NovelToon NovelToon
Sengketa Di Balik Digital

Sengketa Di Balik Digital

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Balas Dendam / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor / Wanita Karir / Romansa
Popularitas:534
Nilai: 5
Nama Author: Black _Pen2024

Di tengah duka yang belum usai, tahta digital Sasha mulai retak. Kematian sang kekasih, Bara, yang seharusnya menjadi akhir dari sebuah cerita cinta, justru menjadi awal dari mimpi buruknya. Sebagai CEO tunggal super-aplikasi raksasa Digital Raya, ia tak punya waktu untuk meratap. Dari ruang rapat yang dingin, keluarga yang seharusnya menjadi pelindung kini menjelma menjadi predator, mengincar mahakarya yang mereka bangun bersama.

Namun, ancaman tidak hanya datang dari dalam. Saat serangan siber global mengoyak benteng pertahanan DigiRaya, Sasha terpaksa bersekutu dengan sosok yang paling ia hindari: Zega, seorang peretas jenius yang sinis dan memandang dunianya dengan penuh kebencian. Aliansi penuh percik api ini menyeret mereka ke dalam labirin digital yang gelap.

Di antara barisan kode dan serangan tak kasat mata, Sasha menemukan sesuatu yang lebih mengerikan: serpihan kebenaran yang sengaja ditinggalkan Bara. Sebuah bisikan dari balik kubur yang mengisyaratkan rahasia kematiannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20 Jejak Yang Terendus...

Lima menit. Itu adalah waktu yang dibutuhkan dari janji ke pengkhianatan, dari harapan ke teror. Sasha tidak tahu apakah Zega sudah berhasil mencapai komunitas tersembunyi, tetapi suara motor bot yang membelah air dangkal itu adalah bukti tak terbantahkan bahwa janji Zega ... bahwa mereka memiliki waktu satu jam, telah dilanggar oleh musuh yang terlalu efisien.

Adrenalin membanjiri rasa dingin yang menusuk dari pakaiannya yang basah kuyup. Sasha segera meraih ransel Zega, memastikan laptop Bara masih terbungkus aman di antara pakaian yang lembap. Sesuai instruksi: lari ke arah gunung. Jangan pernah melihat ke belakang.

Ia menarik kakinya dari lumpur bakau yang lengket. Setiap langkah terasa seperti bertarung dengan gravitasi. Hutan bakau itu labirin, akar-akar tebal menjulang seperti tulang-tulang raksasa yang menghalangi jalan. Udara di sini lembap dan berbau fermentasi, jauh dari aroma pendingin ruangan mewah di kantor DigiRaya.

Suara bot motor merapat ke pantai. Sasha mendengar suara-suara teriakan dalam bahasa Inggris dengan aksen Eropa Timur yang tegas—Express Teknologi tidak main-main. Mereka mengirim tim spesialis.

Sasha merangkak di bawah jaringan akar yang rumit, menjatuhkan diri ke lumpur murni, mengabaikan fakta bahwa kemeja putihnya yang mahal kini sepenuhnya berubah warna menjadi cokelat keruh. Ia merangkak maju, jantungnya berdebar kencang, takut suara napasnya yang terengah-engah akan terdengar di keheningan hutan.

Sebuah kilasan muncul di benaknya: sentuhan tangan Zega di punggung tangannya, janjinya, "Hanya Zega dan Maya. Dan di tempat ini, aku tidak punya aturan tentang jarak profesional." Rasa panas yang tiba-tiba muncul di tengah pelarian yang dingin ini memberinya kekuatan baru. Ia harus bertahan. Demi Zega, demi Bara, dan demi kebenaran yang terkandung di dalam laptop ini.

Tiba-tiba, ia mendengar suara ranting patah yang sangat dekat. Sasha membeku. Bukan suara lumpur yang diinjak, melainkan suara gesekan pakaian militer pada dedaunan.

Ia mendongak. Sekitar sepuluh meter di depannya, di antara celah bakau, ia melihat bayangan hitam. Itu adalah kaki bot tempur yang tebal, diikuti oleh celana kargo yang terbungkus rapi. Mereka bergerak perlahan, sistematis, menyisir hutan bakau, tahu bahwa mangsa mereka tidak akan lari jauh di medan seperti ini.

Sasha menahan napas. Ia menempel pada akar bakau, berharap lumpur dan bayangan cukup untuk menyamarkan siluetnya. Ia merasakan denyutan di pelipisnya. Ini bukanlah rapat dewan; ini adalah perangkap hidup atau mati.

“Area ini bersih, tapi jejaknya menuju ke dalam,” terdengar suara berat melalui radio komunikasi. “Dia pasti membawa bukti. Cari laptopnya. Prioritas utama.”

Sasha merasakan kemarahan murni. Mereka tidak mengejar seorang CEO; mereka mengejar data. Mereka mengejar pengkhianatan Bara dan potensi kehancuran Paman Hadi. Laptop ini adalah bom waktu digital.

Bayangan itu bergerak semakin dekat. Sasha tahu ia tidak bisa tinggal. Ia harus bergerak sekarang, saat mereka melewati celah sempit itu.

Ia membiarkan detak jantungnya menentukan waktu. Tiga hitungan. Satu. Dua. Tiga!

Dengan lonjakan energi yang mengejutkan, Sasha melompat ke sisi berlawanan, menggunakan akar tebal sebagai pijakan. Ia berlari, atau lebih tepatnya, ia melompat dan meluncur di atas lumpur, bergerak diagonal menuju area yang lebih tinggi, meninggalkan area pantai yang penuh perangkap.

“Hei! Ada pergerakan!” teriak salah satu pengejar.

Sasha mendengar tembakan peringatan—suara tajam yang memecah keheningan hutan. Peluru itu menghantam batang pohon di dekatnya, membuat serpihan kayu dan lumpur berhamburan.

Ia tidak menoleh, terus berlari. Medannya mulai berubah. Hutan bakau beralih menjadi semak belukar yang lebih kering, naik menuju lereng bukit kecil. Di sana, setidaknya ia bisa berdiri tegak dan berlari.

Sasha tergelincir, lututnya menghantam batu tajam. Rasa sakit itu membuatnya terhuyung, tetapi ia segera bangkit. Ia melihat ke belakang. Tiga pengejar, berpakaian lengkap dengan perlengkapan taktis, kini keluar dari lumpur dan mengejarnya dengan kecepatan yang mengkhawatirkan.

“Serahkan ranselnya! Kau tidak akan lolos!” seru pemimpin tim itu.

Sasha mengabaikan mereka. Ia fokus pada satu hal: mencapai celah buta yang disebutkan Zega. Pulauku ada di timur laut Lombok, di balik bayangan Gunung Rinjani. Hanya celah buta di radar.

Saat ia berjuang melalui semak berduri, ia tiba-tiba melihat sesuatu yang aneh. Di salah satu pohon besar, ada simbol yang terukir samar—sebuah lingkaran yang di dalamnya terdapat tiga garis melengkung, menyerupai ombak.

Zega pernah bilang, komunitasnya menggunakan simbol kuno untuk navigasi dan peringatan. Ini adalah penanda.

Sasha mengikuti penanda itu, berharap itu adalah jalan menuju perlindungan, bukan jebakan. Penanda itu membawanya menuruni lereng curam yang ditutupi oleh dedaunan tebal, menuju sebuah sungai kecil.

Ia melompat ke sungai, airnya sedalam pinggang. Air dingin itu menyengat, tetapi menutupi jejak kakinya. Ia berlari melawan arus, memegang ranselnya tinggi-tinggi di atas kepala.

Di belakangnya, ia mendengar pengejar berhenti di tepi sungai. “Sial! Mereka masuk ke air! Kirim sinyal ke tim Alpha, periksa semua jalur air menuju pedalaman!”

Sasha punya waktu. Mungkin lima menit, sebelum mereka menyebar dan menutup semua rute pelarian.

Ia keluar dari sungai, terengah-engah, dan menemukan dirinya berada di bawah naungan kanopi hutan yang sangat lebat. Jauh di depannya, ia bisa melihat sebuah celah kecil di antara pepohonan besar, dan di baliknya, samar-samar terlihat cahaya matahari yang terang. Seolah ada pemukiman.

Tiba-tiba, sebuah tali kawat tipis tersangkut di pergelangan kakinya. Sebelum ia sempat bereaksi, kawat itu menariknya dengan kekuatan tiba-tiba, dan Sasha terlempar ke udara. Ranselnya terlepas dari tangannya dan mendarat beberapa meter jauhnya. Tubuhnya tergantung terbalik, diikat oleh kawat yang tersamarkan dengan daun-daun.

Sasha berteriak kaget, mencoba melepaskan diri. Ia terjebak dalam perangkap yang sangat profesional, bukan untuk hewan, melainkan untuk manusia.

“Tenang, pendatang. Bergerak terlalu banyak dan kawat itu akan memutus pergelangan kakimu,” suara itu datang dari kegelapan di atasnya. Suara seorang wanita, dingin dan tajam.

Sasha mendongak, penglihatannya kabur karena darah mengalir ke kepala. Seorang wanita muda, mengenakan pakaian gelap dan memegang panah dengan ujung yang runcing, muncul dari balik pohon. Mata wanita itu sekeras batu.

“Siapa kau?” tuntut Sasha, berusaha menjaga suaranya tetap stabil.

“Aku yang bertanya. Pulau ini tidak menerima tamu tanpa izin. Terutama yang dikejar oleh orang-orang bersenjata yang baru saja kami lihat di pantai,” balas wanita itu, busurnya terangkat. “Siapa yang mengirimmu?”

“Zega! Zega yang mengirimku!” seru Sasha. “Dia… dia adalah bagian dari kalian. Dia kembali!”

Wanita itu terdiam, ekspresinya tidak berubah, seolah nama Zega hanyalah udara kosong. “Zega? Kami tidak mengenalinya. Zega pergi bertahun-tahun yang lalu. Kami hanya mengenal Jaka. Dan Jaka sudah mati bagi komunitas ini.”

Jaka. Itu pasti nama aslinya. Sasha menyadari betapa sedikit yang ia ketahui tentang masa lalu Zega. Ia harus meyakinkan wanita ini, cepat. Pengejar hanya beberapa menit lagi.

“Dengarkan aku, namaku Sasha. Aku tidak membawa bahaya bagi komunitasmu. Tapi orang-orang yang mengejarku… mereka adalah alasan Zega lari. Mereka bekerja untuk Express Teknologi, perusahaan yang sama yang merusak hutan di utara. Kami membawa bukti yang bisa menghancurkan mereka!” Sasha menunjuk ransel yang tergeletak di tanah. “Laptop itu. Itu berisi kebenaran!”

Wanita itu melangkah mendekat, matanya tertuju pada ransel, lalu kembali ke Sasha yang tergantung. Ia jelas skeptis.

Tiba-tiba, terdengar suara anjing pelacak menyalak dari arah sungai. Suara itu semakin dekat.

Wanita itu mendengarkan, wajahnya tegang. Ia tahu waktu hampir habis. Jika tim Express Teknologi menemukan Sasha, mereka akan menemukan komunitas ini.

“Jawab aku, Sasha. Kenapa Jaka kembali sekarang, setelah bertahun-tahun menghilang?” tanya wanita itu, suaranya mengandung campuran keraguan dan harapan tipis.

“Karena dia membutuhkan tempat yang aman untuk menyiapkan serangan terakhir kami! Serangan digital yang akan menghancurkan mereka semua!” Sasha berjuang untuk bernapas, kakinya mulai terasa sakit.

Wanita itu menghela napas panjang, seolah sedang menimbang nasib seluruh komunitas. Anjing-anjing pelacak sudah sangat dekat. Ia menjatuhkan panahnya, lalu mengambil ransel Sasha.

“Aku akan percaya padamu untuk saat ini, CEO Sasha,” katanya sinis. “Tapi jika kau berbohong, aku akan memastikan kau tidak pernah kembali ke hutan ini hidup-hidup.”

Dengan gerakan cepat, ia memotong kawat pengikat Sasha. Sasha jatuh ke tanah yang lembut dengan bunyi ‘bruk’, merasakan lonjakan darah kembali ke kakinya.

“Namaku Risa,” ujar wanita itu, sambil menyerahkan ranselnya kembali. “Ikuti aku. Kita akan menggunakan jalur bawah tanah. Dan kau harus berdoa agar Jaka tahu apa yang dia lakukan, karena kau baru saja membawa perang korporasi ke pintu rumah kami.”

Mereka berdua mulai berlari menembus hutan, menuju bayangan gunung. Saat mereka menghilang, tiga sosok berbaju taktis, diikuti oleh dua anjing pelacak, tiba di tempat Sasha baru saja jatuh. Anjing-anjing itu mengendus kawat yang terpotong dan tanah yang teraduk.

Pemimpin tim menekan radionya. “Mereka punya bantuan lokal. Jejaknya terpotong. Aku ingin tim perimeter di seluruh pulau! Tidak ada yang boleh lolos dari Pulau Tuan!”

Jauh di dalam hutan, Zega, yang kini disebut Jaka oleh komunitasnya, sedang berdiri di depan sesepuh pulau. Ia berusaha menjelaskan mengapa ia membawa seorang CEO korporasi yang dikejar oleh agen global ke tempat perlindungan mereka.

“Aku membawa mereka untuk menghancurkan Express Teknologi, Bapak Tua,” kata Zega. “Kami memiliki data. Data yang akan membuat mereka ditangkap. Aku janji.”

Sesepuh itu, seorang pria tua yang matanya setajam elang, menggeleng. “Jaka, kau sudah pergi terlalu lama. Janji tidak ada artinya di sini. Kau membawa bau laut dan kekerasan. Dan aku bisa menciumnya, mereka sudah ada di pulau ini.”

Saat itu juga, Risa muncul dari balik pohon, terengah-engah. Wajahnya penuh lumpur dan keringat.

“Risa! Apa yang terjadi?” tanya Zega.

“Mereka tiba lebih cepat, Jaka. Mereka sudah sampai di jalur bakau. Dan wanita itu… Sasha… dia bersamaku. Aku membawanya ke gudang penyimpanan lama. Tapi pengejar mereka sudah mengepung perimeter.” Risa menatap Zega dengan ekspresi kecewa. “Kau bilang kau membawa kami kebebasan. Kenapa kau membawa perang, Jaka?”

Zega merasakan dingin menjalar. Sasha di gudang penyimpanan lama? Itu adalah tempat yang paling mudah diakses dari darat. Dia telah gagal melindunginya.

“Kita harus bergerak sekarang,” kata Zega, mengambil busur dan beberapa panah dari dinding pondok. “Mereka menginginkan laptop itu. Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuh Sasha atau warisan Bara.”

Ia berbalik, siap untuk berlari kembali menuju garis pantai, tetapi Sesepuh itu menahannya.

“Kau tidak pergi sendirian, Jaka. Jika mereka sudah menemukan jejakmu, ini bukan lagi pertarungan satu lawan satu. Ini adalah perlawanan komunitas. Tapi kami akan bergerak dengan cara kami.”

Sesepuh itu memberi isyarat kepada beberapa pemuda di belakangnya. “Lindungi pintu masuk timur. Dan Risa, pimpin tim selatan. Jaka, kau ikut denganku.”

“Ke mana?” tanya Zega.

“Ke gudang penyimpanan. Kami akan mengambil kembali apa yang kami yakini sebagai milik kami. Dan kau akan membuktikan, Jaka, apakah kau layak disebut anak pulau ini lagi.”

Zega mengangguk, determinasi membara di matanya. Ia berlari bersama Sesepuh dan beberapa penjaga bersenjata tradisional, menuju tempat Sasha bersembunyi. Namun, saat mereka bergerak, sebuah ledakan kecil tiba-tiba terdengar dari arah gudang penyimpanan. Ledakan yang terlalu teratur untuk bom, tetapi terlalu keras untuk senjata api biasa. Gudang itu diserang.

"Tidak... Sasha..."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!