NovelToon NovelToon
I Love You My Sugar Daddy

I Love You My Sugar Daddy

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Seroja 86

Ia berjuang sendirian demi menebus kesalahan di masa lalu, hingga takdir mengantarkannya bertemu dengan lelaki yang mengangkatnya dari dunia malam.
Hingga ia disadarkan oleh realita bahwa laki laki yang ia cintai adalah suami dari sahabatnya sendiri.
Saat ia tahu kebenaran ia dilematis antara melepaskan atau justru bertahan atas nama cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seroja 86, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Harsya. Ucapan terakhir Harsya sebelum pergi masih menggema lembut di telinganya nada suara itu, cara pria itu menatapnya, genggamannya di punggungnya saat memeluk.

Hatinya bercabang antara rindu, hangat, dan takut kehilangan.

“I love you more and more…” ia berbisik mengulang kalimatnya, tersenyum kecil seperti wanita yang sedang dimabuk rasa.

.Selesai mandi dan berganti pakaian santai, Alma sedang mengoleskan lotion ke lengannya ketika ponselnya berbunyi. Nama Harsya muncul di layar. Seketika senyumnya terbit begitu saja.

Ia geser tombol hijau.

“Halo Mas…”

Suara Harsya terdengar serak, seperti kelelahan tapi hangat.

“Al… Selama seminggu Mas nggak akan ada di Semarang. Ada pertemuan dengan pemerintah pusat di Jakarta Mas baru sempat bilang sekarang.”

Alma terdiam sesaat, menghela napas kecil. “Selama itu Mas?.”

“Iya sayang… kenapa? kangen ya?.”Nada menggoda tapi lembut.

“Ya pastilah Mas…” jawab Alma sambil memainkan ujung selimut, pipinya memanas sendiri.

“Hehehe, Mas juga bakal kangen… banget malah.”

“Hm… serius gak?” Alma menggoda balik.

“Serius dong sayang, masa bohong sih sama kamu.”

Alma tersenyum, hatinya terasa berbunga bunga.

“Yaudah Mas… hati-hati di sana ya… jangan begadang terus… jaga kesehatan."

“Hehehe… iya sayang kamu juga jaga diri. Jangan terlalu capek ngurus butik. Kalau ada apa-apa langsung kabarin Mas.”

“Hm… siap, komandanku…” sahut Alma setengah bercanda. Ada detik hening tapi bukan canggung lebih ke dua orang yang sebenarnya ingin tetap terhubung lebih lama.

“Al…” suara Harsya merendah, hampir berbisik.

“Hmm?”

“I love you.”

Alma menutup mata sebentar

“I love you more and more…” jawabnya lirih.

Telepon terputus, tapi rasa hangat dari suara Harsya masih tinggal lama.

Besok paginya, Alma bangun dengan hati yang ringan.

Senyumnya tidak hilang bahkan saat ia menyeduh teh dan menyiapkan tas kerja.

Malam itu Alma baru pulang setelah survei interior butik. Tangannya membawa beberapa katalog, badannya letih namun sangatnya tidak pernah padam.

Sampai di lobby, ia menekan tombol lift. Pintu terbuka di dalam ada pria asing, usia sekitar awal 30-an, rapi tapi dengan aura percaya diri yang kelewat batas.

Alma masuk tanpa curiga.

Pintu menutup. Lift bergerak naik.

“Lantai berapa, Mbak?” tanya pria itu sambil menahan pintu.

“Delapan,” jawab Alma datar.

Pria itu menaikkan alis.

“Sama dong , sudah lama tinggal di lantai 8 ya Mbak?.”

Alma cuma mengangguk kecil. Ia nggak punya niat untuk membuka percakapan.

Tapi pria itu terus menatap menilai dalam diam.

“Sudah bersuami?” tanyanya tiba-tiba, suaranya datar tapi tatapannya mengandung maksud lain.

Alma merasa jengah dengan pertanyaan yang baginya sangat tidak sopan di ucapkan oleh orang yang baru bertemu, lift terasa bergerak sangat lambat, Ia tidak menjawab hanya menatap angka digital merah di atas pintu.

Tapi bukannya berhenti, pria itu tertawa pelan.

“Boleh dong kenalan… siapa tahu saling membutuhkan…”

Nadanya mengejek,

Telinga Alma memerah bukan malu, tapi marah, ia merasa harga dirinya benar benar diinjak.

Ia menoleh sorot matanya penuh rasa jijik.

“Mas… jangan kurang ajar ya.”

Pria itu sempat terperangah, jelas tak menyangka Alma sekuat itu.

Lift akhirnya berhenti,Alam menyipitkan mata senyumnya terbit, ia sengaja mundur beberapa langkah tepat di belakang si laki laki.

Begitu pintu terbuka Alma keluar dengan gerakan kasar sehingga tasnya menyenggol badan si laki laki menyebalkan itu dengan cukup kuat.

"Eeh santai dong Mbak kasar amat."Seru Pria kaget ia berusaha mencari keseimbangan agar tidak terjerembab kedepan.

Alam tidak menghiraukan ucapan si laki laki menyebal kan itu, ia melangkah cepat menuju unitnya.

Tapi begitu ia menempelkan key card pintu apartemennya, ia menyadari satu hal tatapan pria tadi… bukan tatapan orang yang akan berhenti hanya karena ditegur.

Begitu pintu apartemen menutup, Alam bersandar sejenak di belakang pintu Rasa risih masih menempel sejak pertemuannya dengan laki-laki di lift tadi tatapan meremehkan itu begitu melekat dalam ingatannya.

Ia melempar tas ke sofa dan melangkah cepat ke depan cermin. Ada sedikit kegelisahan di sana… sempat terpikir apa ada yang salah dari penampilannya.

Alma memperhatikan wajahnya, pakaiannya tidak ada yang terkesan “mengundang”.Tidak ada sama sekali menurutnya.

“Emang dasar laki-laki gathel.” gumamnya kesal, mengusap wajah sendiri seolah ingin menghapus memori menyebalkan itu.

Tapi di balik gerutuan itu, ada sesuatu yang berubah ia jadi waspada.

Sejak kejadian itu, Alma memutuskan satu hal dalam hati ia tidak akan menolerir gangguan sekecil apa pun.

Ia menarik napas panjang, memaksa pikirannya beralih pada hal yang lebih membahagiakan butiknya, impiannya di banding memikirkan laki laki menyebalkan yang ia temui tanpa sengaja didalam lift

Perlahan, ketegangan di wajah Alma mengendur. Ada senyum kecil muncul… bukan karena hatinya benar-benar tenang, namun ia berpikir bahwa tidak ada gunanya memikirkan hal sampah seperti itu.

Paginya Alma sudah bergegas ke ruko, bahkan sebelum pekerja datang. Tangannya sibuk memeriksa satu per satu detail dekorasi memastikan segala sesuatu berjalan sesuai yang ia mau, pencahayaan menyorot ke area display utama, manekin berdiri anggun dengan posisi yang pas.

Hidungnya mengembang menahan senyum bangga saat ia berdiri di tengah ruangan, memutar badan perlahan. Ini… sepertu mimpi Alma si wanita malam akhirnya bisa keluar dari hingar bingar dunia malam.

Ia duduk sejenak, membuka ponsel untuk mengecek chat dari Rena.

"On the way paling 30 menit sampai, kalau ada yang kurang jangan ragu hubungi aku ya."

Senyuman Alma bertambah lebar,Ia sudah tidak sabar melihat koleksi itu memenuhi ruang display.

Tapi justru bagian paling personal dari butik itu ada di lantai atas, dan ia melangkah ke sana dengan semangat penuh.

Begitu sampai di ruang kerjanya, keadaan kontras sekali dengan area bawah kain bertumpuk di kursi, beberapa sketsa terbuka di lantai, pita meteran melilit ke lengan kursi, pensil desain masih tergeletak ruangan penuh jejak perjuangan.

Alma mengangkat satu sketsa, memandanginya lama. Koleksi Rena sebenarnya sudah mewakili identitas butiknya tapi… ia tidak mau butik itu hanya memajang karya Rena.

Tanpa pikir panjang ia mulai bekerja. Tangannya meraih gunting, kain satin dan tile, tubuhnya membungkuk, berdiri, berpindah sibuk seperti seseorang yang tahu betul apa yang ingin ia kejar.

Sesekali ia berhenti, menghela napas, memijat tangan yang mulai pegal.

“Kali ini aku nggak boleh setengah-setengah,” gumamnya lirih, bukan keluhan tapi tekad.

Ia bekerja hingga lupa waktu, sampai akhirnya suara bell di tekan nyaring.

Alma buru-buru membersihkan tangannya dari sisa kapur kain dan merapikan rambut seadanya. Senyumnya mengembang spontan bukan hanya karena koleksi yang datang, tapi karena ia mulai merasakan dirinya sedang membangun dunia yang ia mau, dengan tangannya sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!