NovelToon NovelToon
Two Bad

Two Bad

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Murid Genius / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Bad Boy
Popularitas:577
Nilai: 5
Nama Author: Aalgy Sabila

"Yang kalian lakukan salah."

Baik Meyra maupun Fero tidak mempedulikan apa yang mereka lakukan itu salah atau benar. Yang mereka tau ialah mereka senang dan puas karena melakukan hal yang mereka inginkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aalgy Sabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Drop Out

◻️◻️◻️

Mayra

Gue bahagia bangett buleee

Knp?

Gue di do

What the fff-are you to tell me what you do.

Oh sial! Dari mana Fero mendapatkan kalimat seperti itu, pasti tertular dari virus tiktok si Ephen. Awas saja, sekarang ia tak akan banyak mendengarkan ocehan Ephen.

Oke, back to topic. Apakah Mayra salah mengetik? Mana ada orang bahagia di do-drop out?

Ini cewek otaknya emang udah gak bener. Otaknya harus segera direparasi sebelum semakin menjadi-jadi.

"Lo kenapa Fer?" tanya Tino.

Tino heran dengan Fero, pasalnya alis Fero tertukik tajam sedari tadi-sejakmembuka ponselnya.

"Lo bahagia kalau di drop out?" tanya Fero tiba-tiba.

"Ya kali anjir, gue sedih lah apalagi nanti pasti diomelin ortu. Sinting kali tu orang."

Sepertinya ucapan Tino benar, Mayra sudah sinting.

Keduanya, Tino dan Fero-tanpa Ephen, karena tadi dipanggil ke ruang bk bersama Varidza-kini berada di kantin di jam istirahat pertama, menikmati segelas minuman dingin diselingi obrolan atau lebih tepatnya kehebohan, heboh karena sedang bermain game online tentunya. Apalagi yang dapat membuat kaum adam heboh selain game online? Ah, ada lagi. Liat cewek cantik atau bohay, pasti langsung heboh kayak cacing keremian.

"Emang siapa?" Tanya Tino sambil menyimpan ponselnya di atas meja.

"Mayra, dia di do."

"Gue tau, pasti di bilang bahagia karena di do?"

Fero mengangguk.

"Emang kenapa dia bisa di DO?"

Pertanyaan Tino Fero jawab dengan gelengan.

"Tanyain lah geblek!"

Fero cepat-cepat mengirim balasan berupa pertanyaan yang tadi diucapkan Tino. Balasan yang dikirim Mayra cukup membuatnya melotot dengan mulut menganga.

Tino yang penasaran segera mengintip, "Anjim, sinting si Mayra!" Pekiknya.

Gue ngisep ganja

Tak lama setelah itu muncul pesan suara, yang segera dipencet Tino.

"Lo tau gue ditawarin sama Kakak kelas gue buat ngisep tuh ganja. Kirain gue rokok, bentukannya hampir sama njir. Tapi sebelum gue ngisep benda haram itu, pintu keburu dibuka. Mampus deh gue, sekarang juga pihak sekolah lagi menghubungi pihak kepolisian buat ngusut kasus ini. Gue juga kayaknya bakal dijeblosin dulu ke penjara. Mungkin ini juga chat terakhir gue. Lo bisa tolong gue gak? Gue gak mau Ayah sama Kakak tau dulu, lo tau Kak Vida lagi ngedampingin Bang Sultan di rumah sakit sedangkan Ayah gak peduli. So, lo bisa kirim seseorang gak buat bantuin jadi wali gue? Kirim siapa aja deh, yang penting ada buat dampingin gue. Gak perlu malu karena gue punya bukti kalau gue gak salah. Gue gak bisa banyak bacot, keburu ketauan njir. Sebelumnya thanks Bule."

◻️◻️◻️

Wanita itu berjalan dengan tergesa-gesa memasuki sebuah lobi kantor milik seseorang yang dikenalnya dengan baik. Hentakan heelsnya berbunyi nyaring, rambutnya yang diikat kuncir kuda bergoyang ke sana ke mari, jas dokter yang masih melekat pada tubuhnya-semuanya cukup menjadi perhatian di antara karyawan-karyawan yang kebetulan berlalu lalang.

"Pak Kriss ada?"

Resepsionis mengangguk, ia mengenal Dokter ini-yang sering ke ruangan bosnya. Namun ia tak tau apa hubungan wanita ini dengan bosnya. Bukan urusannya juga untuk ikut campur.

Wanita berjas dokter itu pun melanjutkan langkahnya ke arah lift khusus dan memencet tombol nomor lantai paling atas.

Tak butuh waktu lama pintu lift terbuka. Tanpa membuang waktu lagi, ia berjalan ke ruangan satu-satunya di sana.

Cklek

"Vida .... "

"Ayah tau nggak?! Mayra terlibat kasus narkoba! Apa ini cara Ayah ngedidik Mayra, kalau gitu mending Mayra tinggal sama Vida aja!"

Ya, wanita itu Vida-Kakak Mayra dan seseorang yang dimarahinya itu tentu saja Kriss, Ayahnya.

Kriss langsung beranjak dari kursi kebesarannya dan menghampiri putri sulungnya.

"Apa maksud kamu Vida?" tanya Kriss.

"Mayra dikantor polisi Yah, dia ketauan makai narkoba di sekolah," jawab Vida gusar.

"Terus sekarang gimana keadaan Mayra?"

"Dia baik-baik aja dan dia gak ngerasa bersalah sama sekali waktu ditelpon, emang bener-bener tu anak!" hardik Vida.

Kriss memegang kedua bahu anaknya, "Kamu jangan gitu, Ayah yakin Mayra tidak melakukan itu."

"Vida juga dikasih tau sama Om Andre, dia kan kepala sekolahnya Mayra. Kebetulan tadi Vida ketemu di rumah sakit saat Varidza dirawat di sana. Gak lama setelah itu ada pengacara nelpon Vida, dan kasih tau kalau Mayra sekarang ada di kantor polisi."

"Pengacara?"

"Pengacara keluarga Fero."

"Ya sudah sekarang kita ke kantor polisi. Kamu ke sini bawa mobil?"

Vida menggeleng, "Naik taksi."

Kriss keluar terlebih dahulu, lalu diikuti Vida. Mereka menaiki lift langsung ke basement. Tanpa babibu lagi segera menaiki mobil audi milik Kriss.

"Kenapa dia bisa terlibat kasus seperti itu?"

Vida menggeleng. "Kalau Ayah gak bisa perhatiin Mayra, mending dia tinggal sama Vida aja."

"Memang kamu gak sibuk? Dengan jadwal padat kamu? Belum lagi kamu sudah punya tunangan, biarkan Mayra menjadi tanggung jawab Ayah."

Lagi dan lagi jawaban Kriss akan seperti itu, tapi tetap saja bisa membuat Vida diam tak berkutik.

"Kenapa Ayah gak bilang yang sejujurnya aja sih, kalau Ayah nikah sama Tante Pelope itu karena wasiat Bunda, jauhin Mayra dari mereka, kasih tau keadaan Bunda yang sebenarnya. Vida yakin Mayra gak akan kayak gini, dia gak akan jadi orang yang gak tau aturan kayak gini. Mayra akan seperti dulu lagi."

"Tidak semudah itu Vida, Mayra masih kecil dia gak akan siap menerima semua ini-"

"Mayra udah 17 tahun Yah, dia udah punya Ktp. Vida tau Mayra, dia udah dewasa."

"Mayra beda dengan kamu Vida, dia berbeda-dia tumbuh tanpa kasih sayang ayah dan Bunda beda dengan kamu. Terlepas dari itu berapapun umurnya bagi Ayah, Mayra tetap gadis kecil Ayah."

◻️◻️◻️

"Kejadiannya gimana?"

"Gue kan lagi di lapangan basket ngeliatin yang lagi kbm, kelas gue udah selesai soalnya cuman ulangan aja. Terus waktu gue lagi makan gue dipanggil sama siapa gitu, gue disuruh ke kelas 12 IPS 5 dipanggil sama Keken."

"Keken?"

"Kenneth, dia kakak kelas gue. Gue gak terlalu kenal juga sih, cuman tau dan jarang berinteraksi.

Waktu gue sampe, di dalam kelas itu cuman ada Keken. Gue gak curiga sama sekali. Gue tanya lah si Keken ada urusan apa sama gue, eh dia malah nyuruh gue nyobain kayak rokok gitu. Gue gak mau lah gue anti sama yang gituan. Setelah dibujuk gue mau, tapi gak sempet gue cobain keburu Bu Lia datang."

"Kenapa lo mau?"

"Ya, gue juga gak tau."

"Kok gak tau sih!" ucap Fero kesal.

Mayra hanya nyengir saja.

"Sekarang lo mau sekolah dimana?"

Mayra mengedikkan bahu acuh.

"Lo gak peduli?"

"Bukan gitu. Bentar lagi pasti Kakak gue dateng, pasti dia tau gue mau disekolahin dimana. Gue mah pasrah aja," ucap Mayra dengan santai.

"Kalau Kakak lo gak datang?"

"Percaya sama gue, bentar lagi dia datang. Satu ... Dua ... Tiga .... "

"Tuh," Mayra menunjuk pada pintu kantor polisi.

Vida, kepalanya menoleh ke sana ke mari mencari keberadaan adiknya yang tak tahu diri dan selalu menyusahkan saja.

Mayra dan Fero yang berada di bangku panjang di sana memperhatikan raut muka Vida yang tak busa dikatakan baik-baik saja.

Namun bukan itu yang menjadi perhatiannya, seseorang yang berada di belakang Vida membuat senyum jahil yang sempat terbit saat melihat Vida luntur seketika.

"Itu siapa?" tanya Fero penasaran.

"Ngapain Ayah ke sini?" tanya Mayra dingin.

Kriss tak menjawab, ia memandang Mayra dari atas sampai bawah. Lalu bergabung bersama pengacara keluarga Fero yang masih mengurus semuanya di depan komisaris polisi.

Ternyata komisaris itu Bapaknya si Keken. Akhirnya si Keken dimasukin ke penjara sama Bapaknya. Mampus siapa suruh mau ngejebak Mayra, kena batunya kan!

Oke, skip.

"Kamu tuh ya bisanya cuman bikin ulah, kapan berubahnya?!"

Kembali lagi bersama Vida yang akan memarahinya.

"Kapan-kapan."

Vida menghela napas lelah. Ia tahu kalau Mayra sebenarnya paham kalau kelakuannya selama ini tidak benar, tapi mata dan telinganya seolah tertutup untuk menerimanya.

"Kejadiannya gimana kamu sampai bisa kayak gini?"

Mayra menceritakan semuanya tanpa terkecuali.

Vida mengangguk paham saat Mayra selesai menceritakan segalanya. Ia tahu tabiat adiknya yang punya ke-kepo-an tingkat akut.

"Kenapa kamu mau aja nyamperin si Keken-Keken itu kalau udah tah dia cowok gak bener?"

"Mayra kan kepo Kak," ucap Mayra dengan muka memelas.

"Kepo juga tau tempat Mayra! Lain kali hati-hati, jangan asal kepo tapi gak tau situasi!"

Mayra mengangguk paham.

"Eh, ini Fero ya?" tanya Vida ramah.

Mayra berdecih pada Kakaknya yang saat ini mengalihkan atensinya pada Fero. Liat orang ganteng aja langsung senyum-senyum gak jelas. Gak nyadar apa kalau udah punya tunangan!

"Iya kak," jawab Fero sambil tersenyum tipis dan menyalami Vida.

"Makasih ya, udah bantuin Mayra."

"Iya, kak."

"Ngapain Ayah ke sini Kak?" tanya Mayra.

"Mau ngejemput kamu."

Mayra berdecih dalam hati.

Fero melihat semua gerak-gerik Mayra yang merasa tak nyaman saat ada Ayahnya. Seburuk itukah hubungan keduanya?

"Gimana keadaan Varidza kak?"

Tadi saat Mayra berniat memberi tahu Vida saat ia dipanggil ke ruang bk-pesan dari Vida yang mengatakan kalau Varidza dibawa ke rumah sakit membuatnya urung memberi tahukan masalahnya pada kakaknya itu.

"Dia ... koma."

"Apa?!"

"Iya. Seperti yang Kakak pernah ceritakan sama kamu, dulu Varidza mengalami depresi dan sekarang kejadian itu terulang lagi. Bahkan mungkin lebih parah," ucapnya sedih. Bagaimana pun juga, Varidza sudah ia anggap seperti adiknya sendiri. Varidza selama ini selalu menemani Mayra dalam keadaan apapun, Vida sangat berterima kasih untuk itu-karena ia sendiri tak bisa mendampingi Mayra.

Bahu Mayra merosot seketika, matanya berkaca-kaca. "Kenapa bisa kayak gitu Kak?"

"Gue tau kejadiannya." Fero mengelus pelan bahu Mayra. Ia mulai menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Mayra, karena saat kejadian itu ia berada tak jauh dari lokasi Varidza.

Sesudah Fero menyelesaikan ceritanya, Mayra memaki-maki orang yang memang pantas dimaki di cerita Varidza-sambil menangis sesenggukan.

"Padahal baru kemarin Idza masuk rumah sakit ... " gumamnya.

"It's okay. Varidza pasti baik-baik aja, lo cukup do'a in."

Mayra malah menangis semakin keras. Fero dengan tenangnya membiarkan Mayra menangis dan meraihnya ke dalam pelukannya. Dielusnya punggung Mayra pelan.

Fero kurang lebih tau apa yang dirasakan Mayra. Saat orang yang selalu ada untuknya berjuang antara hidup dan mati. Terasa sangat menyakitkan, napasnya terasa sesak, jiwanya terasa hilang, raganya terasa tak berpijak dengan baik-

Sebisa mungkin ia menahan bulir air mata yang akan turun, walaupun hidungnya terasa sangat nyeri. Mendengar Varidza yang koma, mengingatkannya padanya. Apalagi Varidza mirip sekali dengan orang yang dulu pernah ditangisinya.

Hingga satu rasa yang tak diharapkan menguap begitu saja, sebuah rasa yang di masa yang akan datang akan mendatangkan sebuah kebahagian dan mungkin juga ....

Kekecewaan.

◻️◻️◻️

"Mayra mau pulang ke apartemen," ucap Mayra datar.

"Gak. Kamu pulang ke rumah."

Bibir Mayra sebelah kiri terangkat, "Emang pantes disebut rumah? Mayra aja gak dianggap."

Perdebatan ini tak akan berakhir dengan cepat, bila seseorang tak segera menengahinya. Karena keduanya mempunyai sifat yang sama, keras kepala maka Vida mengambil alih.

"Kamu pulang sana, hati-hati. Jangan buat ulah lagi, nanti Kakak urus kamu sekolah dimana. Tadi pihak sekolah udah nyuruh Kakak besok ke sekolah buat ngurusin kepindahan kamu. Beberapa hari ini kamu mending istirahat dulu, renungin semua kesalahan kamu. Jangan sampai di sekolah baru kamu nanti, bikin ulah lagi."

Mayra mengangguk paham. "Fero nebeng ya, hehe."

Fero tersenyum dan mengangguk. "Tapi kata Mom, gue disuruh bawa lo pulang ke rumah."

Senyum lebar terbit di bibir Mayra.

"Mom udah minta izin sana ayah lo," ucap Fero.

Satu alis Mayra terangkat. "Ngapain minta izin sama Ayah?"

"Kan dia Ayah lo, walaupun hubungan kalian gak baik dia tetep Ayah lo, Mayra."

Mayra terdiam, tak membalas lagi. Bukan sudah merasa kalah dengan ucapan Fero, lebih tepatnya ia malas membahas hal itu.

"Lo tunggu di depan, gue ambil motor dulu," Fero mendorong pelan Mayra.

Fero berlalu dari hadapan Mayra.

Mayra melamun sambil terus menatap Fero yang semakin menjauh dari pandangannya. Entah kenapa sejak ia menangis di pelukan cowok bule itu-sikapnya jadi berubah. Jadi lebih gimana gitu ....

Pokoknya sikapnya itu malah bikin Mayra baper. Kejadian tadi saat Fero memeluknya sambil mengelus punggungnya masih terngiang dalam ingatannya-manis banget lo, bule. Mayra jadi deg-degan gak karuan gini. Fero harus tanggung jawab, Mayra gak mau tau.

Pipinya bersemu merah tanpa sadar.

Oh, sial! Sepertinya kisah cinta babak kedua akan segera dimulai.

Mayra gak siap, gak siap kalau harus sakit hati lagi. Kalau baper sih Mayra siap. Siapa sih yang gak baper kalau dibaperin sama cowok ganteng?

Eh, cewek mah dibaperin sama cowok-mau ganteng apa enggak juga tetep aja baper.

"Mayra ayo, kita tunggu di depan."

Mayra mengangguk dan berjalan di samping Vida. Mereka menunggu di depan gerbang kantor polisi.

Tak lama sebuah mobil audi dan motor areng Fero datang menghampiri mereka. Vida naik ke dalam mobil Ayahnya, dan mobil itu pergi setelah memberi klakson padanya.

Setelah memastikan mobil itu pergi, Fero segera menjalankan motornya mendekati Mayra sambil menjulurkan tangannya.

Kenapa Fero berubah jadi cowok peka kek gini?! Mayra kan jadi makin baper.

Mayra tersenyum sambil menerima uluran tangan Fero.

Akhirnya keduanya pergi dari kantor polisi itu dengan perasaan bahagia. Mayra dengan segala kebaperannya dan Fero yang menyadari bahwa rasa yang dirasakannya pada Mayra harus diperjuangkan-rasa ingin selalu ada saat nanti Mayra menangis kembali, ia ingin saat itu terjadi ia yang akan memeluknya seperti tadi. Dan saat senang, Fero ingin Mayra bahagia karenanya juga bersamanya. Jikapun Mayra merasa bahagia bukan karenanya, ia harap Mayra dapat membagi hal itu kepadanya.

◻️◻️◻️

1
Curtis
Terharu...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!