Tak ingin lagi diremehkan oleh teman-temannya, seorang bocah berusia enam tahun nekad mencari 'Ayah Darurat' sempurna; tampan, cerdas, dan penyayang.
Ia menargetkan pria dewasa yang memenuhi kriteria untuk menjadi ayah daruratnya. Menggunakan kecerdasan serta keluguannya untuk memanipulisi sang pria.
Misi pun berjalan lancar. Sang bocah merasa bangga, tetapi ia ternyata tidak siap dengan perasaan yang tumbuh di hatinya. Terlebih setelah tabir di masa lalu yang terbuka dan membawa luka. Keduanya harus menghadapi kenyataan pahit.
Bagaimana kisah mereka? Akankah kebahagiaan dan cinta bisa datang dari tempat yang tidak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emergency Daddy 35.
Nathan langsung dilarikan ke rumah sakit. Saat tiba di ruang unit gawat darurat, pria yang sudah tak sadarkan diri itu dengan segera mendapatkan penanganan medis. Tim dokter bergerak cepat, mereka memang sudah bersiap menunggu kedatangan pasien yang merupakan putra kedua dari keluarga Raksa, karena sang ayah-Dad Jon sudah tiba lebih dulu di sana.
Adanya keberadaan Joni Raksa sekaligus Agam Raksa di rumah sakit, mampu memberikan tekanan tersendiri pada tim dokter yang bekerja. Keduanya memang sama-sama bungkam, tapi raut wajah mereka seakan siap untuk meluluhlantakkan apa saja yang ada di hadapannya, jika sampai sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada Nathan.
Tak ada luka fisik yang berarti pada tubuh Nathan, kecuali wajah penuh lebam dan robekan kecil di sudut bibir serta pelipisnya. Dan mengingat banyaknya pukulan dan tendangan yang Nathan dapatkan, tim dokter juga melakukan pemeriksaan secara menyeluruh demi memastikan cedera dalam.
"Putra Anda mengalami beberapa luka serius, tapi tidak sampai mengancam jiwa," ucap dokter pada Dad Jon setelah selesai memberikan tindakan pengobatan pada Nathan. "Kita hanya perlu memantau keadaannya secara ketat."
"Bagaimana dengan luka di wajahnya?" tanya Dad Jon dengan raut wajah khawatir yang kini tak bisa lagi ia sembunyikan.
"Luka di wajah putra Anda cukup parah, tapi dengan memberikan tindakan medis bisa meminimalkan bekasnya,Tuan."
Helaan napas panjang terdengar dari pria tua itu, Dad Jon merasa lega mendengar keadaan putra keduanya. Ia mengangguk dan berterima kasih sebelum dokter beranjak pergi dari hadapannya dan tak lupa Dad Jon memastikan agar Nathan mendapatkan perawatan terbaik.
"Daddy lebih mengkhawatirkan wajahnya?" Agam tak tahan lagi untuk tak berkomentar. Pria itu memberikan tatapan tak percaya pada sang ayah yang terlihat terlalu mengkhawatirkan luka-luka di wajah sang adik.
"Kau tidak mengenal adikmu?" Dari pada menjawab pertanyaan Agam, Dad Jon memilih untuk kembali melemparkan pertanyaan pada putra pertamanya itu.
Yang sontak saja berhasil membuat Agam terdiam. Agam sepertinya lupa bagaimana cara Nathan begitu memperhatikan penampilan, baik itu wajah, pakaian maupun gaya rambutnya.
Senyum kecil terukir dari wajah dingin itu kala bisa mengingatnya. Agam mengalihkan pandangan, menembus sekat kaca yang menjadi pembatas dirinya untuk memperhatikan Nathan yang terbaring tenang di atas ranjang masih menutup mata. Nathan belum sadar, tapi Agam rasanya sudah ingin mengapit leher adiknya itu.
"Kau menghajarnya habis-habisan?"
Suara Dad Jon memaksa Agam untuk menoleh. Bisa ia lihat para tim dokter yang tengah mendorong cepat sebuah ranjang pasien lain di ujung koridor menuju ruang tindakan operasi.
"Siapa yang membawanya ke sini?" Agam seketika memicing pada Dad Jon yang hanya diam dengan tatapan kembali mengarah ke dalam ruangan Nathan. "Daddy?"
"Sejak kapan kau mempertanyakan keputusan Daddy, Son?"
Agam meremat tangan dengan menutup mata. Terlihat jelas kekesalan di wajahnya. Agam tidak terima dengan keputusan ayah mereka yang ternyata juga membawa Ivan ke rumah sakit. Ya. Pasien yang sedang ditangani di dalam ruang operasi itu adalah Ivan. Pria itu mendapatkan perawatan atas patah tulang pada pergelangan tangan dan leher akibat serangan Agam.
Entah apa alasan Dad Jon melakukannya, mungkinkah bentuk tanggungjawab, karena yang melukai Ivan adalah putra pertamanya-Agam, atau ada hal lain yang lebih dari itu, yang berhubungan erat dengan putra keduanya-Nathan.
Dua pria yang sama-sama hebat dalam berbisnis itu kembali bungkam. Sebelum kehadiran beberapa orang mengambil alih perhatian mereka. Mom Anita datang ke rumah sakit bersama Hena. Wanita itu sudah menangis dan mencerca Dad Jon dengan berbagai pertanyaan tentang bagaimana kondisi Nathan.
Mom Anita baru bisa menghentikan tangisnya setelah Dad Jon mengatakan keadaan putra mereka yang baik-baik saja.
"Anggi?"
Semua orang menoleh pada sumber suara yang datang hampir bersamaan. Termasuk wanita yang dari tadi hanya bisa menangis dengan menangkup wajahnya.
Anggita mengangkat kepala, netra basah wanita itu bisa menemukan wajah Galang yang dengan lekas mendekat dan memeluk putrinya yang duduk lemah di kursi tunggu.
"Kau tidak apa-apa?"
Anggita tak menjawab. Ia hanya terus menggumamkan nama Nathan, hingga Galang semakin erat memeluk Anggita, berusaha menenangkan putrinya.
"Anggita, kau ada di sini, Nak?"
Mom Anita mendekat pada Anggita dan Galang yang cukup berjarak dari ruangan Nathan. Ia terkejut dengan adanya keberadaan Anggita di sana. Mom Anita bisa melihat jelas wajah kekasih putranya itu begitu sembab. Sudah seberapa banyak dan lamanya Anggita menangis?
Mom Anita duduk di sisi Anggita, mengusap pelan wajah wanita itu. "Nathan baik-baik saja. Dia akan cepat sembuh," ucap Mom Anita yang kembali membuat Anggita menangis. Wanita itu terlihat takut. Mom Anita pun segera memeluknya, ia memberikan usapan di punggung Anggita yang bergetar dengan netra yang sudah menatap tajam pada Dad Jon juga Agam secara bergantian.
Kedua pria itu sepertinya telah mengabaikan keberadaan Anggita dan juga membuat wanita yang merupakan kekasih putra keduanya itu merasa takut.
Melihat tatapan Mom Anita, Agam dan Dad Jon kompak mengalihkan pandangan ke dalam ruangan Nathan, Agam bahkan sudah meraih pinggang Hena untuk berdiri di sisinya, melindungi pria itu dari sorot mata tajam sang mommy. Sedangkan Dad Jon, ia mengangkat satu tangannya untuk mengusap kepala, menghalangi tatapan langsung sang istri yang kini ia rasakan hanya tertuju padanya.
Sungguh, keduanya tidak bermaksud demikian. Kekhawatiran besar terhadap kondisi Nathan saat diperiksa dokter, membuat Dad Jon dan Agam hampir tak bisa menyadari kehadiran Anggita. Wanita itu juga berada tidak dekat dengan ruang perawatan Nathan.
"Akhirnya anak tengil itu bangun."
Ucapan Dad Jon membuat semua orang terkejut seraya bergerak mendekat pada dinding kaca. Dan semuanya tersenyum dengan tangis tertahan saat bisa melihat pasien yang terbaring di dalam sana kini sudah terkekeh ringan ke arah mereka dengan sesekali meringis.
mau komen apa dari karya ini, entahlah. Tapi gregetnya itu lho...
kesel ia,, ngakak iya... lengakp amat sih buat karyanya..
sukses selalu untuk karya luar biasamu Kak Diana.. semoga karyamu semakin bersinar❤️❤️❤️🥰🥰🥰