Tujuh belas tahun lalu, Ethan Royce Adler, ketua geng motor DOMINION, menghabiskan satu malam penuh gairah dengan seorang gadis cantik yang bahkan tak ia ketahui namanya.
Kini, di usia 35 tahun, Ethan adalah CEO AdlerTech Industries—dingin, berkuasa, dan masih terikat pada wajah gadis yang dulu memabukkannya.
Sampai takdir mempertemukannya kembali...
Namun sayang... Wanita itu tak mengingatnya.
Keira Althea.
Cerewet, keras kepala, bar-bar.
Dan tanpa sadar, masih memiliki kekuatan yang sama untuk menghancurkan pertahanan Ethan.
“Jangan goda batas sabarku, Keira. Sekali aku ingin, tak ada yang bisa menyelamatkanmu dariku.”_ Ethan.
“Coba saja, Pak Ethan. Lihat siapa yang terbakar lebih dulu.”_ Keira.
Dua karakter keras kepala.
Satu rahasia yang mengikat masa lalu dan masa kini.
Dan cinta yang terlalu liar untuk jinak—bahkan ol
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudi Chandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Keira berjalan cepat menuju meja kerjanya, wajah memerah, langkah gugup, dan dalam hati ia terus memaki dirinya sendiri.
“Bagaimana bisa aku ketiduran di mansion Ethan?! Dan—DIA—memelukku sepanjang malam?! Kenapa hidupku seperti drama murahan?!”
Setiap staf yang lewat menyapanya seperti biasa.
“Pagi, Bu Keira!”
Keira mencoba tersenyum normal, tapi hasilnya lebih seperti ekspresi orang yang menahan kejang otot.
“P–pagi!”
Sementara itu, Ethan keluar dari lift private-nya. Tenang. Elegan. Dingin. Dan—menyebalkan.
Tatapan mereka bertemu sepersekian detik.
Keira langsung memalingkan wajah panik.
Ethan?
Ia tersenyum kecil. Sangat kecil. Nyaris tak terlihat.
Tapi itu sudah cukup membuat para staf perempuan langsung bisik-bisik.
“Tadi kamu liat nggak? Pak Ethan senyum?! Hari ini mau kiamat ya?!”
“Aku kira itu cuma ilusi karena aku belum sarapan—ternyata beneran!”
“Gengs… aku udah lima tahun di kantor ini. Ini pertama kalinya aku liat Pak Ethan senyum ke manusia.”
“Biasanya Pak Ethan cuma senyum kalau presentasi kita nggak hancur-hancur amat.”
Mereka lalu melihat arah tatapan Ethan yang sekilas mengarah ke Keira.
Semua serempak menatap Keira, yang baru datang dengan wajah panik dan langkah salah tingkah.
“Wait… jangan bilang… itu gara-gara Keira?”
“Gengs… Keira bangun tidur jam berapa sih sampai bisa bikin CEO kita senyum-senyum pagi-pagi?!”
“Apa mereka…? Eh, nggak mungkin. Atau mungkin? Atau mungkin banget?!”
“Kok rasanya aku mencium bau-bau… kedekatan.”
“Ini bukan bau kedekatan. Ini bau chemistry yang dikuatkan gravity.”
Sementara itu, staf laki-laki ikut nimbrung.
“Gue kira AC kantor bocor sampai bikin Pak Ethan gigi-nya kelihatan.”
“Ini pasti ada event langka. Matahari terbit dari barat atau gimana?”
“Kesimpulan: Keira itu cheat code-nya CEO.”
Salah satu staf perempuan menepuk meja pelan.
“Aku sumpah… kalau Pak Ethan sampai lembut ke Keira, aku pensiun dini dan jadi petani cabai.”
“Jangan buru-buru. Kita pantau dulu perkembangan hubungan mereka.”
“Gengs, kalau bener mereka deket… siap-siap drama kantor level dewa.”
“Aaa… Aku jadi deg-degan sendiri.”
Mereka semua melipir sambil menatap Keira yang masih pucat tapi pura-pura sibuk buka laptop.
Keira rasanya ingin menghilang.
“Dia itu memang sengaja…! Kenapa dia keliatan enjoy banget sih?!”
-----
Ruang meeting sudah penuh—direksi, kepala divisi, dan beberapa staf yang diundang.
Ethan duduk di kursi utama. Tenang. Tegas. Semua orang menunduk pada auranya.
Keira berdiri di sampingnya sambil memegang tablet data, wajah sudah jutek duluan. Ia pura-pura fokus, padahal pikirannya masih muter tentang: dipeluk… dicium kening… tidur bareng…
Ia menepuk pipinya sendiri pelan agar sadar.
Ethan melirik singkat dan hampir tertawa melihat itu. Kemudian ia pun memulai rapat. “Baik. Kita mulai meetingnya.” suaranya dalam dan tegas.
“Baik, Pak.” sahut semua orang di dalam ruangan tersebut.
Ethan mulai menjelaskan draft keputusan yang menurutnya final. “Kita revisi konsep marketing menjadi model A. Tidak ada diskusi.”
“Keira, tampilkan grafik proyeksi pendapatan kuartal depan.” titahnya kemudian.
Keira menekan beberapa tombol. Grafik belum muncul.
Tablet-nya nge-lag.
“Sebentar, Pak. Tablet kantor ini loading-nya kayak kuda pincang.” ucap Keira santai.
Direksi saling pandang tegang.
“Dia… barusan ngomong apa?” tanya seorang pria paruh baya bertubuh gempal dengan ekspresi shock.
“Dia bandingin tablet kantor… sama kuda pincang.” jawab temannya yang juga shock.
“Pak Ethan pasti marah, nih. Habis dia…” ucap seorang pria berkacamata bulat.
Tapi Ethan cuma menatap Keira… pelan… dalam… Bukan marah—justru seperti menikmati. “Kalau tablet-nya lambat, kenapa kamu tidak minta tablet baru ke saya?” tanyanya tenang.
Keira cemberut sambil masih nyoba mencet layar. “Pak, saya sekretaris Bapak, bukan kolektor gadget. Nanti dikira saya numpang hidup dari kantor.”
Para direksi nyaris tersedak air putih mereka.
“TUHAN… dia balas begitu?!”
“Kalau ini yang ngomong ke saya, saya sudah pecat. Tapi CEO cuma… lihat… tuh…”
Ethan tiba-tiba condong sedikit ke arah Keira. “Kamu boleh minta apa pun ke saya, Keira.
Saya yang tanggung.” suaranya rendah, dingin, tapi ada aroma posesifnya.
Keira langsung menatapnya tajam. “Pak, jangan ngomong gitu di depan umum. Nanti orang salah paham.”
SALAH PAHAM???!!!
Semua kepala langsung nunduk biar nggak ketahuan muka kepo mereka.
Ethan hanya menaikkan alis, bibirnya melengkung sedikit. “Biarkan mereka paham apa yang perlu dipahami.”
Salah seorang direktur langsung berbisik dramatis. “Astaga! CEO kita baru ngomong apa barusan?!”
Tepat saat grafik akhirnya muncul di layar besar, Ethan berkata. “Keira, duduk di sini.”
Ia menepuk kursi tepat di sebelahnya.
Keira langsung berdecak kesal. “Pak Ethan, saya bisa berdiri. Ini rapat penting. Saya sekretaris, bukan anak TK.”
Direksi dan staf menahan napas sangat keras.
“Aku… aku nggak kuat lihat ini…”
“Dia… ngomel… di RUANG MEETING BESAR… ke CEO…”
“CEO kok malah senyum??? SENYUM!!!”
Ethan menatap Keira dengan dingin yang intens. “Keira. Duduk.” katanya pelan.
Nada itu bikin seluruh ruangan merinding.
Keira menatap balik tanpa takut. “Kalau saya duduk, Bapak jangan ganggu saya ya. Jangan tiba-tiba minta saya ngambilin kopi. Saya sekretaris, bukan barista.”
Semua direksi kompak menunjukkan ekspresi shock, seolah berkata...
"YA AMPUN!!!"
Ethan menyandarkan punggung, menatap Keira dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Bibirnya melengkung samar. “Kalau saya mau kopi… saya cukup panggil nama kamu saja.
Dan kamu akan datang.”
Keira mendengus. “Isshh… Percaya diri banget, Bapak.” gumamnya pelan, tapi masih bisa didengar oleh seorang direktur yang berada tak jauh darinya.
Direktur itu pun langsung berbisik ke teman di sampingnya. “Ih… cocok banget mereka… aku muak tapi mau lagi.”
Keira akhirnya duduk dengan bantingan kecil—nggak kasar, tapi cukup menunjukkan protes.
Dan Ethan?
Hanya menatapnya sepanjang rapat.
Tanpa kedip.
Tanpa peduli direksi mau ngomong apa.
Para direktur pun saling berbisik lemah.
“Aku… beneran takut kalau mereka nanti nikah, perusahaan ini jadi kerajaan cinta…”
“Kagak bohong, aku lebih takut Pak Ethan marah kalau kita salah bicara tentang Keira.”
“Bukan cuma takut… ini CEO jatuh cinta berat, sih…”
...----------------...
Rapat baru selesai. Semua direksi langsung bubar dengan kecepatan cahaya, takut ketularan aura “ketegangan misterius” antara CEO dan sekretaris barunya.
Keira menghela napas panjang, lalu menatap Ethan dengan canggung. “Ethan… Boleh ngomong sebentar?”
Ethan menutup map rapatnya dengan tenang, lalu mengangguk. “Tentu.”
Tatapannya tetap intens. Fokus. Ke Keira. Lagi.
Keira langsung manyun. “Tolong… jangan natap aku kayak gitu di ruang meeting.”
Ethan menaikkan alis tipis. “Natap yang mana?”
Keira menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Yang… yang kayak kamu mau mangsa aku hidup-hidup itu.”
Ethan terkekeh perlahan—suara rendah, berbahaya, tapi memabukkan..“Kalau aku mau ‘memangsa’, aku tidak akan menunggu meeting selesai.”
Keira tersedak udara. “Ethan! Aku serius!”
Ethan berdiri, mengambil jasnya, lalu menarik Keira mendekat… sangat dekat, hingga tak ada jarak di antara mereka.
Bahkan Keira bisa mencium aroma parfumnya—aroma maskulin dingin yang bikin kakinya lemas dan jantung berdebar tak karuan.
“Aku menatapmu, karena aku suka, Keira. Dan aku menikmati itu.” lirih Ethan menyerukkan wajah tampannya ke leher Keira, menikmati aroma strawberry yang menjadi candu untuknya.
Keira menahan napas, lalu mendorong Ethan agar sedikit menjauh. “Ethan, jangan ngomong gitu! Nanti orang kantor mikir yang aneh-aneh!”
Ethan mendekat lagi. “Biar saja. Asal kamu tidak memikirkan pria lain.”
Keira langsung stuck like Windows XP.
Tiba-tiba pintu diketuk.
Rowan masuk dengan wajah penuh dosa dan niat ghibah. Ia langsung nyengir kayak setan kecil. “Permisi, Pak… Bu Keira…”
Ia menatap dua-duanya, melihat jarak yang super dekat. “Wah, saya ganggu ya?”
Keira langsung mundur dua langkah.
Sementara Ethan langsung melotot tajam. “Katakan apa keperluanmu.”
Rowan tetap nyengir sambil menahan tawa. “Tadi rapatnya lancar, Pak? Direksi lewat semua kelihatan shock. Katanya Bapak senyum TIGA KALI.”
Keira memandang Ethan cepat, kaget. “Bapak senyum? Tiga kali? Serius??”
“Rowan.” desis Ethan menatap Rowan tajam.
Rowan berpura-pura takut. “Iya, Pak. Tapi saya jujur, Pak. Bapak tadi natap Bu Keira kayak—”
“Rowan.” Ethan memberikan tatapan mematikan kepada Rowan.
Rowan mengangkat tangan, menyerah. “Baiklah… Tapi kalau Bapak terus begini, seluruh kantor bakal langsung tahu Bapak—”
Ethan melangkah mendekat, Rowan langsung nge-zip mulutnya.
“Oke oke saya diem. Tapi tetap ya, Pak…” tatapnya beralih ke Keira. “…Bu Keira, kalau Bapak ini ganggu, bilang aja. Saya siap ngadain training ‘Cara CEO PDKT Tanpa Menakuti Staf’.”
Keira ngakak.
Ethan menatap Rowan dengan aura “mati kamu nanti”.
Rowan kabur sambil dadah-dadah. “Semangat ya Pak! Semangat juga Bu Keira! Hidup percintaan kantor!”
Pintu ditutup.
Keira masang wajah pasrah + jengkel + malu. “Ethan… tolong jangan bikin staf-staf panik begitu. Jangan tatap aku aneh-aneh waktu rapat. Tolong jaga image CEO yang dingin itu loh.”
Ethan memandangnya dalam-dalam. “Untuk kamu… aku tidak bisa menjaga jarak.”
Keira memegang dada sendiri, nahan deg-degan. “Ethan… jangan begini.
Aku sekretaris kamu.”
Ethan menunduk sedikit, menatap bibir Keira. “Justru itu, Keira. Sekretarisku harus selalu ada di dekatku.” katanya pelan.
“Ethan…!” teriak Keira frustasi.
...****************...
tutur bahasanya rapi halus tegas jarang tipo atau mungkin belum ada
semangat tor 💪💪💪