Terbangun dari koma akibat kecelakaan yang menimpanya, Lengkara dibuat terkejut dengan statusnya sebagai istri Yudha. Jangan ditanya bagaimana perasaannya, jelas saja bahagia.
Namun, Lengkara merasa asing dengan suaminya yang benar-benar berbeda. Tidak ada kehangatan dalam diri pria itu, yang ada hanya sosok pria kaku yang memandangnya saja tidak selekat itu.
Susah payah dia merayu, menggoda dan mencoba mengembalikan sosok Yudha yang dia rindukan. Tanpa dia ketahui bahwa tersimpan rahasia besar di balik pernikahan mereka.
******
"Dia berubah ... amnesia atau memang tidak suka wanita?" - Lengkara Alexandria
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 03 - Apa Salahku?
Tidur siang namanya, tapi Lengkara bangun tepat jam delapan malam. Sendirian, tidak ada Yudha di sisinya dan bayangan bahwa menikah membuat mereka kian dekat hanya angan saja. Lengkara berdecak kesal seraya mengutuk pria itu, setelah menikah nyatanya masih sibuk juga.
"Mas Yudha."
"Nona, makan malam sudah siap ... tuan muda meminta saya memastikan anda makan malam ini."
"Hah? Tu-tuan apa?"
Nyawa Lengkara masih belum terkumpul semua. Dia merasa tengah berada di alam mimpi mendengar suara lembut wanita paruh baya itu. Seperti konglomerat saja, apa dia kini ikut-ikutan Yudha yang kerap berkhayal menjadi tuan muda yang terbuang? Saking cintanya sampai khayalan juga sama.
"Silahkan, Nona."
Bukan khayalan, dia benar-benar dipersilahkan menikmati makan malamnya dalam kesendirian. Mewah sekali, tapi dia sendiri dan dihadapkan makanan sebanyak ini. Semua makanan yang dia sukai seolah bertemu dalam satu meja, apa mungkin mamanya yang memberitahukan soal ini?
Namun, mau sebanyak apapun menunya jika sendirian percuma. Lengkara tidak sebahagia itu tentu saja, terbiasa dengan keluarga yang begitu hangat dan kini bak anak sebatang kara jelas naffsu makan Lengkara hilang begitu saja.
Makan sambil meneteskan air mata bukanlah hal yang menyenangkan. Lengkara benar-benar tidak mengerti kenapa Yudha sesibuk itu sampai untuk menemaninya di rumah saja tidak punya waktu.
Padahal, ini adalah hari pertama dia pulang ke rumah. Jika tahu akan begini, lebih baik dia tetap ke rumah orang tuanya saja tadi siang. Hanya sesuap, perut Lengkara benar-benar menolak dipertemukan dengan nasi malam ini.
"Dia kemana ya? Apa lembur lagi?"
Hanya itu kemungkinan yang paling benar, Yudha lembur dan hal itu mungkin saja dia lakukan demi kehidupan mereka ke depannya. Terlebih lagi melihat kehidupan Yudha saat ini, sebisa mungkin Lengkara berpikir positif tentang Yudha.
Lagi pula sejak dahulu dia pahami Yudha sesibuk apa. Waktu mereka bertemu juga sulit, sekalipun bertemu sedikit. Seperti yang Yudha katakan, cinta dan pekerjaan tidak dapat dipisahkan. Jadi, hal-hal semacam ini anggap saja resiko menikahi pria gila kerja.
Lengkara mencoba untuk tidak memusingkan hal itu, wanita itu memilih untuk melakukan apa yang seharusnya dia lakukan. Mandi tentu saja, dia merasa tubuhnya sudah bau jin, amis dan entah apa yang jelas tidak sedap.
Bukankah dia sudah belajar banyak hal tentang cara menyenangkan suami? Ya, sejak pacaran Lengkara sudah menyiapkan banyak hal untuk menjadi istri yang sempurna. Selesai makan dia membersihkan diri cukup lama, bukan hanya karena ingin wangi, tapi memang ada beberapa luka dan rasa sakit yang membuatnya harus ekstra hati-hati.
"Berlebihan tidak ya?"
Lengkara mengulum senyum kala menatap lingerie yang dia simpan sejak masih melajang. Beruntung saja Ameera menuruti kemauannya untuk memasukkan benda itu ke dalam koper kemarin, malam ini dia akan membuat Yudha benar-benar tidak bisa berpaling darinya.
Tidak peduli tubuhnya masih merasakan sakit di beberapa titik, yang jelas tujuan Lengkara hanya untuk menyenangkan hati Yudha. Wanita itu berhias senatural mungkin, sejak lama dia menunggu dan jelas tidak akan menyia-nyiakan kesempatan.
Lengkara beranjak segera kala mendengar pintu kamar dibuka dari luar. Sengaja berdiri di depan pintu demi bisa menyambutnya dengan sempurna. Namun, lagi-lagi Lengkara menelan kekecewaan mendapati reaksi sang suami.
"Cantik, kamu tidak dingin pakai baju begitu?"
Sebenarnya bukan terlalu dingin ataupun angkuh, hanya saja tidak sehangat sewaktu pacaran. Padahal, bisa dipastikan ini adalah kali pertama Lengkara berpenampilan seseksi ini. Anehnya, pria itu hanya memuji singkat dan melewatinya begitu saja.
Dia tidak tertarik padaku? Apa mungkin ada cacat yang tidak kuketahui? Lengkara terpejam dengan mengepalkan tangannya. Berulang kali Lengkara sudah pastikan, dia merasa cantik dan tentunya sudah wangi.
"Mas."
"Hm? Apa?" jawabnya menoleh ke arah Lengkara, pria itu baru saja selesai membuka jas dan juga dasinya.
"Ada yang kamu sembunyikan dariku?"
Singkat, tapi pertanyaan itu berhasil membuatnya diam seribu bahasa. Ditambah lagi, tatapan tajam Lengkara menghunus bak ribuan anak panah. Perlahan tapi pasti Lengkara berjalan mendekat ke arahnya.
"Kenapa pertanyaanmu begitu?"
"Aku tidak memintamu balik bertanya, jawab saja sejujurnya ... Mas kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi selama aku tidak sadarkan diri? Bisa kamu jelaskan?"
"Sudah makan?"
Ditanya justru balik bertanya, dada Lengkara mendadak panas dengan respon semacam itu. Sebenarnya ingin sekali dia berteriak, kemana Yudha yang sepanik itu jika dia sudah cemberut? Sungguh menyebalkan.
"Mas punya wanita lain? Atau impoten?" selidik Lengkara menatap curiga, sontak hal itu membuat sang suami mendelik ke arahnya.
"Tubuhmu masih sakit semua, benturan malam itu terlalu keras ... kamu mau patah tulang, Lengkara? Jangan mencoba menggoda, aku tidak suk_"
"Oh iya? Bukankah mas selalu bilang kalau sudah menikah aku bebas menggodamu dan mas akan suka?"
Semakin dilarang, Lengkara semakin menentang. Tanpa pikir panjang wanita itu mengalungkan tangan di leher sang suami yang kini terperanga dengan tingkahnya.
"Sepertinya benar aku pernah bilang begitu ... tapi malam ini aku terlalu lelah, Zean memintaku melakukan banyak sekali pekerjaan. Lain kali saja ya," tuturnya perlahan meminta Lengkara melepaskan pelukannya.
Dia ditolak, mentah-mentah untuk kedua kali malam ini. Mata Lengkara mengembun, tidak peduli selembut apapun pria itu berucap dan memintanya menjauh, tapi cara Yudha barusan membuatnya seolah tidak terlihat.
"Apa salahku, Mas?" gumam Lengkara menatap punggung sang suami yang kini menghilang di balik pintu kamar mandi.
.
.
- To Be Continued -