"Aku ingin bercerai karena aku sudah tahu maksud busuk mu! Tidak ada hubungannya dengan Rose! Aku tidak pernah mencintaimu sejak awal. Kau telah merampas posisi Rose sebagai istriku!"
"Selama aku tidak menandatangani surat cerai, itu tetap dianggap selingkuh! Dia tetaplah perusak rumah tangga!"
Setiap kali Daisy melawan ucapan Lucifer, yang dia dapatkan adalah kekerasan. Meskipun begitu dengan bodohnya dia masih mencintai suaminya itu.
"Karena kamu sangat ingin mati, aku akan mengabulkannya!"
Kesalahpahaman, penghianatan, kebohongan. Siapa yang benar dan siapa yang salah. Hati nurani yang terbutakan. Janji masalalu yang terlupakan. Dan rasa sakit yang menjadi jawaban.
Apakah kebenaran akan terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little turtle 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Kamu Takut Padaku?
Hari sudah hampir siang saat Daisy terbangun. Dia tidak bisa membuka matanya karena sinar matahari yang menyilaukan.
Dia mengangkat tangan nya dan menutupi wajahnya dari sinar matahari yang menerobos masuk lewat pintu kaca balkon yang semalam dia lupa menutup gordennya.
"Sshhh~" rintihannya sambil memegang perutnya yang terasa perih.
Dia bangun dan duduk bersandar, kemudian meraih segelas air di meja samping tempat tidurnya.
Setelah perutnya menjadi sedikit nyaman, dia bangkit dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Lalu keluar dan mengganti pakaiannya.
"Biasanya Bibi Marlin datang untuk membangunkan ku.." gumam Daisy.
Dalam kepalanya dia masih penasaran dan bertanya-tanya mengapa tidak ada yang membangunkannya.
Begitu keluar kamar dan menuruni tangga, dia melihat Paman Calix dan Bibi Marlin berdiri di ruang makan dengan ekspresi panik. Ketika melihat Daisy, mereka menatap gugup ke arah ruang tamu.
Daisy yang mulai penasaran itu berjalan ke ruang tamu dengan bingung. Setelah melihat sosok yang duduk di sofa sambil minum teh, wajahnya tiba-tiba menjadi pucat dan membeku di tempat.
Lucifer yang menyadari kedatangan Daisy pun mendongak menatapnya dengan tatapan sedingin es. Dia meletakkan cangkir di tangannya dan mengerutkan keningnya, melihat Daisy yang hanya berdiri di tempat.
"Apa kamu siput? Berapa lama lagi aku harus menunggu?" serunya karena Daisy tak datang padanya.
Tubuh Daisy menolak untuk mendekat, tubuhnya sangat gemetar saat ini. Terakhir kali dia berdebat dengan Lucifer dan di pukuli habis-habisan di sana. Dia takut dipukuli lagi jika mengatakan sesuatu yang salah.
Daisy memundurkan langkahnya dan menatap Lucifer dengan ketakutan. Lucifer yang teringat sesuatu pun tertawa.
"Apa kamu takut padaku?"
Melihat Daisy hanya diam berdiri di depan sana membuat Lucifer semakin yakin bahwa dia takut.
Lucifer mengusap wajahnya, menahan dirinya untuk tidak menunjukkan tawanya. Dia merasa hal itu sangatlah lucu.
"Kemarilah sebentar. Apa kau pikir aku akan memakan mu? Kemari dan duduklah di sampingku.." ujar Lucifer sambil menepuk sofa di sampingnya.
Daisy menekan rasa takut di hatinya dan bergerak perlahan untuk mendekat, lalu duduk di samping Lucifer. Entah karena takut atau karena sakit perutnya, keringat dingin pun membasahi dahinya.
"Kenapa? Takut aku akan menghukum mu lagi? Bukankah kamu selalu sangat sombong?" ucap Lucifer sembari menyalakan sebatang rokok.
"Tidak, aku tidak takut." jawab Daisy dengan suara gemetar, dan jelas bahwa kata-kata itu tidak benar melihat dari mimik wajahnya.
Tercium bau asap yang menyengat di seluruh ruangan, Daisy tidak dapat menahan diri untuk tidak batuk pelan, mengerutkan kening, dan memalingkan wajah ke samping.
Lucifer melirik ke samping dan dengan sengaja mengembuskan asap rokok ke wajah Daisy.
"Bukankah kau meminta Zyran untuk mengantarmu pulang kemarin? Hubungan kalian pasti sangat baik. Sepertinya kalian berdua masih berhubungan setelah bertahun-tahun.." ucap Lucifer.
"Tidak, ugh~" lirih Daisy.
Daisy tidak dapat berbicara dengan baik lagi. Rasa sakit di perutnya membuat wajahnya dipenuhi keringat dingin.
Tidak mendengar jawaban dari Daisy, Lucifer menatap Daisy dengan marah dan hendak membentaknya. Namun yang dilihatnya adalah ekspresi kesakitan dengan wajah pucat yang dipenuhi keringat.
"Ada apa denganmu?"
Paman Calix yang mengetahui alasannya pun bergegas datang dengan panik. Dia membawa sepotong roti bakar dan segelas air putih.
"Makanlah dulu sedikit, Nona.." tutur Paman Calix. Kemudian memberikan dua butir obat padanya setelah Daisy memakan roti itu beberapa gigitan.
"Maaf Nona, saya kira semalam anda sudah keluar dan meminumnya. Dan pagi tadi saya juga tidak membangunkan anda karena saya pikir anda sangat lelah. Anda bahkan belum sarapan dan sudah lewat waktunya untuk meminum obat.." ujar Paman Calix dengan menyesal.
"Semalam anda langsung masuk ke kamar dan mengunci pintu. Kami berulang kali mengetuk pintunya tapi tidak ada jawaban.." jelas Paman Calix.
'Mungkin saat aku di kamar mandi..' batin Daisy.
"Obat apa itu?"
"Pereda nyeri dan antibiotik. Apa anda lupa Nona Daisy masih sakit?" jawab Paman Calix dengan berani.
Lucifer terdiam seribu bahasa. Melihat Lucifer masih duduk di sana tanpa berniat untuk menjauh, Paman Calix sedikit terkejut. Namun dia menghentikan tebakannya sendiri dalam kepalanya.
'Apa yang coba dia lakukan? Apa dia hanya ingin melihat Nona merasa malu dan kesakitan?' batin Paman Calix.
"Kupikir kamu tidak akan pernah kembali lagi," ejek Daisy.
"Ibuku sudah kembali dari Negara Bambu dan ingin kita pergi ke rumah utama besok. Kakek juga akan ada di sana. Di depan Kakek, kamu berpura-pura saja bahwa kita baik-baik saja."
Daisy meletakkan piring berisi rotinya dan tersenyum pahit.
"Apa kamu tidak ingin menceraikan ku? Kenapa kamu ingin aku berbohong kepada mereka?" tanya Daisy sambil menatap Lucifer.
"Aku tidak peduli dengan apa yang kau lakukan di depan orang lain, tapi tidak di depan Kakek ku!"
Kali ini senyum tulus yang diperlihatkan nya pada Lucifer. Sesaat membuat Lucifer tertegun.
"Baiklah, aku mengerti," ucapnya.
Mungkin karena sakitnya, Lucifer merasa Daisy tampak sangat penurut. Dia tersenyum, lalu mendekatkan wajahnya dan mengangkat tangan nya untuk membelai wajah Daisy.
Namun perasaan tak asing itu tiba-tiba datang, dan rasa sakit menyerang kepalanya dengan menampilkan beberapa gambaran kejadian.
'Sial, apa-apaan itu tadi?' batinnya.
"Apa kau memang harus di hajar dulu baru mau menurut?" ucap Lucifer sambil menepuk-nepuk pipi Daisy.
Mata Daisy mulai memerah. Apa yang baru saja terjadi itu mengingatkannya pada tatapan Lucifer 8 tahun yang lalu. Dia sempat mengira sesaat itu tadi Lucifer mengingat sesuatu.
'Tapi kurasa tidak..' batinnya dengan senyum getir di wajahnya.
'Sudah 8 tahun lamanya, tapi ingatannya.. Bahkan dokter tidak bisa berbuat apa-apa dengan hal itu. Apa kau tidak mengingatku sedikitpun? Atau kau memang tidak ingin mengingatku?'
Tatapannya pada Lucifer semakin dalam. Dia ingin menitikkan air matanya saat itu juga. Tapi dia tidak ingin membuat Lucifer merasa kesal.
Menyadari hal itu Lucifer mengerutkan keningnya, lalu bangkit dari duduknya dan melihat arlojinya. Kemudian berjalan keluar tanpa mengatakan apapun pada Daisy.
"Tuan Muda, apakah anda tidak akan tinggal di sini sedikit lebih lama? Kalian berdua.. Kalian berdua harus menghabiskan lebih banyak waktu bersama.." Bibi Marlin bertanya dengan khawatir.
"Tidak perlu. Aku masih ada urusan di perusahaan, tolong urus dia untukku."
Setelah mengatakan itu, dia pergi tanpa menoleh ke belakang. Bibi Marlin menatap Daisy yang duduk dengan tatapan kosong di ruang tamu. Dia mendesah tak berdaya dan menggelengkan kepalanya.
'Sungguh gadis yang malang..' batin Bibi.