NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Gadis Desa

Jerat Cinta Gadis Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa pedesaan
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ika Dw

Sari, seorang gadis desa yang hidupnya tak pernah lepas dari penderitaan. Semenjak ibunya meninggal dia diasuh oleh kakeknya dengan kondisi yang serba pas-pasan dan tak luput dari penghinaan. Tanpa kesengajaan dia bertemu dengan seorang pria dalam kondisinya terluka parah. Tak berpikir panjang, dia pun membawa pulang dan merawatnya hingga sembuh.

Akankah Sari bahagia setelah melewati hari-harinya bersama pria itu? Atau sebaliknya, dia dibuat kecewa setelah tumbuh rasa cinta?

Yuk simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon. Dengan penulis:Ika Dw
Karya original eksklusif.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9. Apa Kamu Bahagia?

Setiap menjelang azan subuh Sari selalu terbangun untuk kembali beraktivitas di dapur. Dia harus masak lebih awal karena sang kakek juga harus bertandatang di kebun. Ia terkejut saat masuk dapur dan mendapati keberadaan Jaka yang tengah menyalakan api di depan tungku. Ia bahkan tak pernah menyangka ternyata pemuda asing itu cukup cekatan. Kebanyakan  kaum pria paling suka molor dan tak mau bertandang di pagi hari, tapi yang ia lihat pria itu sangatlah berbeda, dia bahkan tak risih bertandatang di dapurnya yang sudah reyot tak layak huni.

"Mas Jaka? Kok kamu sudah bangun? Kamu lagi ngapain di situ?"

Refleks Jaka menoleh terkejut . "Em... I—ini aku mau masak air buat nyeduh kopi. Kakek mengajariku cara masak di tungku, jadi aku mau belajar. Em..., kalau kamu sendiri kok sudah bangun? Bukankah ini masih terlalu pagi?"

Sari mulai membiasakan diri untuk bersikap baik kepada Jaka. Awalnya dia terpaksa menerimanya karena kasihan, tapi saat tahu ternyata pemuda itu cukup baik ia harus belajar merubah sikapnya untuk bisa lebih sopan.

"Aku sudah terbiasa bangun jam segini. Kalau pagi kan kakek berkebun, jadi aku harus segera menanak nasi dan juga masak sayur. Kalau kesiangan kan kasihan kakek."

Sari mengambil tiga perempat kilo beras untuk dimasaknya. Biasanya dia tak habis setengah kilo, tapi berhubung ada orang lain ikut makan di rumahnya dia pun menambah porsi masaknya.

"Oh..., begitu rupanya? Kalau begitu aku bantuin ya?"

"Ah..., tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," jawab Sari menolaknya dengan halus.

"Enggak apa-apa Sari, biarkan aku membantumu. Jangan buat aku nggak nyaman di sini, masa tinggal makan dan tidur doang? Tolong jangan buat aku seperti orang yang nggak punya hati."

Sari hanya bisa pasrah saat pria itu keukeh ingin membantunya. Dia tak mau lagi berdebat hanya karena pria itu maksa ingin membantu pekerjaannya.

"Yaudah."

"Nah, gitu dong! Kalau gini kan aku juga bisa belajar buat bantu-bantu."

Pria itu beranjak mengambilkan air yang tersedia di dalam ember. Dia berniat membantu Sari untuk mencuci beras yang hendak dimasaknya.

"Oh ya, rencananya nanti aku ingin ikut kakek ke kebun. Aku harus belajar bercocok tanam agar bisa seperti kakek. Nggak enak berdiam diri terus tanpa melakukan apapun."

Sari melirik sekilas mengamati luka di tangannya. Lukanya masih belum pulih dan membiru. Mungkin masih cukup sakit jika digunakan untuk beraktivitas, dan ia tidak ingin membuatnya kesakitan.

"Tapi apakah lukamu sudah sembuh? Jangan buru-buru beraktifitas, kalau lukamu sampai infeksi bagaimana? Biar saja kakek berkebun sendiri, kamu istirahat saja di rumah, jangan terlalu banyak bergerak, itu lukamu masih belum mengering. Tadi malam aku lupa bantuin kamu mengolesi obat, nanti setelah aku menyelesaikan pekerjaanku, tak bantuin mengolesi obat biar lekas kering lukanya."

Jaka tersenyum. Gadis yang awalnya jutek kini sikapnya berubah lebih baik dari sebelumnya. Entah dapat dorongan dari mana hatinya dengan cepat luluh dan mempedulikannya.

"Em..., tadi malam aku obati sendiri kok. Kalau kamu sibuk biar aku obati sendiri saja."

Sari menoleh. "Memangnya kamu bisa mengobatinya sendirian?"

"Ya bisa sedikit, tapi cuma bagian yang mudah dijangkau saja, di bagian lainnya agak kesulitan."

"Ya udah nanti aku bantuin. Tapi menurut saranku sebaiknya kamu istirahat saja di rumah, nggak usah ikut kakek ke kebun. Kondisimu saja masih belum membaik kok udah mau ikut ke kebun. Nanti agak siang aku juga mau bantuin kakek di kebun, kamu jaga rumah aja. Nggak papa kan aku tinggal sendirian?"

Jaka hanya diam melamun dengan tatapan tak teralihkan. Entah kenapa hatinya terenyuh melihat kehidupan gadis itu. Begitu rapuhnya dia, tapi dia terlihat begitu tegar seolah-olah tak memiliki beban sedikit pun.

"Kamu kenapa melihatku segitunya? Ada yang salah denganku?"

Mendadak Sari kembali canggung saat pria itu tak melepas pandang padanya. Ia risih dan juga insecure, tak nyaman menjadi pusat perhatian orang lain.

"Emangnya nggak boleh aku menatapmu? Bukannya orang ngobrol itu harus saling bertatapan? Kalau ngobrol dengan berpaling muka bukannya itu kurang sopan?"

Sari mengulas senyumnya. "Iya juga sih, tapi kan aku nggak nyaman."

"Nggak nyaman ya? Yaudah, aku minta maaf sudah membuatku nggak nyaman. Tapi jujur aku kagum padamu, kamu begitu rajin. Kupikir kamu masih sekolah, ternyata sudah enggak. Kenapa kamu nggak melanjutkan sekolah?"

Sari masih terlalu muda, usianya saja masih belum genap tujuh belas tahun. Seumurannya masih bersenang senang duduk di bangku sekolah, tapi dia sudah berjuang keras untuk bertahan hidup. Tak sedikit orang yang membencinya, tapi tak membuatnya lemah.

"Sekolah? Aku nggak punya biaya untuk melanjutkan sekolah. Lagian kan aku seorang perempuan, nggak masalah juga nggak memiliki pendidikan tinggi. Mungkin orang lain berpikir sekolah itu paling penting, tapi aku..., bisa hidup tak kekurangan itu jauh lebih penting. Teman-temanku masih sekolah karena mereka masih memiliki orang tua yang utuh, sedangkan aku~~" Sari menunduk dengan matanya berkaca-kaca. "Aku tidak memiliki ibu apalagi ayah. Apa yang bisa kuharapkan? Sebenarnya kakek menyuruhku untuk melanjutkan sekolah, tapi aku nggak mau, aku kasihan padanya. Kakek sudah tua, tidak seharusnya aku menyusahkannya, dengan sekolah tinggi belum tentu membuatku bisa menjadi  pegawai kantoran kan?"

Hanya mendengar jawabannya saja sudah membuatnya tersentuh. Begitu kerasnya kehidupan yang dijalaninya. Diusianya yang masih sangat muda sudah harus merasakan getirnya kehidupan. Dunia berasa kurang adil padanya, tapi itulah ujian, di mana setiap orang diuji sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

"Memangnya kakekmu memiliki berapa anak? Kok kamu yang berjuang sendiri? Bukankah itu tanggung jawab anak-anaknya?" tanya Jaka.

"Anak kakekku itu ada tiga, yang pertama dan kedua tinggal di luar kota, yang terakhir ibuku. Ibuku sudah meninggal, dan akulah yang masih setia menjadi temannya, tentunya aku yang ikut berjuang membantunya," jawab Sari.

Sebenarnya Sari tidaklah memiliki kewajiban untuk merawat dan mengurus kebutuhan kakeknya. Selama masih memiliki anak tentu sudah menjadi tanggung jawab anaknya untuk menemani dan merawatnya. Dengan merangkul tanggung jawab sendirian yang ada gadis itu hanya akan mengorbankan masa mudanya.

"Tapi kamu itu kan cucunya, seharusnya yang bertanggung jawab itu anaknya. Kan anaknya masih tersisa dua orang, berarti mereka lah yang memiliki kewajiban untuk merawat kakek.  Kurasa kamu tidak memiliki kewajiban untuk merawatnya Sari, terkecuali kakek tidak memiliki anak yang masih hidup," nasehat Jaka.

Bukannya berniat untuk menggurui, tapi ia merasa kasihan melihatnya menderita sendirian. Di saat teman seusianya bisa bersenang-senang, sekolah  mengejar cita-citanya, tapi Sari hanya fokus mengurus kakeknya yang sudah memasuki lansia.

"Kakek nggak mau tinggal bersama anak-anaknya, sedangkan anak-anaknya nggak mau tinggal di sini, ya mau nggak mau akulah yang harus merawatnya. Tak apalah biar aku yang rawat, itung-itung sebagai pengganti ibuku."

Sari tak peduli kalaupun ia harus mengorbankan masa remajanya. Selama ini ia hidup karena perjuangan kakeknya, dan sudah seharusnya ia membalas budi atas kebaikannya, tak peduli kalau pun ia sendiri tak bahagia.

"Lalu bagaimana dengan masa depanmu sendiri? Apa kamu bahagia?"

"Bahagia? A—aku~~

1
Ika Dw
Halo, author kembali lagi dengan cerita baru...yuk, mampir simak kisahnya 🙂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!