Lanjutan dari Dokter Cantik Milik Ceo
Namanya Sahara Putri Baskara, ia adalah seorang dokter muda, memiliki paras cantik dan pesona yang begitu luar biasa. Namun sayang ia terpaksa harus menikah dengan mantan suami wanita yang sangat ia benci, demi membebaskan dirinya dari jerat hukum yang akan ia jalani.
"Kalau kau masih mau hidup bebas dan memakai jas putih mu itu maka kau harus menikah dengan ku!" ucap Brian dengan tegas pada wanita yang sudah menabrak dirinya.
"Tapi kita tidak saling mengenal tuan," kata Sasa berusaha bernegosiasi.
"Kalau begitu mari kita berkenalan," jawab Brian dengan santai.
Lalu bagaimanakah nasip pernikahan keduanya, Sasa setuju menikah dengan Brian karena takut di penjara. Sementara Brian menikahi Sasa hanya untuk menyelamatkan pernikahan mantan istrinya, karena Sasa menyukai suami dari mantan istrinya itu.
Hanya demi menebus kesalahannya, Brian mengambil resiko menikahi Sasa, wanita licik dan angkuh bahkan keduanya tak pernah saling mengenal.
---
21+
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IPAK MUNTHE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 20
Sasa masih saja menangis, sebab ia sangat kesal pada Brian.
"Sasa ini sudah larut malam, apa kau akan menangis terus sampai pagi atau sampai kapan?" tanya Brian.
"Kenapa kalau aku menangis sampai pagi? Apa peduli mu. Kau kan hanya menjadi kan ku seperti hewan, kau nikahi aku dengan paksa, kau hina aku. Kau ancam lalu kau perlakukan aku sesuka hati mu, aku sudah seperti tak bernilai sedikit pun di mata mu. Aku pun ingin di hargai......" terang Sasa, lalu ia turun dari ranjang dan keluar dari kamar dengan tangisan yang masih terdengar.
"Sasa," Brian memanggil Sasa, namun wanita itu tak perduli. Ia tetap melangkah keluar, Brian menghubungi satpam yang berjaga di gerbang rumah untuk tidak membuka gerbang untuk Sasa. Setelah itu ia berbaring kembali, ia sengaja tak menyusul Sasa agar Sasa bisa sendiri dulu. Ia hanya membuka cctv mencari kemana Sasa pergi.
Sementara Sasa yang kini duduk di gazebo taman belakang masih terus menangis, ia memeluk tubuhnya merasa udara di malam ini cukup dingin. Tak lama berselang Sindi datang ia duduk tepat di samping Sasa.
"Nak," Sindi menepuk pundak Sasa, sebab ia tau Sasa terlihat sedang berada dalam pikirannya sendiri, tanpa menyadari bahwa ia sudah duduk juga di sana.
"Ibu," Sasa tersentak, dengan cepat ia mengusap kasar air matanya. Agar Sindi tak tau jika kini ia tengah menangis pilu meratapi mengapa bisa ia bersuami tapi ia di perlakukan layaknya hewan. Bahkan untuk melakukan hubungan itu saja ia seperti di lecehkan oleh orang lain. Jujur saja Sasa pun ingin bahagia, ingin merasakan kemesraan dan kelembutan seorang suami. Namun ya di dapat bukan rayuan atau dekapan hangat suatu ketenangan, melainkan hanya paksaan dan paksaan.
"Sasa, apa kamu masih sanggup?" Sindi dapat melihat kesedihan di wajah Sasa, dan ia merasa ia dengan apa yang terjadi.
"Bu," Sasa langsung memeluk Sindi, ia ingin mengatakan jika ia istri tapi seperti orang asing yang di lecehkan oleh suaminya sendiri. Namun tak mungkin Sasa mengatakannya, ia tak mungkin bercerita pada Sindi sampai sejauh itu.
"Apa kamu sudah tidak sanggup?" tanya Sindi.
Sasa menjauh dari Sindi, ia menatap lekat manik mata Sindi, "Kenapa Ibu nannyak gitu?" Sasa sendiri bingung dengan pertanyaan Sindi.
Sindi tersenyum, tangannya bergerak merapikan rambut Sasa yang sangat berantakan. Sejenak manik mata Sindi menata tanda merah keunguan di leher Sasa, walau pun malam yang gelap dengan penerangan lampu sekitar yang terlihat tak terlalu terang. Namun tetap saja Sindi tau dengan tanda itu.
"Ibu mohon kamu mencoba bertahan dengan Brian, satu bulan saja. Jika nanti kamu tidak sanggup lagi Ibu akan membantu mu pergi dari hidup Brian," kata Sindi, awalnya Sindi ingin mengatakan jika ia akan membantu Sasa pergi dari hidup Brian saat ini juga. Namun karena ia melihat tanda kissmark di tengkuk Sasa, ia berpikir semua itu sudah terjadi. Dan ia sangat tau seperti apa Brian, ia ingin Brian bisa mengatakan jika ia mencintai Sasa. Apa lagi jika Sasa bisa mengandung cucunya, namun jika Brian tetap tak berubah ia pun benar-benar akan membantu Sasa pergi sejauh mungkin agar Brian menyesali segalanya.
"Tapi Sasa memang sudah tidak sanggup Bu."
"Ibu mohon, satu bulan saja dan ini demi Ibu. Kalau setelah satu bulan kamu masih tidak sanggup Ibu janji, Ibu akan memaksa Brian menceraikan kamu."
Sasa kembali menatap Sindi, ia mencari kebohongan si mata Sindi. Namun Sasa hanya menemukan kebenaran di sana.
"Ibu mohon Sasa, Ibu mohon kamu jangan keras padanya, dan kamu bersabar dengan apa pun perlakuannya. Kamu buat dia terus tak bisa pergi dari mu satu menit saja, Ibu mohon kalian jangan bertengkar selama satu bulan saja, Ibu mohon, hanya satu bulan. Setelah itu semua terserah pada mu," pinta Sindi penuh harap.
"Iya Bu," Sasa mengangguk, ia pikir tak ada salahnya melakukan seperti apa yang di pinta Sindi. Ia pun ingin pergi bila mang Brian tak bisa menghargai nya.
"Terima kasih Nak," dengan cepat Sindi kembali memeluk Sasa, ia terharu sekali karena Sasa mau mencoba bertahan dengan Brian. Sindi juga terus berdoa semoga Brian dan Sasa terus bersama dalam rumah tangga yang bahagia, tanpa adanya pertengkaran lagi.
"Tapi Ibu janji ya, kalau sebulan ini Mas Brian tetap nggak berubah. Ibu bakalan bantu Sasa pergi dari hidup Mas Brian?" tanya Sasa penuh harap, ia tau ia tak berharap pada rumah tangga yang rumit itu. Bahkan tak ada cinta di hatinya untuk Brian, rasanya lebih baik menjanda setelah menikah beberapa bulan saja. Dari pada terus bersama nun tersiksa.
Sindi mengangguk, ternyata perlakuan Brian begitu buruk sekali hingga Sasa tak ingin bertahan dengan putranya. Sindi semakin merasa bersalah karena sudah salah mendidik putra tunggalnya, sejenak Sindi mengingat wajah Anggia yang bertahan selama dua tahun bersama dengan Brian. Anggia terluka namun ia tetap bertahan, Anggia tersiksa namun ia tetap mencoba tanpa kenal putus asa. Sungguh hati Anggia begitu besar hingga kini Anggia bahagia bersama dengan pria lain, yang sangat mencintainya.
"Iya Nak," Sindi menitihkan air mata, ia mengusap wajah Sasa, "Ibu janji, tapi kamu juga harus janji untuk satu bulan menjadi istri untuk Brian tanpa bantahan. Ibu ingin kalian bertahan dan saling mencintai," tutur Sindi.
Sasa terharu dengan apa yang di katakan Sindi, rasanya Sasa merasa Sindi mengobati sedikit rasa rindunya kepada Zakira sang Mama yang lama tak pernah bertemu dengannya, sebab setelah kejadian itu tampaknya Baskara sudah tak memperbolehkan Zakira menghubunginya. Bahkan kedua orang tuanya itu kini seperti bersembunyi darinya.
"Ya....udah, kamu balik ke kamar ya. Di sini dingin, besok kita jalan-jalan ke mall," Sindi mencoba menghibur Sasa.
"Iya Bu," jawab Sasa.
"Ya sudah sana, kamu istirahat kamu juga besok kerja kan?"
"Iya sih Bu, soalnya kemarin Sasa juga nggak masuk."
"Ya udah....kamu istirahat dulu sekarang, besok pulang kamu kerja kita jalan-jalan. Kata temen Ibu ada tas keluaran terbaru dan sepatu dress terbaru dan kita harus cepat-cepat supaya nggak keburu orang lain," tutur Sindi tersenyum lembut.
"Ya Bu, Sasa ke kamar dulu ya Bu," pamit Sasa dan ia melangkah pergi.
"Iya Nak."
Sindi menatap nanar kepergian Sasa, ia ingin membuat Sasa tetap bertahan bersama Brian. Namun semua kembali pada Sasa bila memang Sasa ingin pergi Sinta tak bisa berbuat apa-apa, biar pun dari hati lnya tak rela sedikit pun.
***
**Like, Vote, bintang lima.
Terima Kasih**.