NovelToon NovelToon
Misteri 112

Misteri 112

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Mafia / Penyelamat
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: Osmond Sillahi

Robert, seorang ilmuwan muda brilian, berhasil menemukan formula penyembuh sel abnormal yang revolusioner, diberi nama MR-112. Namun, penemuan tersebut menarik perhatian sekelompok mafia yang terdiri dari direktur laboratorium, orang-orang dari kalangan pemerintahan, militer, dan pengusaha farmasi, yang melihat potensi besar dalam formula tersebut sebagai ladang bisnis atau alat pemerasan global.

Untuk melindungi penemuan tersebut, Profesor Carlos, rekan kerja Robert, bersama ilmuwan lain, memutuskan untuk mengungsikan Robert ke sebuah laboratorium terpencil di desa. Namun, keputusan itu membawa konsekuensi fatal; Profesor Carlos dan tim ilmuwan lainnya disekap oleh mafia di laboratorium kota.

Dengan bantuan ayahnya Robert yang merupakan seorang pengacara dan teman-teman ayahnya, mereka berhasil menyelamatkan profesor Carlos dan menangkap para mafia jahat

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmond Sillahi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan di Kota Senyap

Langit mendung menggantung di atas kota kecil bernama Lestari Jaya, terletak tak jauh dari kaki Lembah Batu Langit. Kota ini tenang, nyaris seperti lukisan hidup yang enggan bergerak. Tapi ketenangan ini akan segera direnggut oleh percakapan penting di sebuah kedai kopi mungil di sudut jalan utama, Kopi Tepi Hujan.

Di laboratorium desa, Mark berjalan bolak-balik di ruang strategis, wajahnya tegang namun fokus. Ia lalu menghentikan langkah dan menatap Jerry yang duduk di depan laptopnya.

“Jerry,” katanya pelan namun tajam, “hubungi Amanda. Katakan padanya kau ingin bertemu. Sendiri.”

Jerry menoleh cepat. “Sendiri, Pak? Tapi... dia pasti curiga.”

“Justru itu yang kita butuhkan,” ujar Mark. “Buat dia merasa aman. Tapi pastikan dia tidak tahu bahwa kami ikut bersamamu.”

Samuel menimpali dari sisi ruangan, “Kita tidak ingin Amanda kabur. Dia aset kunci. Tapi juga punya alasan untuk curiga pada siapa pun sekarang.”

Setelah beberapa saat menunggu balasan, Jerry menoleh ke arah Mark dan mengangguk. “Dia setuju. Minta ketemu sore ini. Di sebuah kopi shop di kota kecil, dekat Batu Langit. Namanya Kopi Tepi Hujan. Dia yang pilih tempatnya.”

Mark langsung memanggil Roy dan Denny. “Kita berangkat sore ini. Tiga orang cukup. Aku, Roy, dan Denny. Kita ikut Jerry, tapi tetap berjarak. Jangan ada kesalahan.”

Robert yang mendengar dari luar pintu langsung masuk. “Ayah, aku ikut.”

Di belakangnya, Misel dan Jesika berdiri bersamaan. “Kami juga.”

Mark menggeleng tegas. “Tidak. Kalian bertiga tetap di sini.”

“Tapi—” Robert mencoba menyela.

“Tidak ada tapi,” potong Mark, nada suaranya tajam. “Robert, kamu adalah target utama mereka. Mereka ingin formula MR-112.”

Misel menatap Mark dengan mata berkilat. “Kami hanya ingin membantu.”

“Dan kamu sudah membantu, Misel. Kalian tetap jadi bagian dari rencana. Tapi yang ini, biarkan kami yang tangani.”

Setelah hening sejenak, Robert mengangguk perlahan. “Baik, Yah. Tapi hati-hati.”

Mark menepuk bahunya sekali, lalu pergi.

Sore itu, sebuah mobil berwarna hitam berhenti tidak jauh dari Kopi Tepi Hujan. Jerry turun dengan hoodie hitam dan ransel kecil, menyembunyikan kecemasannya dengan langkah santai. Di kerah bajunya, terpasang mikrofon kecil berbentuk kancing yang disematkan Denny beberapa menit sebelumnya.

Denny menyentuh telinganya, memastikan sinyal masuk. “Suara jelas. Jaga posisi. Jangan langsung konfrontasi.”

“Ngerti,” bisik Jerry sambil menatap kaca etalase kafe.

Dari seberang jalan, Mark, Roy, dan Denny duduk di bangku panjang taman kota, menyamar seperti wisatawan yang sedang menikmati kopi kaleng. Topi, masker, dan jaket longgar menyamarkan wajah mereka.

“Kontak visual,” ujar Roy pelan. “Amanda duduk di pojok kiri, belakang pot karet besar. Sendiri.”

Jerry masuk ke dalam, menghampiri meja itu. Amanda menatapnya tanpa ekspresi, lalu mengangguk singkat.

“Kau datang,” katanya lirih.

Jerry duduk pelan. “Aku... aku bingung, Amanda. Aku tak tahu harus percaya siapa. Tapi aku tahu satu hal—ini semua sudah kelewatan.”

Amanda menatap ke luar jendela. “Kau tak seharusnya hubungi aku lagi, Jerry. Kau tahu risikonya.”

“Aku tahu. Tapi aku juga tahu kamu pernah bilang... kau tak sepenuhnya setuju dengan EVA. Apa kamu masih merasa begitu?”

Amanda diam. Lalu, “Apa kamu bekerja sama dengan orang lain sekarang?”

“Tidak,” bohong Jerry cepat. “Aku sendiri. Aku cuma ingin tahu... ada jalan keluar nggak, Amanda? Sebelum semuanya hancur?”

Mark menunduk di bangku taman, fokus pada suara dari mikrofon.

“Dia masih defensif,” kata Denny lirih.

Roy mengangguk. “Tapi dia belum kabur. Itu sinyal baik.”

Kembali ke dalam kafe, Amanda menatap Jerry lama. Lalu suaranya melembut, “Aku hanya ingin sistem itu bekerja sesuai rencana awal. Untuk menjaga data, bukan untuk memenjarakan orang. Tapi Elisabeth... dia mengubah semua. Dia percaya hanya dengan kontrol penuh, dunia bisa diselamatkan dari kehancuran.”

“Tapi bukan dengan menyekap ilmuwan,” kata Jerry pelan.

Amanda menatap meja. “Apa yang kamu inginkan, Jerry?”

Sebelum Jerry bisa menjawab, Mark, Roy, dan Denny berdiri dari bangku mereka. Perlahan mereka masuk ke kafe dan berjalan mendekat.

Saat Amanda menoleh dan melihat ketiganya, tubuhnya menegang. Tangannya refleks menyentuh tas selempangnya.

“Tenang,” kata Mark, mengangkat tangannya perlahan. “Kami datang... bukan untuk menangkap atau menyalahkanmu. Kami hanya ingin bicara.”

“Bicara soal apa?” suara Amanda tajam.

“EVA,” jawab Mark cepat.

Amanda langsung menegang. Nafasnya mendadak lebih berat.

Denny menyambung, “Kami tahu kamu bagian dari tim inti. Kami tahu kamu pernah mempertanyakan proyek itu. Kami tahu... kamu masih punya hati nurani.”

Amanda tertawa kecil, getir. “Hati nurani? Setelah semua ini? Setelah melihat ilmuwan dikurung seperti kriminal, sistem diubah jadi penjaga besi tak terlihat? Hati nurani saya sudah lama tak laku.”

“Tapi kamu belum menyerah,” kata Roy. “Kamu masih di sini. Tidak melarikan diri. Tidak menghilang seperti yang lain.”

Amanda memejamkan mata. Lalu berkata pelan, “Apa yang kalian tahu tentang EVA?”

Roy memberi isyarat pada Jerry, dan pemuda itu mengeluarkan tablet kecil, memperlihatkan potongan data hasil penyadapan dan log sistem.

“Cukup untuk tahu bahwa Elisabeth membangun sistem ini seperti labirin tanpa ujung,” kata Mark. “Tapi kami juga tahu, hanya kamu yang punya backdoor access yang bisa aktif dari luar fasilitas Batu Langit.”

Amanda menatap Jerry lama. “Kamu membocorkan ini?”

Jerry menunduk. Ia tidak sanggup menjawab.

Mark menghela napas. “Kami tidak ingin memaksamu. Tapi jika kau membantu, kau bisa menghentikan semua ini.”

“Dan kalau aku menolak?” Amanda menantang.

Mark menatap mata Amanda tanpa gentar. “Maka kamu akan terus jadi bagian dari sistem yang menindas, sementara kami... akan tetap melawan. Dengan atau tanpa bantuanmu.”

Amanda menatap ke luar jendela. Hujan mulai turun pelan. Seperti pertanda bahwa dalam dirinya, ada badai kecil yang tak kunjung reda.

Lalu, dengan suara nyaris tak terdengar, ia berkata, “Elisabeth dulu adalah penyelamatku. Aku yatim piatu. Dia yang membiayai kuliahku. Dia yang membuat aku jadi seperti sekarang. Tapi... dia bukan orang yang sama lagi.”

Mark mengangguk perlahan. “Aku juga pernah mengenalnya. Bahkan lebih dari kamu. Aku tahu sisi baiknya. Tapi aku juga tahu... ambisinya bisa membakar dunia.”

Amanda membuka tasnya perlahan, lalu mengeluarkan satu chip kecil berbentuk datar.

“Aku punya satu akses yang tersisa. Tidak bisa membuka seluruh EVA, tapi bisa membuka pintu masuk server bayangan di fasilitas Batu Langit. Dari situ... kalian bisa masuk ke sistem inti.”

Ia menyerahkan chip itu pada Mark. “Sisipkan ini ke node utama. EVA akan menanggapinya seperti perangkat otorisasi pusat. Tapi ingat—kalian hanya punya waktu 15 menit sebelum sistem sadar itu adalah infiltrasi.”

Mark menerima chip itu hati-hati. “Dan kamu yakin ini akan bekerja?”

“Kalau Elisabeth belum mengubah inti EVA dalam seminggu terakhir... ya, itu akan berhasil.”

Ia menatap mereka satu per satu.

“Jaga nyawa kalian. Batu Langit bukan tempat untuk manusia biasa.”

1
Ferdian yuda
kerenn, sejauh ini ceritanya menarik, tapi agak bingung untuk konflik utamanya😭😭😭
Osmond Silalahi: wah makasih infonya
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
mantap jiwaaaa 😍
Osmond Silalahi: wah makasih
total 1 replies
VelvetNyx
Keren ihhh alurnya... Gambang di mengerti kayak lagi baca komik/Drool//Smile/
Osmond Silalahi: wah makasih
total 1 replies
Osmond Silalahi
wkwk
penyair sufi
mantap om. tua tua keladi. makin tua makin jadi
Osmond Silalahi: sepuh pasti paham
total 1 replies
lelaki senja
wih... gaya nyindirnya keren
Elisabeth Ratna Susanti
wah namaku disebut nih 😆
Osmond Silalahi: eh ... maaf. tapi kesamaan nama tokoh hanya kebetulan belaka lah kawan
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
good job untuk authornya 🥳
Osmond Silalahi: wah makasih banyak, kawan
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
tinggalkan jejak
Osmond Silalahi: makasih jejaknya
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
like plus 🌹
Osmond Silalahi: wah makasih
total 1 replies
Lestari
wah wah bikin panasaran cerita y,semangat nulisnya dan jgn lupa mampir
Osmond Silalahi: siap kak
total 1 replies
Lestari
ceritanya seru
Osmond Silalahi: wah makasih
total 1 replies
penyair sufi
ada efek samping yang mengerikan
Osmond Silalahi: itulah yg terjadi
total 1 replies
lelaki senja
wah ngeri jg ya
Osmond Silalahi: itulah realita
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
jangan putus asa.....terus cemunguuut
Osmond Silalahi: siap.
total 1 replies
Quinnela Estesa
seperti apa bahayanya masih belum keliatan, padahal dijelaskan: sampai mengancam nyawa.
Osmond Silalahi: wah makasih masih mengikuti
total 1 replies
💐~MiSS FLoWeR~💐®™
/Scare//Cry/
Osmond Silalahi: walaupun sudah habis masa nya bersama
💐~MiSS FLoWeR~💐®™: Hmm... sedih ya. Orang yg disayang melakukan perbuatan sebaliknya..
total 3 replies
💐~MiSS FLoWeR~💐®™
Gercep!/Good/
Osmond Silalahi: nah ini aq setuju
💐~MiSS FLoWeR~💐®™: Bener...dan 90 persen polisi itu ada yg kor*psi
total 5 replies
💐~MiSS FLoWeR~💐®™
Mampir lagi, Thor.
Osmond Silalahi: thanks
💐~MiSS FLoWeR~💐®™: it's a pleasure
total 3 replies
penyair sufi
aku mampir
Osmond Silalahi: makasih dah mampir
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!