NovelToon NovelToon
Chaotic Destiny

Chaotic Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Perperangan / Light Novel
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: Kyukasho

Ratusan tahun lalu, umat manusia hampir punah dalam peperangan dahsyat melawan makhluk asing yang disebut Invader—penghancur dunia yang datang dari langit dengan satu tujuan: merebut Bumi.

Dalam kegelapan itu, lahirlah para High Human, manusia terpilih yang diinkarnasi oleh para dewa, diberikan kekuatan luar biasa untuk melawan ancaman tersebut. Namun kekuatan itu bukan tanpa risiko, dan perang abadi itu terus bergulir di balik bayang-bayang sejarah.

Kini, saat dunia kembali terancam, legenda lama itu mulai terbangun. Para High Human muncul kembali, membawa rahasia dan kekuatan yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan segalanya.

Apakah manusia siap menghadapi ancaman yang akan datang kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyukasho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 20 Remake: Determinasi

Bau tanah basah menyelimuti udara. Sunyi. Hening, kecuali degup jantung Sho yang kini tak beraturan.

Goa kecil itu seolah menjadi penjara. Tak ada jalan keluar. Tak ada celah cahaya.

Sho bersandar di dinding, napasnya mulai stabil, luka-luka di tubuhnya sudah pulih berkat kekuatan alam. Tapi tubuhnya tetap gemetar. Entah karena rasa takut, atau karena firasat buruk.

Lalu—

CRAACK!!

Langit-langit gua retak.

Suara runtuhan menggema keras.

BRAAAKKK!!

Batu-batu besar jatuh, dan dari celah kegelapan di atas, lima sosok aneh muncul satu per satu.

Mereka membungkuk seperti binatang buas, tulang-tulang menonjol keluar dari punggung. Kulit mereka keabuan, mata merah menyala dari wajah yang tak punya ekspresi. Nafas mereka seperti desir angin kering—tidak terdengar, tapi menusuk tulang belakang.

Lima Invader tingkat rendah.

Sho melangkah mundur.

Tangannya bergetar saat menyentuh kalung kristal hijau di dadanya.

“...Persephone...” bisiknya.

Mereka mulai melangkah maju. Gerakan mereka tidak terlalu cepat—tetapi ada sesuatu yang mengerikan dalam kesunyian mereka. Seolah kematian berjalan dalam bentuk yang padat.

“Tenangkan pikiranmu.”

Suara lembut mengalun di dalam benaknya. Suara yang sama yang menyelamatkannya waktu itu.

Suara sang dewi.

“Mereka bukan makhluk yang cerdas. Mereka buas, seperti binatang. Kau bisa mengalahkan mereka... Jika kau berhenti melawan ketakutanmu sendiri.”

Sho menutup mata. Mengatur napas.

Lalu membuka mata—mata merah rubi yang kini bersinar samar dalam kegelapan.

Kristal tersebut berubah bentuk menjadi Bident panjang. Pegangannya masih berat di tangan Sho—ia belum terbiasa. Tapi ada kehangatan aneh yang menyelimuti senjata itu. Seolah nyawa alam sendiri hidup di dalamnya.

“Aku sudah berjanji padanya...” Suara Sho nyaris seperti gumaman, tapi di dalam hatinya itu adalah sumpah.

Invader pertama menerjang.

Sho nyaris terlambat. Ia mengangkat Bident dan menangkis cakar makhluk itu. Dentuman logam dan tulang menghantam membuat lengannya kebas. Ia memutar, menusuk asal, dan gagal mengenai sasaran.

“Perhatikan gerakan mereka. Mereka selalu menyerang lurus, tanpa taktik. Gunakan kebodohan mereka.”

Persephone membimbingnya, tidak dengan perintah... Tapi dengan pemahaman.

Tubuh Sho mulai menyesuaikan. Ia merendahkan kuda-kuda, menyeimbangkan berat tubuh.

Invader kedua dan ketiga menyerang bersamaan.

Sho melompat mundur, dan tanpa berpikir, ia menusuk lantai. Akar-akar hijau meledak dari tanah, menahan mereka sejenak.

Dia tidak berpikir, tubuhnya bergerak sendiri. Insting. Naluri.

Milik siapa? Miliknya, atau milik dewi musim semi yang sedang membimbingnya?

Satu Invader jatuh ke dalam jebakan akar. Sho mengayunkan Bident, membelah tubuhnya, dan dalam sekali sapuan, makhluk itu terbakar menjadi debu.

Empat tersisa.

Dan sekarang, mereka mulai menyadari bahwa mangsa mereka melawan balik.

“Api hijau tidak hanya membakar. Ia tak bisa dipadamkan tanpa perintah untuk padam, dan menyakiti musuh. Kau tak perlu menjadi ahli berpedang untuk menang... Kau hanya perlu percaya.”

Invader keempat menerkam dari atas, Sho menangkis dan melempar bident—bukan untuk menyerang, tetapi untuk menancapkannya ke dinding. Dari ujungnya, cahaya hijau menyebar seperti jaring, menjebak dua Invader di tengah loncatan mereka.

Sho menutup mata.

"Terbakarlah!."

BOOOM!

Ledakan hijau menyapu dua dari mereka menjadi abu. Sho jatuh berlutut, tubuhnya lelah. Nafasnya berat.

Dua tersisa.

Tapi kini Sho mulai tersenyum. Senyum kecil, penuh tekad.

Invader terakhir menyelinap dari balik batu dan menghantam bahunya. Sho terguling, Bident terlempar ke sisi lain. Makhluk itu mencakar dadanya, mencoba untuk mengakhiri hidup Sho dengan cepat.

Sho menggertakkan gigi.

Tangannya memegang batu kecil, dan dengan sisa tenaga, ia menghantam kepala Invader itu. Tak berdampak besar, tapi cukup untuk membuat makhluk itu goyah.

Sho bangkit. Menggenggam Bident kembali. Kemudian menebas dan menghabisi mereka.

Lalu ia berdiri.

Sendirian. Dikelilingi debu abu dari musuh-musuh yang telah jatuh.

Lambat laun, keheningan kembali menyelimuti goa.

Sho menarik napas dalam-dalam. Matanya menatap cahaya samar dari atas. Retakan kecil di langit-langit gua—cahaya matahari pagi mulai merayap masuk.

Dan dalam bisikan angin, suara Persephone terdengar sekali lagi:

“Janji sudah kau genggam. Sekarang... Berjalanlah.”

---

Langit mulai cerah, tapi dada Aria masih sesak.

“Sho...” bisiknya, untuk kesekian kalinya.

Ia berdiri di pinggir Goa tambang Westmark. Goa itu gelap dan terlalu dalam, nyaris tak terlihat ujungnya. Tak ada suara dari bawah. Tak ada jawaban. Hanya hening.

Darah di tubuhnya sudah kering, tapi jiwanya masih berantakan. Jika Gerralt tak menariknya keluar tepat waktu... Jika Sho benar-benar mati di bawah sana...

Aria mencengkram busur peraknya erat-erat.

“Aku tak bisa diam di sini... Aku harus—”

“Tenanglah, Aria.”

Suara Apollo bergema dalam benaknya. Tenang, dalam, seperti matahari pagi yang lembut. Tapi kali ini, bahkan suara sang dewa pun tak mampu menenangkan amarah dan ketakutannya.

“Aku tidak bisa tenang! Sho masih di bawah! Dan kita bahkan tidak tahu apakah dia masih hidup atau—”

Terdengar derap kaki kuda.

Langkah-langkah cepat, gemuruh armor, sorak komando.

Aria menoleh.

Dari balik pepohonan dan jalur perbukitan, puluhan kereta dan pasukan bermunculan. Panji-panji kerajaan Vixen berkibar tertiup angin pagi. Di depan barisan, terlihat para petualang bersenjata lengkap dan—

“Levina!” seru Aria saat melihat sosok berjubah dengan kalung guildl tergantung di lehernya.

Levina turun dari kudanya dengan langkah tegap. Matanya menatap cepat ke sekitar, menganalisis kondisi medan.

“Lapor, kami datang sesuai sinyal darurat,” katanya tanpa basa-basi.

Aria berlari mendekat, tanpa menunggu.

“Levina! Ada—ada sepuluh Invader tingkat menengah di bawah sana! Dan tiga puluh tingkat rendah!”

Levina mengangguk cepat. “Sudah kami siapkan. Pasukan ini lengkap. Terdiri dari satuan penembak, penyihir, pelindung depan, dan—”

“Mana High Human lainnya?” potong Aria dengan nada tegas.

Levina sempat terdiam. “...Tidak ada.”

Aria menegang. “Apa maksudmu tidak ada?”

“Seluruh High Human yang saat ini berada di Vixen sedang menjalankan misi prioritas tinggi di wilayah selatan dan timur. Kami sudah mengirimkan panggilan darurat, tapi mereka tidak bisa segera kembali.”

Aria menggertakkan gigi. Emosinya meluap. “Jadi yang kau bawa hanya ini? Pasukan kerajaan dan petualang biasa?”

Levina menatapnya lurus. “Mereka terbaik dari yang kami punya dalam waktu secepat ini.”

Aria mundur satu langkah. Kepalanya menunduk, bahunya gemetar. Apollo mencoba menenangkannya lagi, tapi Aria hanya menggeleng.

“Ini... ini tidak cukup.” Suaranya retak.

“Pasukan seperti ini... Tidak berguna menghadapi Invader tingkat menengah! Kau tidak tahu apa yang kami hadapi di bawah sana!”

Levina tetap tenang. “Kami sudah mempelajari laporanmu. Dan aku percaya pada kemampuan pasukanku.”

“Tidak! Kau tidak mengerti! Aku melihat sendiri... Makhluk-makhluk itu bukan sesuatu yang bisa dikalahkan dengan pedang biasa atau sihir kelas rendah!”

Aria menunjuk ke lubang. “Mereka membunuh ayahku! Mereka menghancurkan desa kami! Dan sekarang Sho... Dia masih terjebak di bawah sana, sendirian! Dan kau pikir pasukan ini cukup?!”

Beberapa petualang menoleh mendengar suara Aria yang melengking. Suasana mulai tegang.

Levina tak menjawab segera. Ia mendekat, meletakkan tangan di bahu Aria.

“Kami datang untuk bertempur, Aria. Bukan untuk mati sia-sia. Jika ada ancaman tingkat menengah dalam jumlah seperti yang kau katakan... Maka strategi kita bukan menyerbu. Tapi memancing mereka keluar satu per satu.”

Aria menepis tangannya. “Sementara itu Sho bertarung sendirian?! Kau pikir dia bisa menahan mereka semua?!”

“Aria...” Suara Apollo lirih, kini lebih dalam, lebih serius.

“Tenanglah. Amarahmu bisa menghancurkan keputusan yang benar.”

Aria mengepalkan tinju. Air matanya mengambang, tapi tak jatuh. Ia menatap ke dalam goa lagi. Dalam hatinya, ia ingin melompat masuk lagi, sama seperti malam itu. Tapi ia juga tahu... Dia tak bisa melakukannya seorang diri.

Sho sudah memintanya untuk percaya.

Aria menatap ke arah Levina lagi, kali ini dengan lebih tenang—namun matanya masih menyala dengan amarah.

“Baik. Tapi dengar aku, Levina. Jika kita tidak bertindak cepat... kita tidak akan punya siapa pun untuk diselamatkan.”

Levina menatapnya sejenak, lalu mengangguk.

“Kita mulai siapkan barikade dan perimeter di sekitar celah masuk. Dan kita turunkan tim pengintai tercepat. Jika kau ingin ikut, aku tidak akan melarangmu.”

Aria menarik napas panjang.

Matanya menatap langit.

Sinar matahari pagi menyapu wajahnya.

“Aku akan ikut.” katanya lirih. “Aku tidak akan tinggal diam.”

---

Langit-langit reruntuhan berderak, seolah bernapas perlahan.

Sho menatap dinding bebatuan yang menjulang retak di atasnya. Tak ada jalan kembali. Tidak ada tangga, tidak ada pegangan. Tapi ia tahu, diam bukan pilihan.

Perlahan, ia mengangkat tangan kanannya. Nafasnya berat, tapi kini lebih teratur.

“...Bangkitlah,” gumamnya lirih.

Dari bebatuan yang remuk, tanah mulai bergoyang. Akar-akar tipis bermunculan seperti jari-jari bumi. Awalnya gemetar, lalu tumbuh lebih tebal, lebih kuat. Mereka menjalar naik, membentuk pijakan.

Sho melangkah satu demi satu. Setiap pijakan muncul dari kehendaknya—akar-akar menopangnya, membawanya naik. Jubahnya tergores, tubuhnya memar, tapi matanya menyala tegas.

“Bagus sekali,” bisik Persephone dari dalam pikirannya.

“Kau mulai memahami bagaimana berbicara dengan alam. Alam tidak akan menolak jika kau mendengarkannya dengan sungguh.”

Sho sampai di atas, tubuhnya terengah, tapi tidak berhenti. Di balik celah bebatuan yang menganga, terbentang lorong batu yang belum ia jelajahi.

Ini bukan area yang ia dan Aria datangi. Lebih sunyi, lebih dalam, dan jauh lebih dingin.

Langkahnya menggema.

Setiap suara sepatu menghantam tanah seperti detak jantung terakhir di dunia yang terkubur.

Sho menurunkan telapak ke tanah, menutup mata.

“Tunjukkan padaku...”

“...Dimana cahaya keluar.”

Sejenak, dunia terasa membeku.

Namun dalam kegelapan pikirannya, sesuatu mulai bersinar—getaran samar dari akar yang tumbuh jauh di luar pandangan. Jalur-jalur energi alam merambat, membentuk peta kasar dalam benaknya.

“Aku bisa merasakannya,” bisik Sho.

“Sebuah lorong, menyamping ke timur... Angin. Ada udara segar.”

Ia berdiri, bersiap bergerak ke arah yang ditunjukkan. Harapan mulai tumbuh. Tapi...

Terdengar dentingan.

Seperti kuku menggores batu.

Sho berhenti.

Dari ujung lorong di depannya, kabut hitam perlahan merayap. Udara berubah. Lebih berat. Lebih dingin. Suara nafas... Yang bukan miliknya.

Dari balik bayangan tambang, sosok itu muncul.

Tinggi. Kurus. Kulitnya seperti baja hitam yang menyerap cahaya. Matanya bersinar merah, seperti bara neraka. Dua tanduk kecil tumbuh dari pelipisnya, dan cakar-cakar panjang menyeret tanah saat ia berjalan.

Invader tingkat menengah.

Sho mundur satu langkah. Ia menarik kalung kristal nya, lalu Bident muncul dari cahaya hijau zamrud dan kini berada ditangan nya. Tapi kali ini, tak ada ruang untuk panik. Tidak lagi.

“Persephone.”

“Aku akan butuh bimbingan mu.”

Persephone tidak menjawab. Tapi Sho bisa merasakan hawa dingin namun kuat menyelimuti jiwanya, seperti tangan tak terlihat yang menyentuh punggungnya.

“Gunakan semua yang telah kau pelajari.”

“Tapi ingat, Sho... Ini baru permulaan.”

Invader itu mengangkat wajahnya, mengeluarkan suara serak dan dalam—bukan teriakan, tapi semacam tawa rendah, mengejek.

Sho memutar Bident-nya. Api hijau menari di ujungnya, berkedip seperti nyala lilin sebelum badai datang.

Lorong itu sunyi. Tegang.

Dua makhluk asing—satu dari langit, satu dari bumi—berdiri saling mengukur.

Kemudian.

Invader itu menerjang.

1
That One Reader
baiklahh udah mulai terbayang wujud dan sifat karakternya
That One Reader
hmmm... "matanya masih merah, bukan karena kekuatannya", "Kekuatan" yang dimaksud gimana yh? tapi awal ketemuan sama Aria lumayan berkesan sii
That One Reader
welp.. prolognya okee
Sandra
simingit kikik:v
Cyno
Semangat author
Cyno
Ceritanya seru
Cyno
kalau sho bisa mengubah bident sesuka hati apa nanti aria bisa mengubah bow dia juga? menarik
J. Elymorz
Huhuu shoo/Cry/
Sandra
anjay pahlawan datang tapi bapaknya Aria... :(
Sandra
aku ga tau mau komen apa tapi mau lanjut!!
Sandra
kereennn!! semangat kak!!!
J. Elymorz
sho.. hikss /Cry//Cry/
J. Elymorz
omaigatt di remake, apakah alur ceritanya lebih ke arah romance? hmmzmz/Applaud//Applaud/
J. Elymorz
lucuuuu
J. Elymorz
lucuuuu, sifat mereka berbanding terbalik
J. Elymorz
yahh hiatus/Cry/

semogaa hp nya author bisa sehat kembali, dan semoga di lancarkan kuliahnya, sehat sehat yaa author kesayangan kuu/Kiss//Kiss/
J. Elymorz
gila... hollow bener' gila
Soul Requiem
Ini Saya, Kyukasho, untuk sementara Chaotic Destiny Akan Hiatus dikaenakan HP saya rusak/Frown/
J. Elymorz: /Cry//Cry//Cry/
total 1 replies
J. Elymorz
ouh oke.. kelakuan bodoh dari krepes ternyata berguna, bagus krepes
J. Elymorz
si krepes dateng tiba-tiba banget plss, krepes jangan jadi beban yh/Grievance//Grievance/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!