Ini adalah kisah tentang seorang ibu yang terabaikan oleh anak - anak nya di usia senja hingga dia memutuskan untuk mengakhiri hidup nya.
" Jika anak - anak ku saja tidak menginginkan aku, untuk apa aku hidup ya Allah." Isak Fatma di dalam sujud nya.
Hingga kebahagiaan itu dia dapat kan dari seorang gadis yang menerima nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Zeyden
*****
Hari ini Kanaya sudah di perbolehkan pulang oleh dokter setelah satu minggu menjalani perawatan di rumah sakit untuk terapi pertama nya.
Fatma dengan hati - hati memegangi lengan Kanaya berjalan menuju depan rumah sakit.
" Bunda, nggak usah di pegangin terus. Naya sudah sehat loh." Kata Kanaya tersenyum karena legangan tangan Fatma yang tak lepas dari keluar kamar tadi.
" Iya, bunda tahu. Tapi bunda harus pastikan kamu baik - baik saja selama sama bunda."
" Kayak nya ada yang terbalik deh ini?"
" Terbalik apa nya?" Tanya Fatma heran.
Sambil tersenyum Kanaya melepaskan tangan Fatma lalu berganti Kanaya yang memegangi lengan sang Bunda.
" Loh loh... kok jadi bunda yang di pegangi gini? Naya... bunda kan..." Ujar Fatma kebingungan.
" Bunda... sudah diam saja. Yang bener itu yang begini. Dimana - mana, anak nya yang jagain bunda nya. Memastikan bunda nya baik - baik saja selama sama dia. Pokok nya selama ada Naya bersama bunda, Naya nggak akan lepaskan tangan bunda. Naya nggak mau Bunda di culik orang nanti."
Fatma tersenyum bahagia. Betapa beruntung nya dia bersama dengan Kanaya yang menyayangi nya dengan tulus.
Tapi senyum itu seketika memudar kala dia mengingat wajah Aris dan Ariel yang begitu cuek selama tinggal dengan nya.
" Bagaimana kalau nanti bunda bertemu dengan anak - anak bunda?" Tanya Fatma.
Deg
Pertanyaan itu lah yang selama ini tak mampu di bayangkan Kanaya sendiri. Sambil berjalan dia terus menggenggam lengan Fatma tanpa mampu menjawab pertanyaan Fatma.
" Bagaimana jika nanti nya anak - anak bunda menginginkan bunda kembali pada mereka?" Tanya Fatma lagi.
Kanaya mendesah sekali sebelum menjawab pertanyaan Fatma.
" Naya nggaka akan izinkan mereka membawa bunda pergi. Bukan nya dulu mereka yang meninggalkan bunda ke panti jompo. Itu arti nya mereka nggak menginginkan bunda lagi. Jadi untuk apa bunda kembali pada orang yang tidak menginginkan bunda?" Jawab Kanaya dengan tenang.
" Naya benar. Aris dan Ariel sudah meninggalkan aku le panti jompo. Mereka tidak mau mengurus ku. Untuk apa aku masoh berharap pada mereka?" Bathin Fatma.
Saat sudah di depan mereka pun berhenti.
" Sebentar ya, bun. Naya mau pesan online dulu." Kata Kanaya mengeluarkan ponsel nya dari dalam tas.
" Astaghfirullahaladzim... bunda lupa, Nak." Ujar Fatma menepuk pelan jidat nya.
" Ada yang ketinggalan, bun?" Tanya Kanaya.
" Bunda lupa, tadi dokter pesan. Bunda di suruh jumpai dokter sebelum kita pulang. Bunda malah kelupaan." Kata Fatma.
" Kalau begitu, bunda tunggu di sini sebentar biar Naya yang temuin dokter nya ya."
" Nggak nggak nggak. Kamu yang nunggu di sini. Biar bunda yang masuk temui dokter." Tolak Fatma.
" Jangan bunda, nanti bunda capek loh kalau jalan lagi ke dalam."
" Nggak papa, sayang. Bunda nggak merasa capek kalau untuk kebaikan anak bunda ini." Ucap Fatma menyentuh dagu Kanaya.
Kanaya tersenyum dan mengangguk pelan.
" Kamu tunggu di sini sebentar, bunda ke dalam dulu ya." Ucap Fatma lagi.
Fatam berjalan dengan cepat kembali masuk ke dalam rumah sakit. Dia tidak ingin Kanaya menunggu nya terlalu lama di luar.
" Terima kasih ya Allah. Aku bahagai sekali bersama Naya. Baru kali ini aku merasa ada yang begitu peduli dengan aku. Ada yang perhatian dengan ku. Rasa nya sangat terharu ya Allah. Andai Aris dan Ariel yang memperlakukan aku seperti itu. Pasti rasa nya senang sekali." Bathin Fatma mengusap air mata yang jatuh di pipi nya.
*
*
*
Zeyden keluar dari mobil dan berjalan dengan gagah. Dia membuka kaca mata hitam yang dia pakai saat dia melihat Kanaya duduk di depan rumah sakit.
" Hai." Sapa Zeyden dengan ramah.
Kanaya mendongak dengan alis yang saling bertaut.
" Ada apa ya, mas?" Tanya Kanaya.
Zeyden pun ikut duduk di sebelah Kanaya.
" Aku itu bilang hai loh sama kamu. Harus nya kamu jawab hai juga... atau apa lah. Bukan nya malah bertanya." Protes Zeyden.
Kanaya tidak merespon. Dia menatap Zeyden dengan tatapan tidak suka dengan keberadaan Zeyden di sana.
" Ada apa ya, mas? Urusan di antara kita sudah selesai kan? Saya sudah sembuh kok. Jadi mas nggak perlu merasa bertanggung jawab lagi dengan saya." Tanya Kanaya masih dengan mode cuek nya.
" Kamu itu ya... dasar perempuan." Desah Zeyden menahan kekesalan nya atas sikap Kanaya.
" Oke. Kita memang tidak ada urusan lagi. Tapi kalau memang sudah sembuh, kenapa ada di rumah sakit? Atau kamu memang sedang sakit sekarang?" Tanya Zeyden kepo.
" Apa? Sakit?" Kanaya balik bertanya.
" Iya, sakit. Kamu sakit ya?"
" Saya sakit? Bukan." Jawab Kanaya gugup.
Zeyden menatap lamat - lamat wajah Kanaya. Dan dia bisa melihat raut wajah Kanaya yang mengetat.
" Tapi aku rasa kamu lagi sakit deh. Wajah kamu pucat gitu." Tunjuk Zeyden ke wajah Kanaya.
" Mas ini kenapa sih? Mending mas pergi aja deh dari sini. Kita nggak punya urusan lagi kan? Pergi deh mas." Usir Kanaya.
Zeyden mendesah pelan. Dia berusaha keras agar tetap sabar menghadapi sikap cuek nya Kanaya.
" Sabar Zey, sabar. Ingat kata mama kamu. Sama cewek itu harus sabar... harus lembut. Sabar Zey. Kamu pasti bisa membuat dia nyaman sama kamu." Bathin Zeyden.
" Tunggu apa lagi, mas. Sudah, sana pergi." Usir Kanaya lagi.
" Saya mau kenalan dengan kamu. Zeyden." Ucap Zeyden mengulurkan tangan nya pada Kanaya.
" Maaf, kita nggak bisa saling mengenal." Tolak Kanaya.
" Loh, kenapa?"
Tiba - tiba saja Fatma menghampiri Kanaya dan Zeyden.
" Nak, maaf ya nunggu lama." Kata Fatma.
Kanaya pun bangkit dari duduk nya lalu di susul oleh Zeyden.
" Nggak papa, Bunda. Nggak lama kok."
" Hai, tante." Sapa Zeyden mencoba sok ramah dengan Fatma.
" Teman nya Naya ya?" Tanya Fatma.
" Iya, tante. Saya Zey, teman nya... Naya." Jawab Zeyden mengulurkan tangan nya pada Fatma dan Fatma pun membalas nya.
Kanaya hanya diam pasrah saat Zeyden malahbberhasil berkenalan dengan Fatma.
" Sudah selesai kan bun? Kita pulang saja yuk?" Ajak Kanaya.
" Iya, Nak. Ayo kita pulang." Jawab Fatma.
" Nak Zey, kita pulang dulu ya." Pamit Fatma.
" Iya, tante. Sampai bertemu lagi."
" Sampai bertemu lagi? Nggak salah? Siapa juga yang mau ketemu kamu lagi, mas." Bathin Kanaya mendumel.
Kanaya sempat melirik Zeyden yang masih tersenyum pada nya sebelum Kanaya dan Fatma menjauh dari Zeyden.
*
*
*
" Lagi lihat apa?" Tanya Shafa mengikuti arah pandang putra nya itu.
Zeyden tak menjawab. Dia hanya diam sambil terus tersenyum menatap jalan.
" Hey." Panggil Shafa menepuk bahu Zeyden.
Zeyden yang langsunh tersadar menoleh ke samping dan betapa dia terkejut nya saat dia menemukan sang mama berada di sebelah nya.
" Mama? Sejak kapan mama disini?" Tanya Zeyden gugup.
" Sejak kamu kayak orang gila. Senyum - senyum sendiri. Nggak tahu senyum sama siapa." Jawab Shafa.
" Tega banget sih ma ngatain anak nya kayak orang gila." Cemberut Zeyden.
" Kalau nggak mau di bilang gila, beri tahu mama dong tadi kamu senyum sama siapa?"
" Senyum sama siapa? Zey nggak ada senyum ma. Lagian nggak ada yang Zey kenal di sini." Elak Zeyden berbohong.
Shafa mengejek Zeyden dengan senyuman nakal nya.
" Justru mama tahu nggak ada yang kamu kenal di sini makanya mama tanya kamu senyum sama siapa tadi?"
" Nggak ada yang senyum, ma."
" Ada."
" Nggak ada, ma. Perasaan mama aja tuh."
" Perasaan mama kenapa? Lagian tadi mama lihat ya jelas - jelas kamu itu senyum - senyum ke jalan itu. Sampai kamu nggak sadar kalau ada mama di sini. Terus tadi kamu kaget kan waktu mama panggil?" Ucap Shafa menekan kan.
Zeyden tersenyum simpul. Kembali menutupi kenyataan kalau memang dia tadi benar tersenyum pada Kanaya yang sudah tidak terlihat lagi.
" Mama mulai ngacok nih. Anak nya nggak senyum malah di bilang senyum."
" Kamu tuh yang mulai ngaco. Di jodohin sama dokter gigi nggak mau, sama suster nggak mau. Nah sekarang... malah senyum - senyum sendiri kayak orang gila. Ih... serem mama lihat kamu Zey."
Shafa bergidik ngeri dan melangkah menjauh dari Zeyden. Dia berjalan santai masuk ke dalam rumah sakit.
" Kok jadi serem, ma?" Tanya Zeyden menatap mama nya yang menjauh.
" Memang nya Zey setan apa?"
" Ma... mama..." Panggil Zeyden mengikuti langkah sang mama.
" Jangan panggil - panggil mama ah. Mama takut sama kamu." Ujar Shafa ketika putra nya menyusul langkah nya masuk.
" Memang nya Zey setan sampai mama takut?"
" Hampir kayak nya."
" Mama..."
Shafa tetap tersenyum sambil terus berjalan di depan Zeyden. Suasana seperti ini selalu saja terjadi antara dia dan putra semata wayang nya itu.
Dia selalu punya cara untuk menjahili Zeyden. Apa lagi kalau sudah bicara soal jodoh.