Salsa bisa lihat malapetaka orang lain… dan ternyata, kemampuannya bikin negara ikut campur urusan cintanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon INeeTha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semoga Belum Terlambat
Karma memang punya alamat, dan paketnya baru saja sampai di depan pintu Angkasa Wiguna.
Dalam sebulan, serangan balik yang dipimpin oleh kakaknya, Surya Linardi, sukses besar. Korban-korban pelecehan Angkasa akhirnya berani speak up. Belasan gadis, termasuk artis, membongkar kelakuan busuk sang aktor. Manajernya, Bambang, sudah dijemput polisi.
Nasib Pak Rudi, bos toko musik yang menahan gaji Surya, lebih miris lagi. Tokonya dihujat oleh netizen, pelanggan kabur, dan orang tua murid meminta refund massal. Puncaknya? Dia jatuh sakit karena stres menghadapi gugatan hukum.
Siang itu, Pengacara Doni menelepon Salsa dengan kabar yang membuatnya tersenyum lebar.
"Total tuntutan ganti rugi 2,3 Miliar Rupiah, Mbak Salsa. Itu termasuk kerugian materiil dan imateriil karena fitnah itu viral se-nasional," kata Doni.
Salsa terkejut. "Kakak tahu?" tanyanya.
"Pak Surya menyerahkan semuanya padamu. Dia cuma punya satu syarat: Angkasa harus minta maaf secara live di semua TV nasional," jawab Doni.
Gila. Savage banget. Bayangkan Angkasa minta maaf sambil mengenakan baju tahanan. Puas!
Dengan hati riang, Salsa mengajak orang tua dan Surya belanja di Mall Nusantara. Dia mengganti HP jadul ayah dan ibunya dengan yang paling canggih, membelikan baju hangat, dan memborong alat musik dengan spesifikasi dewa untuk kakaknya.
Malamnya di terminal, saat mengantar ayah dan ibunya pulang kampung, suasana berubah menjadi haru.
"Uangmu simpan buat dirimu sendiri, Nduk..." mata ibunya berkaca-kaca.
Ayahnya menepuk bahu Surya. "Jaga adikmu," pesannya.
"Pasti, Yah," jawab Surya sambil menggenggam tangan Salsa erat.
Baru saja bus mereka hilang di tikungan, ponsel Salsa berdering. Reyhan Pratama.
"Sal! Aku sudah bebas karantina!" Suara Reyhan terdengar seperti soda dingin di hari panas. "Besok... ke Ocean Park, yuk? Sebelum aku terbang untuk kejuaraan dunia."
Di sebelahnya, genggaman tangan Surya mengerat. Dia mendengus pelan.
"Boleh!" jawab Salsa cepat.
Begitu telepon ditutup, Surya bertanya dengan nada datar yang mengerikan. "Teman baru?"
"Teman renang, Kak. Cuma teman," jawab Salsa.
Surya diam sejenak, lalu mengacak rambut Salsa pelan. "Hati-hati," pesannya.
Meski mulutnya berkata begitu, Salsa tahu mode overprotective kakaknya sedang menyala.
Sabtu pagi, Salsa berdiri di depan cermin. Dress hijau mint, sepatu kets putih, rambut dicepol asal. Not bad, Salsa. Sudah lama sekali dia tidak bermain ke taman hiburan.
Di gerbang Ocean Park yang ramai, sebuah balon kodok hijau gendut tiba-tiba menubruk hidungnya.
Duk!
"Pagi, Kodok Kecil," sapa suara yang familiar.
Reyhan muncul di balik balon sambil menyengir. Dia mengenakan kaus putih longgar dan celana pendek hitam. Sumpah, aura atletnya membuat silau. Ketampanannya tidak santai.
"Warna hijau cocok untukmu," pujinya santai sambil mengikatkan tali balon itu ke tangannya Salsa. "Seperti tuan putri yang nyasar dari dongeng."
Salsa mendadak salting. "Apaan sih, ayo masuk!" ajaknya.
Mereka berjalan bersisian. Reyhan tinggi menjulang, Salsa mungil di sebelahnya. Orang-orang menoleh, mungkin mengira mereka sedang syuting drama Korea.
Sementara itu, di sebuah mobil van hitam di parkiran...
"Komandan! Itu Salsa, kan? Wah, cowoknya bening banget!" seru Adit, polisi muda di tim anti-copet.
Komandan Rakha Wisesa, alias 'Si Mata Elang', melirik tajam dari balik jendela. Dia melihat Reyhan sedang membetulkan rambut Salsa dengan lembut.
"Kalian ke sini mau kerja atau bergosip?" suara Rakha sedingin es batu.
Seketika mobil hening.
"Turun. Kita menyamar," perintah Rakha.
"Siap, Ndan! Ini kostumnya," Adit membuka karung. "Ada Babi Pink, Domba Shaun, sama... Kucing Hitam felix."
Rakha menatap kostum-kostum itu dengan tatapan jijik. "Tidak ada yang lebih berwibawa?" tanyanya.
"Ini demi penyamaran, Ndan. Biar tidak dicurigai sindikat copet," jawab Adit.
Dengan berat hati dan harga diri yang hancur lebur, Rakha mengambil kepala kostum Kucing Hitam.
Rakha Wisesa, komandan polisi paling disegani, kini berubah jadi badut kucing hitam Felix dengan pantat besar yang bergoyang setiap dia berjalan.
Dia sangat badmood.
Di dalam taman, Salsa dan Reyhan sedang menikmati es krim. Tiba-tiba balon lumba-lumba seorang anak kecil di dekat mereka terbang. Dengan gerakan cepat, Reyhan melompat dan menangkap balon itu.
"Terima kasih Kakak Ganteng!" Si anak kecil girang, lalu memberi mereka hadiah dua gelang karet norak berbentuk kodok. "Ini buat Kakak berdua, semoga langgeng!"
Pipi Salsa memanas. Reyhan malah tertawa dan memakaikan gelang itu di tangannya. "Rejeki, jangan ditolak," ujarnya.
Tiba-tiba, bulu kuduk Salsa merinding. Dia merasa diawasi.
Dia menoleh. Di dekat kereta labu, ada badut Kucing Hitam yang menatapnya... tajam?
"Lucu banget kucingnya!" Reyhan menarik Salsa mendekat. "Foto, yuk!" ajaknya.
Mereka berpose di depan si Kucing. Cekrek!
Plak!
Tangan empuk si Kucing menepuk kepala Salsa. Keras pula.
"Heh?" Salsa melotot. Si Kucing memiringkan kepala, sok polos.
Plak! Dia menepuk lagi sampai cepolannya miring.
Emosi Salsa naik. Dia mencengkeram ekor kucing itu. "Kamu, ya! Saya laporin manajemen, loh, iseng banget jadi badut!" ancamnya.
Si Kucing langsung kaku.
"Sudah, Sal, mungkin dia gemas sama kamu," Reyhan tertawa sambil menarik Salsa pergi.
Salsa mendengus kesal. Kucing aneh! Awas saja kalau bertemu lagi!
Di balik kostum, Rakha menghela napas panjang. Sabar, Rakha. Sabar. Ini demi negara.
Mereka masuk ke terowongan akuarium. Suasananya biru dan romantis. Reyhan curi-curi pandang, tapi mata Salsa terpaku pada seorang gadis di depan akuarium ubur-ubur.
Gadis itu pucat, memakai kalung mutiara dan tas branded.
Saat tatapan mereka bertemu, dunia Salsa berputar. Halusinasinya datang lagi!
Dalam penglihatannya:
Gadis itu bernama Citra Lestari, ia menolong seorang ibu hamil di taman. Tanpa sadar, tasnya digerayangi copet. Dompet, HP, dan obat penyelamat nyawanya hilang. Copet itu membuang obatnya ke tong sampah karena dianggap sampah.
Adegan berubah cepat. Citra mengantre di komidi putar. Dia ambruk. Keringat dingin. Temannya panik mencari obat di tas yang ternyata kosong. Citra meninggal di tempat karena serangan penyakit langka Insufisiensi Adrenal.
Mata Salsa kembali fokus. Akuarium itu kosong. Citra sudah pergi!
"Reyhan! Cewek tadi ke mana?!" tanyanya panik.
"Hah? Sepertinya ke pintu timur," jawab Reyhan.
Salsa langsung berlari. "Kejar dia! Dia dalam bahaya!" serunya.
Mereka berlari keluar. Mata Salsa menangkap sosok Citra di kejauhan. "Mbak Citra!! Tunggu!!" teriaknya.
Baru saja dia mau mengejar, gerombolan turis menerobos jalan.
"Minggir! Minggir! Kita mau nonton atraksi!" teriak pemandu wisatanya lewat toa.
Salsa terdorong, hampir jatuh dan menginjak anak kecil yang menangis. Situasi kacau.
Tiba-tiba, sebuah tembok bulu hitam melindunginya.
Si Badut Kucing!
Dia merentangkan tangan, menahan arus manusia yang beringas itu, melindungi Salsa dan si anak kecil.
"Minggir, woy, badut jelek!" Seorang turis preman memukul kepala si Kucing.
"Kalian yang salah, main menyerobot!" teriak Salsa marah. Si preman hendak menamparnya.
Sebuah tangan kekar menahan tangan preman itu. Reyhan. Tatapannya berubah dari soft boy jadi psycho. "Sentuh dia, tanganmu patah," ancamnya.
Preman itu ciut dan kabur.
Salsa celingukan. Sial! Citra sudah hilang dari pandangan!
Dia panik luar biasa. Kalau obatnya tidak ketemu, dia bisa meninggal! Salsa langsung menelepon Komandan Rakha.
Tuuut...
Kring! Kring!
Nada dering ponsel yang sangat nyaring dan familiar berbunyi tepat di sebelah kupingnya.
Dari dalam saku si Badut Kucing.
Hening.
Si Kucing Hitam membeku. Perlahan, dia berbalik badan. Dengan gerakan pasrah, dia mencopot kepala kucingnya.
Wajah Komandan Rakha yang ganteng tapi basah keringat muncul. Ekspresinya datar, tapi matanya menyiratkan: Bunuh gue sekarang.
Salsa dan Reyhan: "…"
"Ada apa? Cepat lapor," kata Rakha dingin, berusaha tetap cool meski badannya masih mengenakan kostum kucing gemoy.
"Ndan..." Salsa menelan ludah, sadar ini darurat. "Ada target copet! Korban atas nama Citra Lestari. Obat penyakit langkanya dicuri dan dibuang ke tong sampah! Kalau tidak ketemu dalam 10 menit, dia lewat!"
"Kamu lihat lokasi tong sampahnya?" Rakha langsung mode serius.
"Rumput hijau, tiang lampu, tong sampah hitam," jawab Salsa.
"Itu umum banget, Sal!" seru Rakha.
Salsa menyambar kertas sketsa dari pelukis jalanan di dekat mereka. "Pinjam sebentar, Pak!" pintanya.
Tangannya bergerak cepat membuat sketsa. Detail posisi pohon, bentuk tiang, dan sudut jalan.
"Ini!" Salsa menyerahkan sketsa itu.
Rakha memotretnya dan mengirim ke grup operasional. "Sebar intel ke lokasi ini. Cari obatnya di tong sampah. Jangan sampai copet curiga," perintahnya.
Lalu dia menyalakan HT-nya. "Pusat informasi, panggil pengunjung atas nama Citra Lestari. Bilang dia menang grand prize dan harus ke pusat informasi SEKARANG juga," pintanya.
Pengeras suara taman bergema memanggil nama Citra.
Salsa berdoa dalam hati. Semoga belum terlambat.
hebaaaaaatt Salsa 👍👍👍
lanjutt thor💪
ganbatteee😍