Mei Lin, seorang dokter muda dari tahun 2025, sedang dalam perjalanan darurat untuk menyelamatkan nyawa seseorang ketika sebuah kecelakaan tak terduga melemparkannya ke masa lalu. Terhempas ke laut dan terbangun di tengah medan perang, ia menemukan dirinya berada di kamp Pangeran Mahkota Rong Sheng dari Dinasti Xianhua, yang terluka parah dan sekarat.
Dengan insting medisnya, Mei Lin menggunakan alat-alat modern dari ransel besarnya untuk menyelamatkan nyawa sang pangeran, mengira ini hanyalah lokasi syuting drama kolosal. Namun, kesalahpahaman itu sirna saat anak buah Rong Sheng tiba dan justru menangkapnya. Dari situlah, takdir Mei Lin dan Rong Sheng terjalin.
Di tengah intrik istana dan ancaman musuh, Mei Lin harus beradaptasi dengan dunia yang sama sekali asing, sementara pengetahuannya dari masa depan menjadi kunci bagi kelangsungan hidup dinasti. Bisakah seorang dokter dari masa depan mengubah takdir sebuah kerajaan kuno?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R. Seftia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20: Ramalan Mei Lin
Satu bulan setelah pernikahan Rong Sheng dan Rui Xi digelar, Mei Lin tak pernah sekalipun berjumpa dengan Rong Sheng. Dan kalaupun mereka berpapasan, Mei Lin hanya memberikan hormat tanpa mengatakan apa-apa dan kemudian berlalu pergi.
Setiap hari, Mei Lin menghabiskan harinya di ruang kerja para tabib, membuat banyak obat-obatan bersama dengan Zhi Ruo. Dan setelah selesai dengan pekerjaan mereka, Zhi Ruo akan membantu Mei Lin menunggangi kuda, lalu dilanjutkan dengan belajar bela diri menggunakan pedang.
"Memang tidak pantas bagi seorang tabib belajar menggunakan pedang. Tetapi, di dunia ini, setiap orang diwajibkan bisa menggunakan pedang. Setidaknya bukan untuk melakukan kekerasan tanpa penjelasan. Cukup gunakan keahlian ini untuk membela diri dan melindungi diri dari serangan musuh." Zhi Ruo memberikan pedang kepada Mei Lin.
Mei Lin mengambil pedang itu, memegangnya dengan cara yang aneh. Mei Lin ragu apakah cara memegang pedangnya itu sudah benar, atau tidak.
"Apakah benar seperti ini?" Mei Lin tampak takut untuk memegang pedang itu.
Zhi Ruo tertawa melihat tingkah Mei Lin, kemudian dengan hati-hati ia membantu Mei Lin memegang pedang dengan benar, lalu kembali mengajarkan Mei Lin teknik penggunaan pedang bagi pemula. Mei Lin belajar dengan giat, mendengarkan penjelasan dari Zhi Ruo. Walaupun ia sangat benci dengan pedang, ia harus tetap berlatih menggunakannya. Untuk melindungi dirinya sendiri. Karena saat ini, tidak ada lagi yang akan melindungi dirinya, kecuali dirinya sendiri.
Mei Lin berlatih keras untuk membangun kemampuan yang lebih baik. Ia ingin belajar mandiri, melindungi dirinya sendiri tanpa harus mengandalkan orang lain. Ia ingin bisa bertahan di dunia yang di mana semua harus mempertaruhkan nyawa mereka.
Berlatih dengan giat walaupun seorang diri, Mei Lin berlatih dengan fokus yang kuat, tak menyadari jika Rong Sheng memperhatikan dirinya dari kejauhan.
Rong Sheng tersenyum senang melihat perkembangan pesat Mei Lin. Ia senang melihat Mei Lin mulai belajar cara untuk melindungi dirinya sendiri. Setidaknya hal itu bisa membuat Rong Sheng merasa tenang untuk membiarkannya sendirian bertahan di dunia yang asing baginya.
"Syukurlah dia sekarang bisa menjaga dirinya sendiri." Rong Sheng hanya bisa melihat Mei Lin dari kejauhan. Walaupun sebenarnya ia ingin menghampiri Mei Lin dan berbicara dengannya, Rong Sheng tak bisa melakukan itu. Ia sudah berjanji kepada Rui Xi untuk tidak lagi berurusan dengan Mei Lin, dan Rong Sheng harus menjaga janji yang telah ia buat.
Setelah melihat Mei Lin, Rong Sheng langsung pergi. Merasa tenang setelah mengetahui jika Mei Lin baik-baik saja.
***
Beberapa hari kemudian, Mei Lin bersama dengan Zhi Ruo sedang bekerja membuat obat-obatan sampai tiba-tiba seseorang urusan kaisar datang dan menyampaikan pesan dari kaisar.
"Ini adalah perintah kaisar. Kaisar ingin tabib agung segera menemuinya di aula pertemuan. Kaisar menunggu di sana."
Mei Lin menatap Zhi Ruo, matanya bertanya-tanya, dalam rangka apa Kaisar Wu Jiang ingin menemui dirinya? Biasanya juga tidak pernah. Kenapa tiba-tiba ingin bertemu? Mei Lin benar-benar penasaran dibuatnya.
Tanpa banyak berbicara, Mei Lin mengikuti utusan kaisar, berjalan menuju aula pertemuan. Di sana, Mei Lin melihat ada kaisar, Rong Sheng, Rui Xi, Ratu Lihua dan beberapa orang yang tidak Mei Lin kenali.
Mei Lin berdiri menghadap Kaisar Wu Jiang. Ia tak berbicara, hanya menunggu Kaisar Wu Jiang yang berbicara lebih dulu.
"Lihatlah dengan seksama. Apakah benar, wanita ini yang kau lihat diperbatasan?" tanya Kaisar Wu Jiang kepada sekelompok orang yang terlihat menakutkan. Salah satunya memakai pakaian yang mewah, sedangkan beberapa orang lainnya berpakaian layaknya seorang prajurit.
Seseorang dengan pakaian mewah bertanya kepada prajuritnya, "Lihat baik-baik wajah wanita itu. Apakah benar dia wanita yang sama yang kau lihat diperbatasan? Benarkah dia orang yang ingin kau panah karena telah melanggar garis perbatasan?"
"Benar, Kaisar Longwei. Dia adalah wanita itu. Saya sangat ingat wajahnya. Wanita dengan barang aneh di pundaknya." Prajurit itu menjawab dengan suara yang lantang.
Satu hal yang baru saja terbongkar. Ternyata, pria dengan pakaian mewah itu adalah Kaisar Longwei. Dia adalah kaisar dari Dinasti Jinxi.
Mei Lin tampak sangat bingung dengan situasi yang ia hadapi pada saat itu. "Apa maksud semua ini? Apakah ada seseorang yang bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi saat ini?" Mei Lin benar-benar kebingungan.
"Di sana, Kaisar Longwei dari Dinasti Jinxi, datang kemari dan mengatakan jika kau telah mencuri sesuatu di garis perbatasan. Kau mengambil sesuatu dari wilayahnya," ujar Kaisar Wu Jiang.
Mendengar itu, Mei Lin langsung mengelak. Dia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di depan semua orang.
"Tidak. Itu benar sama sekali. Saat itu aku memang mengambil sesuatu dari sana, tapi, itu barang milikku dan barang itu tidak masuk ke tanah Kaisar Longwei," jelas Mei Lin. "Saat itu, Pangeran Rong Sheng bersama denganku. Dia menyaksikan sendiri apa yang terjadi di sana. Aku tidak mencuri apapun dari tanah mereka!"
Mendengar penjelasan dari Mei Lin, Kaisar Wu Jiang langsung percaya kepadanya. Terlebih lagi, apa yang dikatakan oleh Mei Lin dibenarkan langsung oleh Pangeran Rong Sheng.
"Jika seperti itu yang terjadi, maka tidak jadi masa lagi. Semua sudah selesai sekarang. Kau dengar bukan? Tabib kami tidak mencuri apapun dari tanah kalian!" tegas Kaisar Wu Jiang.
Kaisar Longwei tak mau menyerah begitu saja. "Bagaimana bisa kau percaya dengan apa yang dikatakan tabib rendahan ini? Tidak ada yang bisa menjamin bahwa dia mungkin berbohong!?"
"Jaga bicaramu, Kaisar Longwei! Dia bukan tabib rendahan! Dia adalah tabib agung dari langit. Dia adalah anugerah yang kami dapatkan! Jadi, jangan sembarangan menghinanya!"
Kaisar Longwei tertawa, tak mempercayai apa yang Kaisar Wu Jiang katakan. "Tidak mungkin kau percaya jika dia adalah tabib agung utusan langit bukan? Darimana kau tahu jika dia tidak sedang berbohong? Penipu seperti ini banyak di tempatku."
"Maaf karena aku menyela pembicaraan orang yang lebih tua; tapi, aku ini bukan penipu!" tegas Mei Lin. "Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku utusan langit. Orang-orang yang membangun opini itu. Aku memang bukan dari langit, tapi aku juga bukan penipu! Tempat asalku bukan di sini, tapi tempatku dari masa depan!"
Untuk pertama kalinya, Mei Lin mengungkapkan jati dirinya. Selama ini dia berusaha untuk menahan rahasia itu, tapi, situasi pada saat itu benar-benar merugikan dirinya. Jadi, pada akhirnya Mei Lin mengatakannya.
Kaisar Longwei tertawa. "Jadi, kau dari masa depan? Jika benar begitu, kau pasti bisa mengetahui apa yang akan terjadi kepada dinasti ini beberapa tahun ke depan? Benar begitu?" Kaisar Longwei tampak menantang Mei Lin.
Tanpa ragu Mei Lin menjawab. "Benar. Aku tahu apa yang terjadi. Walaupun saat disekolah aku selalu mengabaikan pelajaran sejarah, tapi, aku tetap tahu beberapa hal dari buku sejarah. Contohnya, tentang kematian Anda, Kaisar Longwei. Aku tahu kapan Kaisar Longwei akan mati," ungkap Mei Lin dengan suara yang bergetar.
***
Bersambung.
aku jadi ngebayangin klw aku kayak gitu pasti sama takut nya ataw bahkan lebih dari itu