Apa kamu bisa bertahan jika seorang yang kau kasihi dan kau hormati menorehkan luka begitu dalam.
Penghianat yang di lakukan sang Suami membuat Ellen wajib berlapang dada untuk berbagi segala hal dengan wanita selingkuhan Suaminya.
Ingin rasanya Ellen pergi menjauh namun Davit, Suaminya tidak mau menceraikan. Ellen di tuntut bertahan meski hampir setiap hari dia menerima siksaan batin. Bagaimana hati Ellen tidak sakit melihat lelaki yang di cintai membagi perhatian serta kasih sayang nya di pelupuk mata. Namun tidak ada pilihan lain kecuali bertahan sebab David tak membiarkannya pergi.
Suatu hari tanpa sengaja, Ellen di pertemukan dengan seseorang yang nantinya bisa menolongnya terlepas dari belenggu David.
Langsung baca ya👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluSi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 19
Ellen bingung saat Johan memberikan sebuah paper bag berisi gaun dan rompi anti peluru. Saat di tanya Johan tampak duduk lemah dengan mimik wajah tak bersemangat. Namun saat Johan mengatakan tujuannya, senyum Ellen seketika melebar tapi hanya sebentar.
"Tidak. Katakan pada Tuan, aku menolak ikut." Sambil menggeser paper bag.
"Tolak sendiri." Jawab Johan asal.
"Bagaimana kalau dia..."
"Tujuannya memang itu. Pak Reyhan harus bersembunyi karena mantan suami mu yang tidak waras." Ucap Johan menjelaskan.
"Dia memburu Pak Rey?" Tanya Ellen yang di jawab anggukan kepala oleh Johan." Begitu." Sangat mengesalkan bagi Ellen menerima kenyataan bahwa David belum berhenti mengejarnya." Maaf." Mendengar jawaban lirih itu membuat Johan tidak sampai hati menyalahkan meski poros permasalahan kini berganti ke arah Ellen.
"Lelaki itu saja yang tidak waras." Mengumpat tapi mengangumi. David tahu berapa spesialnya Ellen bahkan tidak mau melepaskannya.
"Dari dulu juga seperti itu." Gumam Ellen seraya memperhatikan acara televisi." Padahal perbuatannya sangat menyakiti tapi dia tak mau melepas." Apa selamanya hidupku akan terkurung dan tidak bisa bebas.
"Tuan Yu akan mengakui mu sebagai kekasih agar lelaki itu berhenti memburu Rey."
"Masalah ini tidak akan mudah selesai. Bilang ke Tuan Yu, rencana itu akan menimbulkan permasalahan baru." Jawab Ellen tanpa mengalihkan pandangannya pada televisi." Antar aku menemuinya untuk menjelaskan kalau Pak Rey, tidak punya hubungan dengan ku." Imbuh Ellen.
Jujur saja jika Johan senang dengan langkah yang Yuan ambil. Mungkin saja kebohongan ini bisa menjadi awal kedekatan mereka. Tapi Johan pun takut kalau nyawa Yuan terancam apalagi sampai terbunuh hanya untuk permasalahan yang mungkin bisa di hindari.
"Aku tidak pernah setengah-setengah dalam menyelesaikan masalah. Sekali aku terlibat, permasalahan harus tuntas ke akarnya." Tutur Johan tidak ingin mengecilkan hati Ellen." Lakukan sesuai perintah Tuan Yu. Untuk pengamanan, itu jadi urusan ku." Lanjut Johan seraya berdiri. Dia berniat pergi namun isakan tangis Ellen menghentikan niatnya.
"Mbok, lihatlah, dia punya anak." Ucap Ellen di tengah tangisan." Sinetron saja selalu berpihak pada yang salah. Seharusnya skenarionya di ganti hiks hiks hiks. Kalau si pelakor keguguran kan dia kembali mencintai Istrinya." Celoteh Ellen.
Johan mengerutkan keningnya karena tidak paham apa yang di bicarakan. Ingin bertanya, tapi Mbok Lela sedang mengantarkan kopi ke pos penjagaan.
"Ending yang buruk! Ayolah ganti scenario nya agar aku terhibur!!!" Kini tangisan Ellen berubah menjadi kalimat umpatan." Kalau seperti ini! Apa bedanya dengan hidup ku!! Memang sejak awal, televisi ini pembawa kekesalan! Setiap kali aku menonton sinetron, pemeran utama selalu teraniaya!" Imbuhnya seraya berdiri, cepat-cepat Johan meraih pergelangan tangan Ellen untuk mencegah.
"Itu hanya film. Kamu mau ke mana?" Tanya Johan. Dia menebak otak Ellen kembali terganggu saat sinetron menampilkan adegan yang mirip dengan kehidupannya.
"Menghentikannya! Mau apalagi?! Memangnya kau membela yang salah hah?!!" Jawab Ellen seraya menunjuk televisi. Johan tampak tersenyum aneh. Bingung harus bagaimana menjawabnya.
"Tinggal matikan saja. Mana remot nya."
"Kau tahu apa soal perasaan wanita! Percuma di matikan kalau tidak dari pusatnya."
Ellen menarik kasar lengannya sehingga genggaman tangan Johan terlepas. Dengan gerakan kasar Ellen mengangkat televisi berukuran besar itu lalu membawanya ke depan. Johan berusaha menyadarkan namun telinga Ellen mendadak tuli sampai akhir nya televisi di banting bahkan kini Ellen menginjak-injak nya.
"Aku tidak mau lagi melihat mu!!!" Teriak Ellen seraya menunjuk televisi.
Johan tersenyum aneh seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Selain terlihat konyol, tingkah laku Ellen terkadang mengejutkan sekitar.
"Kenapa televisi nya di banting El?" Tanya Mbok Lela sambil berlari kecil menghampiri. Para anak buah lain, memilih pura-pura buta dan tuli sesuai perintah Johan.
"Dia sudah berpihak pada orang yang salah!" Menunjuk televisi.
"Siapa?" Tanya Mbok Lela bingung.
"Dia." Tetap saja Ellen menunjuk televisi dengan dada naik turun akibat kekesalan yang bergemuruh.
"Televisi itu benda mati, mana bisa berpihak." Ujar Mbok Lela seraya mengelus-elus punggung Ellen.
"Pelakor itu hamil Mbok. Kenapa scenario nya harus begitu?!!"
Saat Mbok Lela akan menjawab, terlihat Yuan datang. Dia selalu tahu situasi sekitar terutama saat Ellen membuat masalah. Pemandangan seperti sekarang mulai terbiasa Yuan saksikan. Tapi anehnya, ketertarikan Yuan tidak berkurang bahkan semakin menggebu setiap harinya.
"Ada apa ini?" Yuan menatap televisi yang layarnya sudah retak lalu menatap Ellen sejenak dan berhenti pada sosok Johan.
"Nona terlalu mendalami adegan dalam film." Jawab Johan. Kini dia benar-benar menganggap Ellen sebagai calon kakak Ipar.
"Ingat El, itu cuma film. Tidak nyata." Bisik Mbok Lela.
"Iya Mbok. Tapi kenapa endingnya seperti itu. Aku tersinggung hu hu hu." Tutur Ellen menepuk-nepuk dadanya.
Yuan menghela nafas panjang, kini dampak dari kegagalan pernikahan terlihat nyata, apalagi Ellen harus berada di satu tempat dan melakukan rutinitas yang sama. Seharusnya Ellen membutuhkan hiburan atau perhatian lebih agar rasa stresnya bisa berkurang.
"Sudah kamu beritahu?" Tanya Yuan tidak sanggup berkomentar sebab dia masih menginginkan wanita yang tampak gila.
"Sudah Tuan."
"Pakai itu dan kita pergi ke pesta malam ini." Yuan beralih menatap Ellen." Nona Ellen, kau dengar aku?" Imbuh Yuan mengulang saat tidak mendapatkan respon.
"Tentu saja dengar, saya tidak tuli." Semakin hari aku mirip orang gila. Setiap kali momen masa lalu terulang, hatiku terasa sakit sekali. Apa benar aku bahagia berpisah dengan nya ataukah aku berpura-pura bahagia?
"Bagaimana?" Tanya Yuan mengulang. Dia kembali linglung. Kenapa aku jatuh cinta pada wanita gila?
"Apa yang bagaimana?" Ellen membersihkan sisa air mata. Kepalanya tertunduk karena tahu Yuan sedang menatapnya tajam.
"Pergi ke pesta?" Bagaimana Johan tidak mendukung perasaan Yuan sebab ini kali pertama ada seseorang yang bisa menundukkan kekakuan otak Yuan.
"Pesta?"
"Hum."
"Aku tidak mau." Ellen berniat masuk tapi bergegas Johan menutup pintu." Buka!" Pinta Ellen sedikit berteriak.
"Tuan Yu mengajak kamu." Ellen tersenyum mengejek.
"Ajak yang lain saja! Kenapa harus aku?!"
Bagaimana bisa berhasil kalau Kak Yu tidak mengungkapkan perasaan nya. Keluh Johan dalam hati.
"Karena kamu satu-satunya wanita..."
"Omong kosong!!!" Sahut Ellen menatap geram Johan." Lelaki sejenis Tuan Yu pasti suka memanfaatkan situasi demi kepentingannya sendiri." Cepat-cepat Mbok Lela mendekat untuk menyadarkan Ellen meski usaha itu selalu tidak membuahkan hasil.
"Sangat tidak mungkin Tuan mengajak Mbok Lela." Tutur Johan konyol.
"Sama sekali tak lucu! Bagaimana kalau kau saja yang memakai gaun itu!" Johan berjalan mendekat dan berdiri tepat di hadapan Ellen.
"Kamu lupa tugasmu? Ingat pada denda nya." Johan kecewa mendengar kalimat yang Yuan lontarkan. Bukankah seharusnya perasaannya di ungkapkan agar Ellen bisa mempertimbangkan ajakannya.
Ah terserah. Kak Yu bebal. Batin Johan. Dia memutuskan duduk sambil memperhatikan.
"Saya tidak nyaman melihat kemeja putih." Jawab Ellen pelan.
"Aku pun benci warna putih."
"Bagaimana dengan tamu lainnya. Nanti saya malah mempermalukan Tuan. Saya pun takut dia ada di sana." Ucap Ellen pelan.
"Kamu pergi bersama ku dan kalian sudah resmi bercerai."
"Saya tahu rencana anda. Cari wanita lain kalau tujuannya hanya mempermainkan!" Yuan menghela nafas kasar.
"Ini dampak memperkerjakan mu dan kau wajib bertanggung jawab!!" Jawab Yuan tak kalah ketus.
Johan mengerutkan keningnya seraya menggelengkan kepalanya. Dia miris melihat Kakak angkat nya yang tidak bisa mengambil hati wanita dari jalur aman.
"Antar aku menemui lelaki itu dan akan ku jelaskan soal hubungan ku dengan Pak Rey!" Tanpa rasa takut sedikitpun, Ellen membalas tatapan tajam Yuan.
"Bukan kau yang berhak mengatur. Aku sudah mengatakan itu berulang-ulang tapi kau tidak juga paham!"
"Lelaki seperti mu memang suka seenaknya tanpa memikirkan perasaan korban!"
Johan berpaling karena menahan tawa. Dia memberi isyarat pada Mbok Lela agar tidak ikut campur. Lelah juga menjelaskan pada Yuan tentang tata cara mengobrol dengan wanita. Jika nada yang di keluarkan tinggi, si wanita lebih meninggikan suaranya lagi mengingat stres berat bertengger di otak Ellen.
"Dia memang ada di sana." Anehnya, Yuan menerima jawaban bernada tinggi tersebut.
"Oh." Ellen tersenyum simpul." Oke. Saya akan bertanggung jawab dan mengatakan..."
"Kalau aku kekasihmu." Sahut Yuan.
Ellen berpaling karena menyadari ekspresi Yuan yang tidak biasa.
Mana mungkin, dia kan penyuka sesama jenis. Batin Ellen menekankan pada pemikiran bahwa apa yang di lakukan Yuan hanyalah usaha untuk melindunginya seperti hak yang di dapatkan anak buah lainnya.
🌹🌹🌹