Meng Lusi, seorang kapten wanita di ketentaraan zaman modern, kuat dan cerdas. Karena suatu alasan, dia tiba-tiba saja berpindah ke zaman kuno dan mewarisi mata air spiritual.
Baru saja tiba di zaman yang belum dikenalnya, Meng Lusi diperkosa oleh Shin Kaichen yang dibius oleh seseorang. Setelah itu, Meng Lusi memilih melarikan diri. Lima tahun kemudian, Meng Lusi yang sudah memiliki anak kembar dikenali oleh Shin Kaichen dan mencoba untuk mendapatkan hati ibu dan kedua anaknya tersebut.
Di sisi lain, klan penyihir yang sudah lama mengutuk negara untuk tidak memiliki keturunan anak perempuan, kembali berulah. Anak kembar Meng Lusi menjadi incaran mereka karena bakat bawaan luar biasa yang akan mengancam klan penyihir. Mampukah si kembar selamat dari bahaya? Akankah Meng Lusi dan Shin Kaichen memiliki kehidupan bahagia? Mari ikuti setiap kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Risa Jey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Ibu Muda
Lima tahun kemudian, pada musim dingin di Desa Awan.
Meng Lusi sudah mengetahui banyak hal tentang tempatnya berada selama ini. Dia berada di zaman kuno, lebih tepatnya negara Angin Utara yang dijuluki sebagai tempatnya para ksatria.
Bukan tanpa alasan. Tapi karena negara Angin Utara memang memiliki banyak talenta muda di ketentaraan dan seni bela dirinya.
Banyak keluarga bangsawan dari negara tetangga datang untuk menikahkan putri mereka. Di zaman ini, pria dengan tiga istri dan empat selir sangat mudah ditemui. Kebanyakan para wanita yang mereka nikahi berasal dari negara lain.
Meng Lusi menyadari masalah ini. Tidak banyak anak perempuan yang lahir di negara Angin Utara. Alhasil, anak perempuan menjadi kesayangan orangtua ketika mereka lahir.
Ini berbeda dari kisah-kisah novel zaman kuno yang pernah Meng Lusi baca.
Karena negara Angin Utara berada di wilayah sebelah utara benua Naga Kembar, cuaca sepanjang tahun bisa dikatakan sejuk. Di saat musim dingin, salju akan turun hampir setiap waktu.
Meng Lusi tengah membuat rencana untuk musim dingin tahun ini. Tiba-tiba saja suara tawa anak-anak masuk rumah membuatnya menoleh.
“Ibu, ayo kita memancing ikan. Kakek bilang ada banyak ikan di danau.” Seorang anak perempuan berusia empat tahunan menarik lengan baju Meng Lusi.
“Iya, Bu, ayo pergi. Sunni sudah pergi dan menunggu kita di danau.” Saudari kembarnya juga mengangguk setuju.
“Bukankah Ibu sudah bilang, pakai jubah hangat saat keluar rumah? Cuacanya terlalu dingin,” kata Meng Lusi tidak berdaya.
Si kembar Meng Shuya dan Meng Shilan sangat lucu dan cantik layaknya boneka. Keduanya kembar identik. Banyak para ibu rumah tangga di desa sering menggoda keduanya.
Apa yang dikatakan Sunni mungkin membuat Meng Lusi merasa tidak siap menjadi ibu muda. Dia benar-benar hamil tahun itu. Sungguh tak terima. Tapi anak-anak tidak bersalah. Meng Lusi tidak membenci kedua anak itu.
Bagaimana pun juga, anak itu lahir dari tubuhnya.
Ketika tiba di desa Awan tahun itu, Meng Lusi bertemu dengan Cheng Ao, seorang pria paruh baya yang tidak memiliki anak dalam keluarga. Istrinya tak bisa hamil karena penyakitnya. Jadi pasangan itu hidup berdua.
Saat Meng Lusi membutuhkan tempat tinggal sementara, Cheng Ao berbaik hati membawanya pulang. Dia dan istrinya menjadikan Meng Lusi sebagai anak angkat.
Tapi sekarang Meng Lusi sudah punya rumah sendiri semenjak istri Cheng Ao meninggal karena sakit. Ia tidak ingin menjadi bahan gosip orang-orang desa. Bagaimana pun juga dia dan Cheng Ao tidak memiliki hubungan darah.
Ketika si kembar lahir, Meng Lusi hanya berkata jika ayah keduanya pergi entah ke mana. Tidak apa-apa untuk menanggung reputasi buruk sebagai wanita nakal karena hamil di luar nikah, ditinggal kekasih dan lain sebagainya.
Meng Lusi sama sekali tidak peduli dengan itu semua. Toh, dia juga tidak punya kerabat di zaman ini.
Tapi ketika ada yang menghina anak-anaknya, dia akan berdiri dan menampar mereka.
“Bu, ayo cepat pergi!” Si kembar mendesak.
“Baik, baik, ayo pergi. Tunggu sebentar, Ibu siap-siap dulu.”
Meng Lusi kembali ke kamar dan mengenakan jubah hangatnya. Lalu mengambil dua jubah berbulu lain untuk Meng Shuya dan Meng Shilan.
Ketiganya pergi ke danau yang letaknya cukup jauh dari desa. Ada hutan di belakang desa. Danau besar ada di tengah hutan. Untungnya tak banyak binatang buas di hutan itu sehingga anak-anak desa sering berburu dan bermain ke sana.
Ketika ketiganya tiba, danau membeku tampak terlihat indah. Sunni si ular putih pun sudah menunggu kedatangannya. Tak lupa, Cheng Ao juga ada di sampingnya.
Cheng Ao sudah tidak takut lagi dengan ular putih itu sejak tahu tidak menyakiti orang.
“Ayah Angkat,” sapa Meng Lusi.
“Lulu, kamu akhirnya di sini. Si kembar bilang ingin makan ikan panggang hari ini.” Pria paruh baya itu memiliki senyum lembut saat melihat si kembar.
“Maaf merepotkanmu, Ayah Angkat.”
“Kenapa repot? Bukankah mereka juga cucuku? Tidak masalah, aku bosan di rumah dan keluarlah untuk melakukan sesuatu.”
Si kembar tampak antusias melihat lubang di atas permukaan air danau yang membeku. Meng Shuya lebih tua lima menit dari Meng Shilan. Dia pun bertanya.
“Kakek, apakah ikannya sudah dapat?”
“Kakek belum mulai memancing, tunggu kalian lebih dulu.”
“Wow, Kakek, pasti ada banyak ikan besar di sini. Shilan ingin makan ikan besar,” kata Meng Shilan.
Cheng Ao tertawa senang. “Tentu saja, mari kita pancing ikan yang besar.”
Mereka pun mulai memancing dengan sabar. Tiba-tiba saja Meng Shuya memiliki ide. Dia menarik tangan ibunya.
“Bu, ikan di sini selalu enak dan gemuk. Bagaimana jika kita memasak dan menjualnya. Pasti bernilai banyak uang,” katanya.
Meng Lusi terkejut. “Kamu ini, apakah hanya memikirkan bisnis di kepalamu? Berapa umurmu, Nak?” candanya.
Cheng Ao sudah memprediksikan jika Meng Shuya akan menjadi wanita pebisnis di masa depan. Anak ini sudah berbeda sejak dia mengerti banyak hal.
Berbeda dengan Meng Shilan yang lebih suka memegang pedang kayu dan berlatih kekuatan fisik. Sama seperti Meng Lusi yang memang ahli seni bela diri. Otaknya juga penuh dengan ide-ide baru. Mungkin menjadi ahli seni bela diri di masa depan.
Kedua anak itu dilahirkan bersama tapi kesukaannya sangat berbeda. Keduanya sangat cantik di usia yang sangat muda, menunjukkan seberapa tampan ayah kandung mereka.
“Baiklah, mari kita masak dan jual. Tapi Ibu harus pergi ke kota untuk membeli beberapa bahan yang kurang.”
Si kembar pasti ikut tanpa diminta. Keduanya suka berkeliaran di kota, mencoba berbagai jenis camilan dan makanan yang diperjualkan pedagang.
Meng Lusi tidak kekurangan uang ini sekarang, jadi apapun yang mereka inginkan, ia berusaha memenuhinya. Lagi pula, dia tidak sesibuk saat berada di tentara waktu itu.
Mereka memancing cukup lama hingga hari sudah mulai senja. Meng Lusi harus pergi ke pasar sebelum menjelang malam.
Ikan yang mereka tangkap akan dimasak pagi besok dan dijual pada hari yang sama. Dengan begitu, rasa dan tekstur ikan tidak akan berubah. Kebetulan ini musim dingin, ikan tak akan mudah membusuk.
“Ayo pergi jika kalian ingin ikut Ibu ke pasar. Kita harus kembali sebelum larut malam.”
Pasar di kota bisa sampai tengah malam sehingga Meng Lusi tidak khawatir akan terlambat belanja. Tentu Meng Shuya dan Meng Shilan senang dan berpamitan dengan kakek angkat mereka.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di pasar kota yang masih ramai saat ini. Meng Lusi mampir ke beberapa toko rempah dan bahan-bahan untuk memasak ikan besok. Si kembar mengikuti tanpa membuat masalah.
“Ibu, aku ingin makan kue jahe.” Meng Shilan tiba-tiba saja mencium aroma kue jahe.
Meng Lusi sedang memeriksa barang yang dibelinya. Mendengar Meng Shilan ingin kue jahe, ia melihat ada penjual kue jahe tak jauh dari keberadaan mereka berada. Kemudian menyerahkan sejumlah uang padanya.
“Pergilah dengan kakakmu, hat-hati, jangan berkeliaran dan segeralah kembali.”
Meng Shilan senang dan segera mengajak saudari kembarnya untuk pergi. Meng Lusi menggelengkan kepala saat melihat mereka pergi.
asli keren novelnya, meskipun harus nungguin lama, tapi syukurnya author bertanggung jawab nyelesain ceritanya...terimakasih author Risa Jey
Happy New Year 2025