Tak ingin lagi diremehkan oleh teman-temannya, seorang bocah berusia enam tahun nekad mencari 'Ayah Darurat' sempurna; tampan, cerdas, dan penyayang.
Ia menargetkan pria dewasa yang memenuhi kriteria untuk menjadi ayah daruratnya. Menggunakan kecerdasan serta keluguannya untuk memanipulisi sang pria.
Misi pun berjalan lancar. Sang bocah merasa bangga, tetapi ia ternyata tidak siap dengan perasaan yang tumbuh di hatinya. Terlebih setelah tabir di masa lalu yang terbuka dan membawa luka. Keduanya harus menghadapi kenyataan pahit.
Bagaimana kisah mereka? Akankah kebahagiaan dan cinta bisa datang dari tempat yang tidak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emergancy Daddy 23.
"Kak!"
Nathan sedikit mengencangkan suaranya saat melihat Agam Raksa yang hampir saja akan masuk ke dalam mobil.
Ayah dari Rania itu urung masuk, ia kembali menutup pintu mobil dan menunggu adiknya yang kini sudah berlari mendekat.
"Uncle," sapa Rania yang juga ada di sana, berdiri tepat di sisi Hena. Keduanya sama-sama tidak jadi masuk ke dalam mobil, mengikuti Agam setelah mendengar panggilan Nathan. "Penampilan Uncle dan Elvano tadi yang terbaik!" puji Rania langsung, dan Hena pun setuju, ia memberikan anggukan dengan tersenyum pada adik iparnya.
Nathan sesaat menghela napas panjang, sebelum terkekeh mendengar ucapan sang keponakan. Ia bahkan masih sempat menyugar rambut peraknya setelah Rania yang memberikannya pujian.
"Kau juga yang terbaik, Princes." Nathan mengusap rambut panjang Rania. "Terbaik cantiknya, seperti mommymu," tambah Nathan dengan tertawa kecil, karena melihat tatapan tajam sang kakak kini sudah mengarah padanya.
"Aku ingin bicara sebentar dengan Kakak," ucap Nathan lagi.
Seakan mengerti, Hena pun segera membawa Rania untuk masuk lebih dulu ke dalam mobil. Memberikan ruang pada Nathan dan suaminya-Agam untuk bicara berdua.
Kini hanya ada adik dan kakak. Dua pria bersaudara yang nyatanya tidaklah memiliki ikatan darah yang sama, tapi dibesarkan oleh pasangan yang penuh cinta.
Nathan menarik napas pelan, mencoba untuk terlebih dahulu merangkai kata yang akan ia sampaikan pada Agam.
"Anak itu putramu?"
"Hah?" kaget Nathan.
"Bocah bernama Elvano itu putramu?!"
Nathan seketika dibuat menganga karena pertanyaan Agam. Baru ia berniat menyusun kata, sang kakak ternyata sudah lebih dulu melempar pertanyaan yang Nathan akui sangat-sangat di luar prediksi.
"Oh...ayolah, Kak. Aku masih bersih. Aku tidak mungkin melakukan hal kotor yang bisa membuat Daddy marah," jelas Nathan pada Agam. "Elvano bukan putraku. Em...maksudku bukan putra yang seperti Kakak pikirkan. Lebih tepatnya, aku berniat menjadi daddynya El," cicit Nathan di ujung kalimat. Ia tersenyum kaku, merasa was-was saat memperhatikan ekspresi sang kakak yang masih saja setia dengan wajah datarnya.
Untuk pengakuan Nathan, Agam hanya menanggapi dengan mengangguk singkat. Ia segera berbalik, ingin menyusul istri dan putrinya yang sudah cukup lama menunggu di mobil, tapi Nathan kembali menahannya.
"Kakak mengetahui maksudku, kan? Aku menyukai ibunya Elvano."
Cukup jelas Nathan memilih kalimat, karena mengetahui Agam bukanlah pria yang menyukai basa-basi. Hanya pada kakak iparnya lah pria itu bisa bersikap manis.
"Lalu?" tanya Agam yang berhasil membuat Nathan menelan pelan salivanya. Lihatlah, singkat dan padat kakaknya memberikan tanggapan.
"Bisakah Kakak...untuk tidak memberi tahu Daddy dulu." Nathan begitu hati-hati mengucapkannya, ia terus memperhatikan ekspresi Agam yang kini terlihat menarik napas dan menyembunyikan kedua tangannya ke dalam saku celana.
"Kau takut Daddy mempermasalahkan statusnya?"
Nathan menunduk, pria itu sedikit menggigit bibirnya. Sebenarnya iya, tapi Nathan memilih berkata, "aku tahu Daddy dan Mommy tidak pernah mempermasalahkan latar belakang seseorang, Kak."
Ini bukan tentang perbedaan kasta, kaya atau pun tidaknya. Nathan sangat tahu, Dad Jon dan Mom Anita tidak sepicik dan sedangkal itu saat menilai seseorang.
Tapi Anggita?
Wanitanya cukup kompleks, yang bahkan Nathan sendiri pun sebenarnya belum mengetahui secara keseluruhan. Ia butuh waktu untuk mencari tahu semua, setidaknya sampai masa, di mana ia harus menghadap Dad Jon secara langsung dan Nathan sudah memiliki semua jawabannya.
Agam menatap Nathan serius. Memperhatikan wajah tampan sang adik yang baru saja mengadu padanya jika tengah menyukai seorang wanita.
"Aku masih perlu mencari tahu sesuatu tentang Anggita, Kak."
Jadi namanya Anggita, Agam kembali mengangguk singkat. Terus memperhatikan lekat wajah sang adik, Agam bisa melihat sebuah keseriusan dan tekad di sana.
"Aku harap kau masih mengingat baik bagaimana Daddy." Agam memperingatkan adiknya. "Jangan pernah setengah-setengah. Cari tahu sampai ke akarnya! Dan jangan ada yang terlewat, sekecil apa pun itu!"
Sebagai pria yang sudah berpengalaman menyembunyikan sesuatu dari Dad Jon, Agam berusaha mengingatkan Nathan.
Karena pada dasarnya, mau seapik apapun Agam dan Nathan bermain, Dad Jon akan selalu saja bisa berdiri satu bahkan beberapa langkah di depan putra-putranya. Pria paruh baya itu seakan memiliki seribu mata dan telinga.
Nathan mengangguk atas ucapan sang kakak. Setelahnya ia membiarkan Agam beranjak masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkannya. Ia cukup merasa tenang setelah bicara dengan Agam. Nathan pun juga masuk ke dalam mobilnya, ia ingin menemui Anggita.
Galeri wanita itu adalah tujuan Nathan, selain ingin bicara serius, Nathan kini juga mulai merasakan keinginan untuk selalu bertemu. Pria itu ternyata merindu, terutama pada bola mata yang selalu melotot saat menatapnya.
Sementara di sisi lain, Galang dan yang lainnya baru saja tiba di mansion. Sedari meninggalkan BIS, tak hanya wajah Elvano yang terlihat berbinar, wajah tua Sekar juga. Wanita paruh baya itu tak henti-hentinya membahas penampilan Elvano bersama Nathan yang begitu menakjubkan.
Sekar berulang kali memuji Nathan, pria yang bagi Sekar begitu baik dan memiliki ketulusan.
"Nathan cocok menjadi daddynya El. Wajah mereka juga sangat mirip, benar-benar seperti anak dan ayah," ucap Sekar saat mereka tiba di ruang tengah kediaman keluarga Abraham. Sudah tidak ada Elvano di antara mereka, karena bocah itu langsung naik ke lantai atas, menuju kamarnya untuk berganti pakaian.
"Bisakah berhenti membicarakan pria itu?!"
Sekar menghela napas panjang saat Anggita terlihat tidak menyukai ia yang menyebut nama Nathan.
"Nathan sangat baik pada Elvano. Elvano juga nyaman bersamanya." Sekar menatap putrinya kali ini dengan serius. "Cobalah untuk membuka hati, Sayang. Nathan sepertinya juga menyukaimu."
"Karena Dia tidak tahu dengan masa laluku."
Sekar seketika terdiam atas perkataan putrinya. Tatapan Sekar bahkan berubah sedih saat ia bisa melihat Anggita yang memalingkan wajah dengan netra yang sudah memerah.
Ucapan yang cukup mampu membuat Sekar sadar akan sesuatu di masa lalu.
Masa lalu Anggita sampai saat ini masih terus menjadi bayang-bayang yang kelam. Kesalahan besar yang pernah Anggita lakukan dan sebenarnya sudah ia pertanggungjawabkan itu seakan tetap saja terus menuntut sebuah hukuman.
Cercaan, hinaan hingga sulitnya ia menemukan jodoh, Anggita alami. Tak ada pria tulus yang bertahan sampai akhir untuknya. Semuanya pergi dan berbalik setelah mengetahui seperti apa dirinya yang dulu.
Sekar langsung menangis dalam pelukan Galang ketika melihat Anggita yang memilih beranjak keluar dari mansion.
"Aku juga ingin melihat Anggita bisa bahagia, Mas," ucap Sekar di sela tangisnya. Harapan paling besar yang wanita paruh baya itu miliki.
Galang bungkam. Matanya menutup saat mengingat kehidupan kedua putrinya. Tsania dengan kehidupan yang nyaris sempurna, dan Anggita yang terus berjalan tak terpisahkan dengan masa lalu kelamnya.
Galang tak bisa berbuat apa-apa, ia tak bisa mengubah masa lalu. Meski Anggita sudah memutuskan untuk memilih hidup hanya berdua bersama Elvano, Galang tetap berharap agar kelak Anggita bisa menemukan cinta yang sebenarnya, cinta setulus dan seputih yang putrinya itu berikan pada Elvano.
Ya. Jika semua ucapan dan tindakan memiliki balasan. Galang yakin, tak hanya kesalahan yang akan mendapatkan penghakiman, tapi sebuah ketulusan juga akan menemukan kebaikan.
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/