanganku yang sangat kuat mencengkeram erat kaki senior, bodohnya dia tidak mau berhenti.

"Kaulah yang duluan melakukan ini, jadi aku hanya membela diriku. NGERTI NGGAK KALIAN NGENTOD." Aku yang sedari tadi berusaha menahan diri supaya tidak disalahkan akhirnya mendapat kesempatan emas untuk menghajarnya, aku tersenyum puas seperti psikopat, senyuman lebar di kegelapan itu berhasil membuat beberapa senior yang berniat membantu, mundur kebelakang dengan wajah pucat pasi, yaa aku hanya membuat psikis mereka hancur dengan senyuman ini, apa lagi lampunya dimatikan.

"Mas, jangan memukul orang yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaanmu ya, janji." Aku terkejut, mendapati ingatan yang tiba tiba keluar di kepalaku, ini adalah ingatan tentang sahabatku, hal ini membuatku terdiam sembari melepaskan genggaman tanganku, aku baru teringat jika janji ini tidak bisa kulanggar. Senior itu kembali berdiri dan dengan marah langsung melayangkan pukulan keras tepat mengenai wajahku yang membuatku terpental ke tembok, aku yang masih dalam posisi miring sembari menahan sakit di wajahku, tanpa ampun langsung di tendangi oleh banyak kakak kelas yang ikut membantu satu senior yang menginterogasi diriku, dialah orang yang memanggil kami semua tanpa alasan satu persatu, namanya adalah Ilham mandeng, yang terakhir itu julukannya, entah kenapa dia selalu dipanggil begitu oleh teman temannya.

...****************...

Aku membuka mataku terkejut, mengapa ada suara seseorang dari dalam lautan, bukankah ini ada di dalam laut, bukannya kalau didalam laut tidak bisa mendengar apa apa, lalu suara siapa ini?. Suara ini memberiku semacam harapan baru, walaupun tau kalau ini nantinya sia sia, tapi dengan sekuat tenaga aku kembali berenang keatas berusaha menyelamatkan nyawaku yang sempat hampir menghilang, eh, gimana gimana. Entah bagaimana, Tekad dan semangat bahkan kesadaran ku yang tadi menghilang kembali muncul hanya karena suatu suara misterius yang dari tadi menggangguku, aku dari dulu tidak pernah mempercayai hal ini, tapi apakah keajaiban itu benar benar ada dalam kehidupan seseorang, atau tidak. Apapun yang aku lakukan semuanya hanya semakin menyiksa tubuhku, sekeras apapun aku berusaha berenang keatas, semua ini hanya mempercepat masuknya air ke tubuhku, hingga di satu titik keputusasaan itu kembali datang, hal yang dari awal aku lakukan memang tidak pernah berhasil, selalu saja gagal, itulah kenapa orang tuaku tidak pernah tersenyum kepadaku. Kepalaku menjadi semakin pusing ditambah dengan suasana sekitarku yang semakin gelap karena sinar matahari yang begitu terang tidak sampai pada laut dalam dan juga kesadaran ku yang kembali hilang.

"APA KAU AKAN MENYERAH BEGITU SAJA MAS?, MENGAPA KAU SELALU SEPERTI INI?, SELALU MERASA SOK KUAT PADAHAL DI OTAKNYA SAJA HANYA BERISI TERIAKAN PUTUS ASA, KAMU MENGIRA AKU INI APA, BUNUH AKU JIKA ITU MEMBUAT DIRIMU SELAMAT, BERSIKAPLAH JAHAT SESEKALI, mas, teman itu adalah seseorang yang akan membantumu menghadapi masalah, bukan?"

"Jangan menggendong pundak orang lain pada pundak mu. Terkadang, tidak, rasa tidak peduli harus selalu kau pegang demi tidak membebani pundak mu, walaupun kejam tapi inilah cara terbaik untuk menghindari beban. Ingatlah, lari dari masalah itu tidak masalah, tidak semua orang bisa menanggung masalahnya sendiri, apalagi orang lain, jika kau tidak mengerti, akan kuberi waktu untuk memaknainya baik baik."

"Selamat tinggal, terima kasih telah menyelamatkanku waktu itu. aku minta maaf telah melakukan sesuatu yang merugikan dirimu, Semoga kita bisa bertemu disana."

Tubuhku telah sampai pada bagian paling dalam lautan ini, kini hidupku sudah benar benar akan menghilang tanpa jejak dan mungkin tidak ada yang peduli jika aku ada disini, tenggelam dan dilupakan. aku juga tidak mempedulikan suara suara berbeda yang muncul bergantian, memang benar, ungkapan tentang, jika kematian menjemput, otak akan mengajak kita ke ingatan masa lalu. aku baru sadar kalau aku disiksa habis habisan karena kematian tidak segera datang menjemput, aku tidak bisa bernafas dan tekanan bawah laut ini seakan ingin meledakkan tubuhku saat itu juga.

 Disaat seperti ini aku kembali mengingat apa yang terjadi 2 tahun yang lalu, aku yang sedang jalan jalan, menemukan seorang anak perempuan yang berdiri di pagar jembatan sedang membentangkan kedua tangan seperti mau melompat, aku yang sebenarnya tidak peduli pergi kesamping anak itu dan baru sadar kalau anak itu adalah seorang anak pindahan dari Rusia bernama Maria. Tanpa mempedulikan perasaannya aku langsung menarik tubuhnya dan melihatnya yang sedang menangis sesenggukan, dia begitu terkejut mengira kalau aku akan melakukan hal yang dia takuti. Aku tersenyum memikirkan kejadian itu, hal sekecil ini saja bisa membuat kami bertengkar sepanjang malam karena kesalahpahaman di antara kami, aku tersenyum mengingat hal konyol yang kami lakukan, kini aku sudah pasrah untuk mati di kedalaman laut.

"Mas, bangun mas." Aku yang tersadar langsung tersentak sampai tidak sengaja, kepalaku mengenai dagu anak yang membangunkan ku. Aku begitu terkejut melihat hal ini, entah karena apa?, aku merasa seperti telah memimpikan sesuatu yang penting tapi juga tidak. "Anjing, lu kenapa dah?, sakit banget Cok, mana palamu keras banget assu." Aku yang baru bangun tidak mempedulikannya dan hanya bisa melamun, sembari memikirkan, apa yang aku mimpikan tadi, aku dari dulu memang selalu berusaha keras mengingat dan sangat suka memaknai apa yang ku mimpikan selama ini. "hei." Tiba tiba aku dipanggil oleh suara yang lain, yang tak lain adalah teman perjalananku kemarin, Daffa. Seketika aku menoleh dan mengetahui kalau anak yang ku sundul tadi adalah Alfin yang kini memegangi dagunya, dia berada di samping yang kini tertawa melihat tingkah Alfin. "Kamu apakan anak ini?, keterlaluan banget." Daffa yang nyeletuk sembari menunjuk Alfin, sama sekali tidak ku pedulikan, yang membuat wajahnya berubah cemberut. Aku menoleh ke sana kemari dan melihat banyak anak yang sudah bangun dan berbicara satu sama lain, walaupun masih ada beberapa yang masih bermimpi, aku menoleh kearah jendela kamar untuk melihat jam yang berada tepat di depan pintu agak keatas, aku kebingungan melihat banyak anak disini dan memutuskan untuk melihat jam.

...04.10...

Aku memegangi kepalaku yang terasa pusing, kepalaku seperti sedang diguncang yang bisa saja berarti 2 kemungkinan, yang pertama menunjukkan kalau aku sedang terkena penyakit misterius yang masih berhubungan dengan mimpi tadi, atau karena aku yang masih ngantuk. Aku melanjutkan tidurku tepat di samping seorang anak yang perut bagian kanannya sedikit terbuka, aku terkejut melihat tato hitam yang memenuhi tubuhnya, aku dengan sigap langsung menutupnya sembari berpura pura tengkurap. "Lo malah tidur lagi, bangun woi udah jam 7." Daffa yang dari tadi melihatku, langsung melerai sembari tetap mempertahankan muka cemberutnya, dia masih berada di tempatnya, di samping kanan tempat aku tidur tadi sebelum akhirnya pindah ke anak bertato ini, setelah tidur tepat di samping kepalanya, aku dibuat semakin terkejut melihat 5 lubang di telinganya.

"Bacot, kukira jam berapa, udah dibangunin aja bangsad." Seketika Daffa tidak bisa lagi menahan tawanya, dia tertawa sedikit keras sembari menepuk lenganku. "Sekarang itu udah mau adzan, kamu jangan tidur." Aku yang masih merasa penasaran dengan mimpiku yang tidak bisa kuingat itu sekaligus menahan rasa terkejut bukan main di hatiku, bagaimana seorang preman pasar sepertinya bisa masuk pondok. Aku tidak mempedulikan Daffa yang masih tertawa di sampingku, dia benar benar unik, dari kemarin dia selalu diganggu teman teman seperti didorong ke sungai, di cambuk pelan pakai kain dan masih banyak lagi gangguan lain tapi dia tetap tersenyum seperti tidak memiliki beban hidup ( yang dicambuk tadi jangan dibuat serius ). Sembari menghilangkan pikiran tentang anak kurus didampingi, aku kembali memikirkan mimpi tadi sembari menutup mata agar tidak dicurigai Daffa, tapi yang kuingat hanyalah perkataan sahabatku, "terima kasih karena tetap menerimaku apa adanya." Eh atau yang ini ya, "Maafkan aku yang telah merusak kehidupanmu." Eh, bukan juga, aku masih kebingungan dan berusaha mengingat ingat lagi mimpi itu. Walaupun aku terlihat seperti mau tidur lagi, bahkan bisa dibuktikan dengan mataku yang tertutup, tapi pikiranku masih berkecamuk memikirkan makna sebenarnya sekaligus mimpi apa yang aku alami tadi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!