NovelToon NovelToon
TANGAN IBLIS HATI MALAIKAT

TANGAN IBLIS HATI MALAIKAT

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Balas Dendam / Raja Tentara/Dewa Perang / Ahli Bela Diri Kuno
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Dhamar Sewu

Jiang Hao adalah pendekar jenius yang memiliki tangan kanan beracun yang bisa menghancurkan lawan hanya dengan satu sentuhan. Setelah dihianati oleh sektenya sendiri, ia kehilangan segalanya dan dianggap sebagai iblis oleh dunia persilatan. Dalam kejatuhannya, ia bertemu seorang gadis buta yang melihat kebaikan dalam dirinya dan mengajarkan arti belas kasih. Namun, musuh-musuh lamanya tidak akan membiarkannya hidup damai. Jiang Hao pun harus memilih: apakah ia akan menjadi iblis yang menghancurkan dunia persilatan atau pahlawan yang menyelamatkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhamar Sewu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 20. Luka Jiwa

Mu Zhen tertawa pelan. “Hutangmu akan jatuh tempo saat waktunya tiba.”

---

Di luar kuil, Ying’er duduk di bawah pohon plum. Ia memainkan kecapi kecil di pangkuannya.

Nada-nadanya menggambarkan kesedihan, tapi juga harapan.

Ia tidak bisa melihat langit malam. Tapi ia bisa merasakan, di dalam kegelapan, sesuatu dalam diri Jiang Hao mulai berubah.

Namun ia tak tahu—di balik bayang-bayang, seseorang sedang mengamatinya. Seorang lelaki berwajah penuh bekas luka, dengan lambang Sekte Awan Hitam di sabuknya.

“Jiang Hao... kau tak akan pernah menemukan kedamaian. Kami akan mengingatkanmu siapa dirimu sebenarnya.”

Pagi hari di kaki Gunung Zhuo Yun terasa lebih tenang dari biasanya. Kabut tipis menggantung di sela pepohonan, burung-burung hutan bersenandung lirih. Tapi bagi Jiang Hao, tak ada ketenangan. Dadanya sesak. Matanya menatap jauh ke arah lembah di mana Ying’er sedang memetik bunga liar, senyum lembut menghiasi wajah butanya.

Mu Zhen berdiri di belakangnya, bersedekap.

“Waktunya sudah dekat. Tiga sekte besar mulai bergerak. Mereka tahu kau hidup, dan mereka takkan tinggal diam.”

Jiang Hao tidak menjawab. Ia tahu benar apa arti kata-kata itu. Musuh akan datang. Darah akan tertumpah. Dan Ying’er… akan ikut terseret.

“Bawa dia pergi. Jauh dari sini.” ucap Jiang Hao lirih.

Mu Zhen mengangkat alis. “Kau ingin melepaskannya?”

“Dia telah memberiku alasan untuk tetap waras. Tapi jika dia tinggal, dia akan jadi alasan aku menghancurkan segalanya.”

Mu Zhen menatapnya lama, lalu mengangguk.

“Tapi yakinlah, gadis itu tidak selemah yang kau kira.”

---

Sementara itu, Ying’er sedang menenun gelang dari benang emas dan serat bunga. Ia tahu Jiang Hao sedang gelisah. Jantung pria itu berdebar lebih kencang belakangan ini, langkah kakinya lebih berat, dan saat ia memeluknya di malam hari, tubuhnya menggigil meski api unggun menyala.

Ketika Jiang Hao mendekat, ia segera tersenyum.

“Kau datang juga,” ucapnya lembut.

Jiang Hao duduk di hadapannya, berlutut. Ia menggenggam tangan Ying’er yang hangat dan halus, lalu meletakkan gelang buatan gadis itu di telapak tangannya sendiri.

“Ying’er… aku akan mengirimmu pergi. Tempat ini tidak lagi aman.”

Ying’er diam. Ia tahu itu akan datang.

“Kalau aku pergi, apa yang akan kau lakukan?”

“Mengakhiri semua ini,” jawab Jiang Hao.

“Dengan caraku.”

“Dengan membunuh?”

Jiang Hao tak menjawab. Tapi matanya gelap. Sangat gelap.

Ying’er mengelus pipinya. “Aku tahu siapa dirimu. Tanganmu mungkin iblis, tapi hatimu... masih bisa mencintai. Jangan biarkan dendam memakan sisanya.”

“Aku tidak bisa mencintaimu dan membiarkan dunia tetap hidup.” Suara Jiang Hao pecah.

“Mereka membunuh semua yang aku punya. Mereka tak pantas dibiarkan hidup.”

Ying’er menggenggam tangan iblisnya.

“Kalau begitu, biarkan aku mengingatkanmu… bahwa cinta juga bisa menyelamatkan.”

---

Saat malam turun, Mu Zhen mengantar Ying’er pergi melalui lorong rahasia di gunung. Tapi saat mereka hampir sampai di luar wilayah, jalan mereka dicegat.

Tiga orang berjubah hitam berdiri menghadang. Salah satunya melepaskan tudungnya—seorang wanita dengan luka bakar di wajah, mata penuh dendam.

“Bawa gadis itu, dan Jiang Hao pasti akan mengejarmu. Tepat seperti rencana.”

Mu Zhen menatap mereka dingin.

“Kalian bodoh kalau mengira bisa menyentuhnya.”

Tapi bahkan sebelum pertarungan pecah, Ying’er maju satu langkah.

“Jangan ganggu orang yang aku cintai.” ucapnya dengan suara tenang, tapi tajam.

Tangannya menggenggam kecapi kecilnya, dan dengan satu petikan, suara nyaring membelah udara, membuat musuh terhuyung.

“Kau pikir aku buta dan lemah?” Ying’er menunduk sedikit. “Aku belajar dari Mu Zhen. Dan aku tak akan lari lagi.”

---

Di kejauhan, Jiang Hao merasakan auranya.

Darahnya mendidih.

Musuh telah datang. Dan Ying’er memilih tinggal.

Ia menarik napas dalam, lalu melangkah menuju pertempuran.

Tapi kali ini… bukan untuk membalas dendam.

Kali ini, untuk melindungi.

Suara kecapi Ying’er mengalun di tengah hutan yang gelap. Petikan senarnya seperti menebar gema tajam yang menembus saraf. Tiga anggota Sekte Awan Hitam terhuyung, wajah mereka menegang. Mereka tak menyangka, gadis buta yang terlihat rapuh itu mampu melukai mereka hanya dengan melodi.

“Ilmu Nada Perang…?” salah satu dari mereka bergumam ketakutan.

“Bocah ini… dia murid siapa sebenarnya?”

Mu Zhen menarik pedangnya perlahan, suara gesekan logam memecah keheningan.

“Dia muridku. Dan jika kalian masih ingin hidup, aku sarankan kalian mundur.”

Namun, pemimpin mereka, wanita berwajah terbakar, hanya tertawa.

“Kami diutus untuk satu hal—mengambil perempuan itu sebagai umpan. Dan kami tak akan pulang dengan tangan kosong.”

Tanpa peringatan, mereka menerjang. Serangan cepat, brutal, dan terkoordinasi. Tapi Ying’er tetap tenang. Ia memetik senar kecapinya, menciptakan gelombang suara yang mengganggu konsentrasi lawan, mengacaukan langkah mereka.

Mu Zhen bergerak seperti bayangan. Setiap langkahnya seperti tarian kematian, menebas dengan presisi dan kekuatan. Namun, jumlah lawan terlalu banyak. Dari balik semak, anak-anak buah sekte itu bermunculan, mengepung mereka dari segala arah.

“Ying’er, lari sekarang!” teriak Mu Zhen.

“Tidak!” jawabnya tegas. “Aku sudah terlalu lama lari. Aku tidak akan biarkan orang lain terluka karena aku.”

Darah menetes dari bibir Mu Zhen. Sebuah pisau kecil sempat menembus sisi perutnya. Tapi ia tetap bertahan, melindungi Ying’er seperti seorang ayah menjaga anaknya.

Tiba-tiba, udara di sekeliling berubah. Seolah ada tekanan tak terlihat menyelimuti hutan. Daun-daun bergetar. Burung-burung kabur dari sarangnya. Suhu turun drastis.

Lalu… suara langkah berat terdengar dari arah lereng.

Satu… dua… tiga…

Dan muncul sosok Jiang Hao. Tubuhnya diliputi aura hitam pekat. Tangan kanannya bersinar kehijauan, berdenyut seperti makhluk hidup. Wajahnya gelap, penuh amarah.

“Kalian… berani menyentuh dia?” suaranya dalam, menggema seperti gelegar petir.

Para anggota Sekte Awan Hitam membeku. Salah satu dari mereka bahkan terjatuh, lututnya lemas.

“Jiang Hao… iblis tangan satu itu benar-benar hidup…”

Pemimpin mereka mencoba bersikap tenang.

“Kau akhirnya keluar juga. Persis yang kami harapkan. Sekarang, kita bisa—”

Sebelum kalimatnya selesai, Jiang Hao sudah berada di depannya. Hanya satu sentuhan dari tangan kanannya, dan tubuh wanita itu menghitam, meleleh seperti lilin terbakar, lalu hancur menjadi abu.

Semua terdiam. Napas tercekat.

“Kalian boleh pergi…” kata Jiang Hao pelan. “…atau aku kubur di sini sekarang juga.”

Satu per satu mereka mundur, lari terbirit-birit tanpa menoleh. Mereka tahu… melawan Jiang Hao berarti mati sia-sia.

---

Setelah semuanya reda, Jiang Hao mendekat ke Ying’er yang tetap duduk memeluk kecapinya. Meski matanya tak bisa melihat, wajahnya dipenuhi rasa lega saat mendengar napas Jiang Hao yang berat.

“Aku tahu kau akan datang,” ucapnya lembut.

Jiang Hao berlutut, menatapnya. Tangannya bergetar.

“Maafkan aku… aku membuatmu terluka. Aku ingin melindungimu dengan menjauh. Tapi nyatanya, kaulah yang melindungiku.”

Ying’er tersenyum dan meraba wajahnya.

“Apa kau takut?”

“Takut kehilanganmu.”

Ia menyentuh tangan kanan Jiang Hao yang masih berdenyut.

“Kalau tangan ini harus menebar kematian untuk melindungi yang kau cintai… maka tak ada yang perlu dimaafkan.”

---

Namun, dari balik bayangan pohon yang jauh, seseorang mengintip dengan mata tajam dan senyum penuh tipu daya. Di tangannya, terdapat cermin kuno yang berkilau samar. Ia mencatat semuanya.

“Jiang Hao… Ying’er… Kalian memang menarik. Tapi permainan ini belum selesai.”

Sosok itu menghilang dalam kabut, meninggalkan udara penuh misteri.

to be continued ✍️

1
Daryus Effendi
pegunungan menjulang tinggi dan di tutupi kabut yg tebal
nyala lampu sedikit mmenerangi di dalam gua gunung berkabut.novel apa puisi.hhhhh
Dhamar Sewu: wkwk, 🙈. Maaf, bos. Untuk tambahan jumlah kata, masukan diterima 😁
total 1 replies
spooky836
sampai bila2 pun penulis dari cerita plagiat ni,tak mampu nak teruskan. cerita ini tamat di sini. kerana mc otak kosong. cerita hasil plagiat. benar2 bodoh dn sampah.
spooky836: baguslah. jangan sampai mampus di bab 26 tu. banyak dh karya lain terbengkalai macam tu je.
Dhamar Sewu: Plagiat di mana, kak? Karya siapa?
Cerita ini masih bersambung 😁oke.
total 2 replies
Abah'e Rama
lanjut 💪💪
Dhamar Sewu: Semoga suka, kak. Siap 💪🔥
total 1 replies
Zainal Tyre
coba simak dulu ya
Dhamar Sewu: Semoga suka, bos!
total 1 replies
Suki
Terinspirasi
Dhamar Sewu: Semangat, Kak 💪 hehe 😊
total 1 replies
PanGod
mantap bang. jangan lupa mampir juga ya bang🙏🏻
Dhamar Sewu: Siap, Kak. Terimakasih sudah berkunjung. Nanti setelah download aplikasinya, masih bingung ini 😁.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!