NovelToon NovelToon
AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Isekai / Menjadi NPC / Masuk ke dalam novel / Kaya Raya
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

ongoing

Tian Wei Li mahasiswi miskin yang terobsesi pada satu hal sederhana: uang dan kebebasan. Hidupnya di dunia nyata cukup keras, penuh kerja paruh waktu dan malam tanpa tidur hingga sebuah kecelakaan membangunkannya di tempat yang mustahil. Ia terbangun sebagai wanita jahat dalam sebuah novel.

Seorang tokoh yang ditakdirkan mati mengenaskan di tangan Kun A Tai, CEO dingin yang menguasai dunia gelap dan dikenal sebagai tiran kejam yang jatuh cinta pada pemeran utama wanita.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#20

Wei Li tidak langsung tidur malam itu. Ia duduk di lantai kamarnya, bersandar ke sisi ranjang. Lampu utama sudah dimatikan, hanya lampu meja kecil yang menyala redup. Cahaya kuningnya jatuh di lantai marmer, memotong bayangan tubuhnya jadi dua.

Tangannya terlipat di depan dada, lalu terurai. Ia mengusap lengannya sendiri, pelan, seperti memastikan tubuhnya masih utuh. Kepalanya menunduk, rambut hitamnya jatuh menutupi sebagian wajah. Kejadian hari ini terus berputar di kepalanya. Wajah Jae Hyun yang pucat tapi masih sempat bercanda. Tatapan Shen Yu An yang tenang terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja menyentuh batas paling pribadi. Dan satu hal yang paling mengganggunya Ia tidak menangis.

Tidak histeris. Tidak gemetar berlebihan. Ia marah, iya. Tapi lebih dari itu, ia… sadar. Sadar bahwa dunia ini memang seperti ini. Wei Li menghembuskan napas panjang, lalu tertawa kecil tanpa suara. “Gilak,” gumamnya. “Gue mulai kebal.” Pintu kamarnya diketuk. Satu kali. Tidak keras. Wei Li mendongak. “Masuk.”

Kun A Tai membuka pintu. Ia sudah berganti pakaian rumah kemeja gelap tanpa jas. Rambutnya sedikit berantakan, sesuatu yang jarang terlihat. Ia berhenti saat melihat Wei Li duduk di lantai. “Kau kenapa tidak di ranjang?” tanyanya. Wei Li mengangkat bahu. “Lantai dingin. Bikin kepala lebih jernih.”

Kun A Tai melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya. Ia tidak langsung bicara. Ia berdiri beberapa langkah dari Wei Li, menatapnya sejenak. “Kau baik-baik saja?” tanyanya akhirnya. Pertanyaan itu sederhana. Terlalu sederhana untuk hari seperti ini. Wei Li terdiam. Tangannya mengepal di lutut, lalu perlahan mengendur. “Kalau aku bilang iya, itu bohong,” katanya. “Kalau aku bilang enggak, juga nggak sepenuhnya benar.”

Kun A Tai mengangguk pelan, seolah jawaban itu masuk akal. Ia berjongkok di depan Wei Li, jaraknya cukup dekat tapi tidak menyentuh. Posisi mereka sejajar. “Kau marah,” katanya. Wei Li menatapnya. “aku lebih kesel dengan diri ku sendiri.”

“Kenapa?”

“Karena aku tahu ini akan terjadi,” jawab Wei Li jujur. “Dan aku tetap berjalan.” Kun A Tai tidak menyangkal. “Itu pilihan,” katanya. Wei Li mendengus kecil. “Pilihan yang mahal.”

“Semua pilihan di dunia ini mahal,” balas Kun A Tai. “dan yang murah biasanya jebakan.” Wei Li mengangkat kepala. Matanya bertemu dengan mata Kun A Tai tajam, gelap, tapi tidak dingin malam ini. “kaj pernah menyesal?” tanyanya tiba-tiba.

Kun A Tai diam. Cukup lama sampai Wei Li hampir menarik kembali pertanyaannya. “Aku tidak punya waktu untuk menyesal,” jawabnya akhirnya. “Aku hanya punya waktu untuk memperbaiki atau mengulang kesalahan dengan cara yang lebih rapi.” Wei Li tertawa pelan. “Jawaban CEO banget.” Kun A Tai sedikit mengangkat alis. “Tapi jujur.”

Wei Li mengangguk. Ia berdiri perlahan. Saat berdiri, ia sedikit goyah bukan karena lelah fisik, tapi karena pikirannya berat. Kun A Tai refleks mengulurkan tangan, berhenti di udara, lalu menariknya kembali saat Wei Li sudah stabil. Gerakan kecil itu tidak luput dari perhatian Wei Li. “aku tak selemah itu,” katanya.

“Aku tahu,” jawab Kun A Tai. “Itu yang membuatmu berbahaya.” Wei Li menyeringai tipis. “Pujiannya serem.” Kun A Tai menatapnya lebih lama. “Shen Yu An tidak akan berhenti.” Wei Li menyilangkan tangan di depan dada. “aku juga tidak.”

Keheningan kembali turun. Kali ini tidak canggung. “Kau sadar,” kata Kun A Tai, “kalau kau sudah terlalu jauh untuk berpura-pura tidak terlibat.”

Wei Li menghela napas. “yah aku tahu.”

“Kau bisa mundur,” lanjut Kun A Tai. “Aku bisa—”

Wei Li memotong. “Enggak.” Suaranya tegas. Kun A Tai menatapnya, tidak terkejut, hanya… mengamati. “Kenapa?” tanyanya. Wei Li mengusap wajahnya sekali, lalu berkata, “Karena kalau aku mundur sekarang, semua yang kejadian hari ini jadi nggak ada artinya.” Ia menatap Kun A Tai lurus-lurus. “Dan aku benci itu.”

Kun A Tai berdiri. Ia menatap Wei Li dari atas ke bawah, seolah menilai ulang. “Baik,” katanya. “Kalau kau tetap di sini, kau akan berhenti bertindak sendiri.” Wei Li mengernyit. “aku nggak bilang—”

“Kau akan bicara denganku sebelum bergerak,” lanjut Kun A Tai. “Tidak ada umpan tanpa rencana. Tidak ada provokasi spontan.” Wei Li terdiam. “Dan?” tanyanya. “Dan aku akan berhenti menganggapmu sebagai variabel,” kata Kun A Tai datar. “Kau bagian dari papan.”

Wei Li menatapnya beberapa detik, lalu tersenyum miring. “Itu ancaman atau tawaran?” Kun A Tai membalas senyumnya tipis. “Keduanya.” Wei Li mengangguk. “Deal.” Pagi datang terlalu cepat. Wei Li baru tidur dua jam saat Jae Hyun masuk kamar tanpa mengetuk kebiasaan lama yang tidak berubah.

“Kalau Nyonya belum bangun,” katanya sambil membuka tirai, “saya akan—oh.” Wei Li duduk di ranjang, rambutnya berantakan, mata setengah terbuka.

“Lo hidup,” katanya. Jae Hyun mengangkat tangan. “Masih.” Wei Li menghembuskan napas lega yang tidak ia sadari ia tahan. “Duduk,” katanya singkat. Jae Hyun menurut, duduk di kursi dekat ranjang. Ia terlihat lebih baik dari malam sebelumnya, meski memar masih ada. “Kondisi?” tanya Wei Li.

“Layak jual,” jawab Jae Hyun. “Diskon sedikit.” Wei Li memutar mata. “Bercanda lagi, ku lempar kau ke dokter buat cek otak.” Jae Hyun tersenyum. “Perhatian Nyonya menyentuh.” Wei Li menatapnya serius. “Lain kali, kalau ada yang aneh, kau bilang.” Jae Hyun terdiam. Senyumnya memudar sedikit.

“Saya tahu,” katanya pelan. “Tapi waktu itu… saya pikir bisa ditangani.” Wei Li mengepalkan tangan di atas selimut. “Jangan ambil risiko sendiri.” Jae Hyun menatapnya. “Perintah?” Wei Li mengangguk. “Iya.”

Jae Hyun tersenyum kecil. “Baik, bos.” Wei Li mendengus. “Jangan panggil gue gitu.”

“Siap, bos.” Wei Li melempar bantal ke arahnya. Jae Hyun tertawa, lalu berdiri. “Ada rapat siang ini. Tuan Kun minta Nyonya hadir.” Wei Li menarik napas. “Mulai resmi, ya.”

Jae Hyun menatapnya sejenak. “Nyonya kelihatan beda.” Wei Li menatap ke jendela. “Gue nggak berubah.” Ia menoleh kembali. “Gue cuma berhenti pura-pura.”

Jae Hyun mengangguk pelan. Saat ia keluar, Wei Li bersandar ke kepala ranjang.Tangannya terangkat, mengusap dada sendiri, merasakan detak jantungnya. Masih cepat. Masih hidup. Dan untuk pertama kalinya sejak ia terbangun di tubuh ini, Wei Li tidak lagi berpikir soal bertahan hidup. Ia mulai berpikir soal menguasai permainan.

1
Queen AL
nama sudah ke china-chinaan, eh malah keluar bahasa gue. tiba down baca novelnya
@fjr_nfs
/Determined/
@fjr_nfs
/Kiss/
X_AiQ_Softmilky
uhuyy Mangat slalu🤓💪
@fjr_nfs: /Determined/
total 1 replies
Jhulie
semangat kak
@fjr_nfs
jangan lupa tinggalkan like dan komennya yaa ☺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!