Sekelompok siswa SMA dipaksa memainkan permainan Mafia yang mematikan di sebuah pusat retret. Siswa kelas 11 dari SMA Bunga Bangsa melakukan karyawisata. Saat malam tiba, semua siswa di gedung tersebut menerima pesan yang menunjukkan permainan mafia akan segera dimulai. Satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan menyingkirkan teman sekelas dan menemukan Mafia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Yang Membunuh Jihan?

Agil tersentak, lantas beranjak dengan kepanikan yang tidak bisa dideskripsikan. Dengan langkah tertatih, pria itu mencari keberadaan Khalil. Pada kolam yang semalam jadi saksi Khalil menyerahkan dirinya sendiri. Agil menemukan tubuh Khalil berapung di kolam.
“Khalil?!”
Arsya datang dengan napas yang belum bisa dia normalkan. Tubuh mungil itu segera berlari ke tepi kolam sebelum Agil terjun, meraih tubuh Khalil untuk dia bawa ke daratan.
“Ini semua gara-gara lo!” desaknya malas.
Arsya menarik tubuh Khalil, membawanya kedalam pelukan dengan segala penyesalan. Andai saja dia bisa sedikit egois menyerahkan dirinya, mungkin Khalil tidak akan mati sekarang.
Dion mendekati Arsya dan Khalil. Tubuhnya dingin, tangannya pucat, namun wajahnya terlihat bahwa pria itu tidak akan pernah mati bagi Agil. Dengan lamunan kecil, Agil bisa lihat bagaimana Arsya menangis tanpa suara.
“Khal, please”
Agil berjongkok, mengusap rambutnya yang basah dengan kasar, “Bangun, Khal. Jangan tinggalin gue kayak Sadam ninggalin kita”
“Khal” Arsya mendekap tubuh Khalil. Berharap kehangatan mampu membuat pria itu bangun dari tidur panjangnya.
Sebelum Pemungutan Suara Terakhir Ditutup. Dokter Menominasikan Siapa Yang Harus Disembuhkan.
Pemain Yang Dinominasikan Adalah Khalil.
Arsya dan Agil mendongak, sebelum kembali menatap Khalil yang mengeluarkan air dari mulutnya.
“Khal?!” Arsya menepuk pipi Khalil, memastikan bahwa pria yang ada di pelukannya saat ini benar-benar tidak jadi mati.
Berkat Kemampuan Dokter Untuk Menyembuhkan, Khalil Telah Dihidupkan Kembali.
Agil mengusap wajah resah, “lo nih ya! Astaga gue udah panik banget!”
Khalil terkekeh mendongak saat mendapati Arsya ada disana, mengusap telapak tangannya untuk sekali lagi menyalurkan kehangatan. Apa yang diucapkan Agil benar, bahwa gadis ini menyukainya? Tapi bagaimana bisa? Bagaimana dengan Dion?
Serempak semua orang menghampiri mereka kembali ke kolam renang. Menatap bingung dengan ketiga manusia disana. Terutama sikap Arsya kepada Khalil yang dia dilihat jelas oleh Dion.
“Lo nggak jadi mati?” Hagian mengintrupsi.
“Lo emang berharap gue mati beneran?!” decaknya kesal sambil beranjak.
“Syukur kalau lo nggak papa, Khal”
“Iya kita takut sebentar lagi kita semua akan mati”
“Kita semua bergantung sama lo”
Khalil mengintai temannya satu per satu. Melihat keyakinan mereka padanya, apakah keputusan ini sempat dia sesali? Mungkin iya, tapi siapa dokter yang menyembuhkannya?
Di Malam Hari, Jihan Dieksekusi Oleh Mafia.
Jihan Adalah Warga.
Khalil menatap Hagian, dia lengah?
Tanpa banyak bicara, Khalil lebih dulu meninggalkan tempat. Disusul semua orang tersisa mencari keberadaan Jihan.
Bahkan dia baru saja ingin senang karena tidak ada yang mati, tapi belum juga beberapa menit dia menyadari kehidupannya kembali, seseorang telah kehilangan nyawanya.
“Lo udah nggak papa?” kali ini Farhan dan Agil mengikutinya dibelakang. Memastikan bahwa pria itu benar-benar sudah pulih.
“Gue nggak papa, kita harus periksa Jihan”
Para kerumunan orang yang mengepung tempat Jihan meninggal. Khalil menyelip untuk melihat tanpa mengawang-ngawang. Sangat mengenaskan dari pada dirinya yang hanya terjun ke kolam. Lumuran darah dan bekas tusukan pisau, sangat tragis.
“Jihan, kau mati sungguhan?” walau terdengar mengejek, namun dia yakin Jihan adalah orang yang menyebalkan jika diajak bercanda. Khalil hanya memastikan pria itu sedang tidak mengerjai mereka.
“Luka tusukannya banyak sekali, gue yakin pembunuhnya punya dendam yang terpendam lama”
Khalil mendongak saat Arsya lantas ikut berjongkok disebelahnya, “Siapa yang membunuhnya?”
Semua orang terdiam sebelum akhirnya Ditto bersuara, atas apa yang sempat dia lihat beberapa saat lalu.
“Wira mencuci seragamnya yang penuh darah, dia membunuh Jihan”
“Wira?” Khalil mengerenyit. Bagaimana bisa sahabat membunuh sahabatnya sendiri? Maksudnya apakah masuk akal kalau semua yang dia lihat dilakukan oleh Wira?
“Nggak mungkin, mereka kan berteman dekat, mereka suka merundung bersama” pecah Intan dibalas anggukan kecil dari Arsya. Sementara Khalil masih menatap tubuh Jihan yang penuh dengan cairan merah.
“Tapi kita lihat dia sangat ketakutan, gue pikir dia yang bunuh Jihan karena seragamnya beneran penuh darah” bela Endru.
“Dimana dia?” Khalil beranjak, membiarkan Arsya menyelidiki beberapa yang ganjal pada mayat Jihan, “Biar gue cari sendiri, kalian tetap disini bantu Arsya ngurusin mayat Jihan”
Tanpa penolakan, mereka semua membiarkan Khalil pergi menari Wira. Dengan penyangkalan-penyangkalan yang terus ada diotaknya.
Brakkk...
Khalil bisa lihat penjelasan Ditto dan Endru yang selaras dengan apa yang Wira lakukan. Mencuci seragamnya yang penuh dengan darah. Bau anjir menyengat di dalam ruangan dengan wajah yang penuh takut.
“Khal, bukan gue yang bunuh”
“Si brengsek ini”
Wira bergetar, dia tampak sangat takut jika semua orang pada akhirnya akan menuduh dan memilihnya untuk dibunuh. Sementara dia tidak tahu kenapa Jihan mati dan bertepatan adanya dia disana bersama Jihan.
“Tenanglah, jangan seperti orang bodoh! Biasanya lo juga seenaknya aja mukul orang lain, tapi kenapa sekarang kelihatan lemah banget?”
“Bukan gue, Khal! Lo harus percaya kalau gue bukan mafianya, gue nggak bunuh Jihan. Lagian gimana gue bisa tenang disituasi kayak gini, lo gila?!”
Khalil mendengus, menatap Wira dari ujung kepala sampai kaki, “tenangkan diri lo!” lantas melempar sapu yang sempat dia ambil di pojok pintu kamar mandi.
“Kenapa lo kasar banget sih!” decaknya sebal.
“Jelasin kenapa bajunya banyak darah?”
“Gue nggak tahu, pas gue bangun udah ada diposisi banyak darah dan Jihan udah kayak gitu. gue panik banget, Khal. Sumpah, gue langsung ke kamar mandi buat cuci seragam ini”
Khalil terdiam menatap Wira yang masih tergesa-gesa menjelaskan apa yang sudah terjadi padanya beberapa saat lalu, “Terus?”
“Ada Endru sama Ditto, gue udah bilang bukan gue yang bunuh Jihan tapi kayaknya dia udah bilang sama semua orang!”
“Lo harus tetap tenang walaupun semua orang menganggap demikian, jangan panik, dan semua orang akan mempercayainya”
Khalil menghela napas sebelum beranjak, dia harus segera menyelesaikannya. Tentu menyelamatkan Wira dari tuduhan tidak berdasar. Jika saja dia adalah mafia yang membunuh Jihan, kenapa dia tidak menghilangkan barang bukti, kenapa dia secara terang-terangan menyerahkan dirinya?
“Kita bicarakan di tempat lain”
Pada ruang canggung dan tegang, semua orang berkumpul kembali. Dengan situasi yang berbeda yaitu tertuduh Wira lah mafianya.
“Dia mafianya?”
“Apa dia mafianya?”
“Dia pasti mafianya, lagi pula sudah jelas”
“Astaga, tunggu! Gue bakal jelasin semuanya” sentak Khalil membuat semua orang diam, “Untuk menjelaskan secara rinci mungkin akan tidak masuk akal karena kita sudah terlalu percaya bahwa Wira adalah mafianya”
Arsya, Merah, dan Dion yang baru saja memindahkan mayat Jihan ke ruangan pendingin ikut bergabung. Dengan sisa darah di tangan dan napas yang belum stabil.
“Kalau gue bilang pasti kalian juga bakal bilang gue ngelindungin dia, tapi bagaimana bisa seorang mafia yang baru saja membunuh tidak melenyapkan barang bukti?”
Wira menatap Khalil penuh kebahagiaan. Sejauh dia kejam terhadap semua orang dan tentu dengan Khalil, tapi Khalil masih membelanya saat hal genting terjadi.
“Maksudnya, lo lebih percaya sama dia?”
Khalil mendegus, “Iya, lagian Jihan adalah sahabatnya, sahabat lo juga, Hagian”
“Khalil benar, gue rasa Wira nggak punya dendam sampai harus nusuk beberapa kali di tubuh Jihan” Arsya yang sedang berusaha membersihkan bekas darah di tangannya mulai menjadi pusat perhatian.
“Terus mafia mana yang sekejam itu?” timpal Endru.
“Semua mafia kejam, hanya saja mereka pintar dalam melancarkan aksinya, bukankah kita hanya harus lebih pintar dari mereka?”
Khalil mengangguk setuju. Benarkan? Kalau Asrya adalah orang yang berdampak disini. selain dia pintar dalam menyakinan, dia juga pintar dalam mengambil tindakan, walau kadang ceroboh juga.
“Siapa yang berpotensi melawan Hagian dan teman-temannya? Seseorang yang punya sekiranya dendam terselubung yang belum sempat dibalaskan?”
Khalil menatap sekeliling. Mengamati setiap orang yang sembari tadi diam memikirkan hal lain di otak yang berbeda.
“Lagian semua orang pernah di rundung Hagian termasuk gue! Aish bedebah itu, jadi semakin sulit atau justru Farhan?”
Khalil mengusap wajahnyam, apa tebakannya tidak akan meleset setelah mati suri? Astaga kepalanya bahkan hampir meledak.
“Kenapa, Khal?” tanya Agil.
“Gue rasa mafianya cuman jebak Hagian dan Wira buat ngelancarin aksinya. Kalian semua tahu siapa yang paling berkuasa disini”
Hagian mendegus sebal, “Kenapa arah pembicaraan lo kesana?”
“Ya jujur aja kalok lo yang berpotensi paling dicurigai sebagai mafia, makannya mafia yang asli ngincer geng lo”
“Khalil bener, dengan kematian Fattah aja udah bikin mereka murka, dan bisa aja ini cuman pancingan kan? Karena lo yang buat Fattah mati”
Hagian melirik pada Arsya. Menaruh kecurigaan pada kedua manusia itu. sejak kapan mereka terlihat pintar dalam hal kerja sama? Padahal sebelumnya mereka tidak sedekat itu dan Arsya, bukankah gadis itu dekat dengan Dion?
“Kalian terlihat seperti komplotan polisi yang menyamar”
Hagian setuju dengan ucapan Endru yang tiba-tiba.
“Gue warga”
Khalil kali ini menatap Arsya. Dia tidak pernah menyuruh Arsya tiba-tiba datang dan membantunya membela kebenaran. Gadis itulah yang sering ikut-ikutan dan membuat hubungannya dengan Dion agak merenggang.
Ingat saat mereka tertidur di lorong dengan tangan yang saling berpaut? Khalil rasa Dion cemburu. Makannya dia dengan mudah memilih Khalil saat dikolam waktu itu. tapi ya sudahlah, yang Khalil butuhkan hanya mencari mafia dan semua permainan selesai.
“Gue muak banget”
Semua orang tertawa. Terkadang, Khalil yang membuat situasi menjadi tegang, tapi ada kalanya dia bersikap menyenangkan untuk di tertawakan.