"Sampai kapan kau akan seperti ini zaf ?" tanya seorang perempuan berpakaian rapih dan memegang papan dada, Zafira hanya menghela nafasnya lelah "entahlah, trauma itu masih ada" jawaban Zafira membuat Cintia mengerucutkan bibirnya.
"Kau tidak bisa selamanya seperti ini, kau harus bisa berdamai dengan keadaan Zaf" lanjut kembali Cintia sembari menulis sesuatu di atas kertas putih yang berada di papan dadanya.
pintu ruang dokter Gavin terdengar terbuka disana sedang berdiri seorang Devan dan Edwin saling berangkulan dan berjalan melewati Zafira serta Cintia, tepat saat mata Zafira beradu dengan kedua manik Devan getaran dan ketakutan itu terlihat jelas hingga Zafira menegang seketika.
namun Devan tidak mengetahui apa yang terjadi dengan Zafira, mungkin bagi Devan kejadian 5 tahun yang lalu adalah bukan apa - apa bagi Devan tetapi tidak bagi Zafira Lalita.
ingin tau kelanjutkan ceritanya ?
kalian bisa baca ya teman - teman ini kelanjutan cerita tentang si kembar ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukapena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tes DNA
"Vano pernah bertanya pada mama kapan Vano akan bertemu dengan papa, mama hanya diam kemudian menangis" Devan kasihan melihat Vano yag seakan ingin menangis.
"Jadi Vano selama ini belum pernah bertemu dengan papa ?" Vano mengangguk kemudian menundukkan kepala "Vano tidak mau melihat mama menangis dan ketakutan saat melihat Vano" Vano kembali bersuara kali ini air matanya mulai turun disalah satu pipi tembem lucunya itu.
Devan menghela nafasnya kemudian membawa Vano ke dalam pelukanya, mengelus punggung kecil itu dengan lembut "Vano boleh memanggil om Devan dengan sebutan papa" Devan menenangkan Vano namin Vano menggeleng pelan.
"Terima kasih om, tapi Vano tidak mau membuat mama sedih" Devan semakin mengetatkan pelukanya diciuminya kepala Vano, wangi rambut Vano mirip sekali degan Zafira.
Setelah Vano tenang dan ketiduran karena lelah menangis barulah Devan memacu mobilnya untuk menuju apartement miliknya yang sudah lama tidak dia tempati.
Devan mengingat terakhir dia berada di apartementnya itu lima tahun yang lalu dan dia kembali mengingat kejadian lima tahun yang lalu, mungkin benar jika Elvano adalah anaknya dan Zafira tetapi kenapa Zafira tidak memberitahukan itu semua kepada dirinya ataupun kepada orang terdekat Devan.
Devan menggendong Vano dan saat pintu life terbuka ada seorang lelaki yang terbelalak melihatnya menggendong seorang anak kecil "Dev siapa dia ?" Devan mengisyaratkan kepada lawan bicaranya untuk memelankan suara.
Lelaki itu adalah Edwin, Edwin dan Devan tinggal di gedung apartement yang sama hanya berbeda lantai saja. Edwin terdiam kemudian mulai berfikir "Anak Zafira ?" Devan mengangguk.
Edwin melihat wajah Vano yang tertidur dipundak Devan, mata Edwin melotot dan dia dengan sengaja menutup mulutnya hingga tidak sadar bahwa pintu life sudah terbuka.
Devan menendang tulang kering Edwin membuat Edwin kesakitan dan Elvano bergerak gelisah "Sakit bodoh" Devan tidak peduli hanya memberi kode bahwa pintu life sudah terbuka.
Namun Edwin masih ingin tau wajah anak Zafira secara keseluruhan hingga dia menutup kembali pintu life itu dan ikut Devan menuju lantai apartementnya.
Edwin berjalan dibelakang Devan dengan meneliti wajah Elvano, sesampainya di dalam apartement. Devan segera membawa Elvano ke dalam kamarnya dan menidurkannya disana, menyelimuti Elvano dengan hangat kemudian mencium puncak kepala anak kecil itu.
Devan berjalan keliar dari kamar melihat Edwin yang sedang duduk diatas sofa ruang tengah apartementnya "Dev dia sangat mirip denganmu bodoh kalian bak pinang dibelah dua" Devan hanya menghela nafasnya.
"Ya kau benar" Edwin mengerutkan dahi "Elvano memang sangat mirip denganku, bahkan makanan favorite kita sama dan makanan yang paling tidak kusukai juga sama" Devan memberitahu Edwin semuanya.
"Apa ku bilang, aku sudah mencirigai itu apalagi kau pasti tidak memakai pengaman bukan malam itu ?" Devan memutar bola matanya jengah, bagaimana dia memakai pengaman sedangkan dirinya tidak ada niat untuk melakukan hal itu dengan Zafira.
"Nikahi Zafira Dev, mamamu pasti akan sangat senang" Devan tidak menanggapi hanya terdiam, Edwin bangkit dari duduknya berjalan menghampiri Devan kemudian menepuk pundak sahabatnya itu dengan pelan.
"Kau harus bertanggung jawab dengan Zafira dan anak itu, jangan menjadi seorang pecundang" Devan hanya diam menelaah ucapan Edwin "Aku akan melakukan tes DNA dulu pada Elvano" Edwin menghentikan langkahnya.
"Ambil rambut anak itu dan berikan padaku, aku yang akan membawanya ke rumah sakit untuk melaukan tes DNA padanya jika itu akan menyakinkanmu" Edwin menatap Devan menyakinkan.