Istri Tak Ternilai
"Ra ... kamu sudah bangun?"
Bak terbangun dari mimpi buruk, Lengkara dibuat terkejut kala dia kembali menatap dunia. Orang-orang di sekelilingnya tampak menghela napas lega, entah sudah berapa lama dia di sini. Yang jelas, Lengkara merasakan tubuhnya benar-benar lemah.
"Mas Yudha gimana?"
Hanya itu yang dia ucapkan, padahal saat ini papanya tengah menangis sembari mengecup kening Lengkara berkali-kali. Bukti bahwa memang Yudha telah tertanam dalam di lubuk hatinya, Lengkara seolah tidak peduli dengan keadaannya.
"Pa ...." Suara Lengkara terdengar lirih, sekilas memori malam itu berputar di otak Lengkara.
Malam dimana Yudha mengajaknya ke Semarang dan mengatakan akan menemui seseorang. Entah siapa, yang jelas malam itu Yudha terlihat bahagia dan perjalanan menuju ke sana terasa begitu hangat.
Hingga, dentuman keras yang kemudian beradu dengan rasa sakit menghantam tubuhnya seketika membuat Lengkara memejamkan mata. Hanya sebatas itu, dia tidak ingat lagi apa yang terjadi malam itu.
"Kak Zean, mas Yudha dimana?" lirih Lengkara beralih pada Zean lantaran tidak mendapat jawaban dari sang papa, dan dia tidak sesabar itu menunggu jawaban papanya.
"Yudha baik-baik saja ... suamimu sedang dalam perjalanan ke rumah sakit."
Hah? Suami? Jawaban Zean berhasil membuat mata Lengkara membulat sempurna. Jantungnya berdegub dua kali lebih cepat, kenapa memori tentang pernikahan tidak ada dalam benaknya sama sekali.
Apa mungkin dia yang lupa atau mungkin amnesia seperti korban kecelakaan lainnya. Lengkara mencoba menelaah apa yang sedang terjadi, tapi jawabannya tetap bingung juga.
"Su-suami? Maksud kakak aku sudah menikah?"
Zean mengangguk pelan, senyum tipis terlukis di wajah tampannya. Seperti yang sudah mereka duga, Lengkara mendadak salah tingkah bahwan senyam-senyum sendiri usai mendapat jawaban dari Zean.
"Kakak tidak berbohong, 'kan, Pa?" Dia belum puas sebelum mendengar jawaban dari papanya, pemegang tahta tertinggi perihal restu dalam hubungan mereka.
"Tidak ... putri Papa yang satu ini memang sudah menikah."
Jangan ditanya bagaimana perasaan Lengkara, jelas bahagianya luar biasa. Bahkan dia ingin loncat seketika begitu sadar jika statusnya sudah berubah. Bukan sebatas kekasih seperti yang dia jalani selama ini, tapi istri dari Prayuda Bagas Tami.
Susah payah dia cari perkara, bahkan nekat masuk ke kamar Yudha dengan harapan akan segera dipersatukan segera, kini tanpa perlu dia merengek agar Yudha menikahinya lebih cepat, Tuhan justru mengabulkan permintaan Lengkara dengan cara yang berbeda.
"Mas Yudha sudah sampai mana, Kak? Apa masih lama?" tanya Lengkara tidak bisa lagi bersabar lebih lama, dada Lengkara seakan sesak menahan kerinduan sebenarnya.
"Tidak, Ra ... tunggu saja."
Jantung Lengkara berdebar kian cepat, dia menjilat bibirnya berkali-kali dengan harapan tidak akan terlalu pucat dan Yudha menemuinya dalam keadaan cantik.
Sepuluh menit pertama wanita itu masih sabar, tapi setelahnya dia mulai gusar dan berpikir jika Zean tengah berbohong. Dia marah, matanya membasah karena Yudha tak jua datang.
Hingga, baru saja hendak memaksakan diri untuk beranjak, pintu terbuka dan seorang pria yang dia nantikan dengan jas dan celana senada berdiri gagah di sana. Tampan, bahkan semakin tampan dan Lengkara sempat bingung sebenarnya dia tidak sadarkan diri berapa lama.
Sebulan? Setahun atau berapa sebenarnya? Yudha terlalu tampan di matanya, tidak ada tanda dia terluka atau pernah menjadi korban kecelakaan. Namun yang membuat Lengkara semakin bingung, Yudha tidak menyapa seperti biasa, sapaan alay kalau kata orang di sekelilingnya.
"Kau dari mana saja?"
"Maaf, Pa ... tadi macet."
Terserah, Lengkara tidak peduli. Mungkin Yudha terlalu lelah dan pria itu memang paling tidak suka terjebak macet di saat terdesak. Tatapan keduanya bertemu, Lengkara tersenyum manis dengan bibirnya yang tetap saja pucat.
Semakin pria itu mendekat, semakin Lengkara salah tingkah. Andai saja dia tidak sedang dalam keadaan lemah begini, mungkin wanita itu sudah menghambur ke pelukan pria yang tidak lain adalah suaminya.
"Hai ... maaf, aku terlambat, Lengkara."
Tidak ada pelukan, apa mungkin karena masih malu, pikir Lengkara menatap lekat pria di hadapannya dengan bibir yang masih begitu pucat. Tidak masalah, lagi pula sejak pacaran Yudha bukan pria yang mengungkapkan perasaan dengan sentuhan.
"Mas, kamu tidak merindukanku?"
"Tentu saja, aku menunggumu cukup lama, mana mungkin tidak merindukanmu."
"Tapi kenapa mas tidak memelukku? Apa aku bau?" tanya Lengkara dengan suara lelahnya, seketika Zean menghela napas panjang dan memilih berlalu dari ruangan itu.
"Ah iya, aku lupa kau suka dipeluk rupanya."
Bagaimana bisa Yudha melupakan hal yang dia suka? Lagi pula, Lengkara tidak pernah mengatakan jika dia suka dipeluk. Yang baru saja tidak sadarkan diri siapa sebenarnya? Kenapa justru Yudha yang terlihat linglung, pikir Lengkara yang kini terdiam dalam pelukan pria itu.
.
.
- To Be Continued -
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Halimah
ini pasti bukan Yudha....jgn blg Yudha meninggal dlm kecelakaan itu🥺🥺
2024-10-27
0
pipi gemoy
hadir Thor
2024-10-22
0
Wani Ihwani
baru mulai baca mudah mudahan sama seperti karya otor yng lain asyiiikkkk,
2024-10-10
0