NovelToon NovelToon
Legend Of The Sky Devourer-Kunpeng Terakhir

Legend Of The Sky Devourer-Kunpeng Terakhir

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Epik Petualangan / Fantasi
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Alvarizi

Di Desa Fuyun yang terkubur salju, Ling Tian dikenal sebagai dua hal yakni badut desa yang tak pernah berhenti tertawa, dan "Anak Pembawa Sial" yang dibenci semua orang.

Tidak ada yang tahu bahwa di balik senyum konyol dan sikap acuh tak acuh itu, tersimpan jiwa yang lelah karena kesepian dan... garis darah monster purba yang paling ditakuti langit yakni Kunpeng.

Enam puluh ribu tahun lalu, Ras Kunpeng musnah demi menyegel Void Sovereign, entitas kelaparan yang memangsa realitas. Kini, segel itu retak. Langit mulai berdarah kembali, dan monster-monster dimensi merangkak keluar dari bayang-bayang sejarah.

Sebagai pewaris terakhir, Ling Tian dipaksa memilih. Terus bersembunyi di balik topeng humornya sementara dunia hancur, atau melepaskan "monster" di dalam dirinya untuk menelan segala ancaman.

Di jalan di mana menjadi pahlawan berarti harus menjadi pemangsa, Ling Tian akan menyadari satu hal yakni untuk menyelamatkan surga, dia mungkin harus memakan langit itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvarizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 15: Embrio Pedang yang Menangis

Puncak Api (Fire Peak) adalah satu-satunya tempat di Sekte Pedang Langit di mana salju tidak berani turun.

Tanahnya hangus, udaranya bergetar karena gelombang panas, dan suara TANG! TANG! TANG! dari ribuan palu yang menghantam besi panas terdengar seperti detak jantung raksasa yang tak kenal lelah.

Ling Tian berjalan mendaki jalur setapak, membawa karung goni berisi sisa-sisa logam rongsokan yang dia pungut dari danau. Di punggungnya, batang besi hitam setianya terikat miring. Besi itu sudah nampak menyedihkan, bengkok, retak di tengah, dan permukaannya penuh dengan goresan dalam.

"Bertahanlah sebentar lagi, Sobat," gumam Ling Tian, menepuk besi itu. "Aku akan mencarikanmu saudara baru yang lebih tampan."

Saat dia mendekati pelataran utama Aula Penempaan, langkahnya terhenti.

Biasanya, tempat ini hanya diisi oleh murid-murid berotot yang bertelanjang dada dan berlumuran jelaga. Tapi hari ini, pelataran itu dipenuhi warna-warni jubah yang kontras.

Di satu sisi, murid-murid Sekte Pedang Langit berdiri dengan wajah masam. Karena disisi lain, ada sekelompok murid berjubah biru langit dengan sulaman petir berdiri dengan dagu terangkat tinggi.

Delegasi Istana Shenxiao.

Mereka tidak sedang bertarung fisik, tapi atmosfer di antara mereka setajam silet.

Di tengah pelataran, berdiri sebuah tungku raksasa berbentuk kepala naga. Di depannya, seorang pemuda kekar dari Sekte Pedan, murid senior Divisi Penempaan sedang memegang sebuah pedang merah menyala yang baru saja ditempa.

"Ini adalah Pedang Api Merah (Scarlet Flame Sword)!" seru murid penempa itu bangga, keringat bercucuran di tubuhnya yang penuh luka bakar kecil. "Ditempa dari Baja Magma selama tujuh hari tujuh malam. Tingkat Spirit Menengah! Ketajamannya bisa membelah batu vulkanik sekalipun!"

Murid-murid Sekte Pedang bersorak. "Hebat Kakak Liu!"

Namun, dari kubu Shenxiao, terdengar sebuah tawa yang meremehkan.

Seorang pemuda berjubah biru maju. Rambutnya jabrik, dan ada percikan listrik statis yang melompat-lompat di antara jari-jarinya. Lei Hao. Salah satu jenius muda Istana Shenxiao.

"Membelah batu vulkanik?" Lei Hao mencibir. "Di Istana Shenxiao, itu hanya mainan bagi anak kecil."

Lei Hao mencabut pedangnya sendiri. Bilahnya ramping, berwarna perak kebiruan, dan mendengung pelan seolah dialiri listrik.

"Biar kutunjukkan bedanya besi rongsokan dan Senjata yang sebenarnya," kata Lei Hao.

Dia tidak menunggu aba-aba lagi.

ZRAAAK!

Lei Hao menebas. Kilatan petir biru meledak dari pedangnya.

Murid penempa itu panik, mengangkat Pedang Api Merah-nya untuk menangkis.

TING! ... KRAK!

Suara dentingan logam yang menyakitkan terdengar, diikuti suara patahan pedang.

Potongan ujung Pedang Api Merah melayang di udara, jatuh menancap di tanah yang hangus. Pedang kebanggaan Sekte Pedang Langit itu... patah dalam satu bentrokan.

Wajah murid penempa itu pucat pasi. Murid-murid Sekte Pedang lainnya menunduk malu, mengepalkan tangan. Di kandang sendiri, senjata mereka dihina dan dihancurkan. Ini tamparan keras di wajah Divisi Penempaan.

"Lemah," Lei Hao menyarungkan pedangnya kembali dengan gaya angkuh. "Sekte Pedang Langit katanya ahli pedang, tapi penempaan kalian menyedihkan. Logamnya rapuh, tidak murni. Kalau senjata kalian sampah begini, bagaimana pendekarnya bisa menjadi seorang yang hebat?"

Murid-murid Istana Shenxiao tertawa sopan namun menusuk.

Di pinggiran kerumunan, Ling Tian menurunkan karung goninya. Dia menonton pertunjukan itu sambil mengunyah sebatang rumput kering.

"Dia curang," komentar Tuan Kun bosan. "Bocah petir itu mengalirkan 'Qi Petir Penghancur' tepat di titik lemah struktur pedang lawan. Itu bukan murni mengadu kualitas logam, tapi mengadu dengan diselingi kultivasi. Murid penempa itu cuma Body Tempering, dan si Petir itu sudah di tahap Qi Condensation Tingkat 4."

"Aku tahu," gumam Ling Tian. "Tapi arogansinya itu... cukup menghibur."

Tiba-tiba, pintu Aula Utama Penempaan terbuka. Seorang pria tua berotot dengan janggut merah menyala berjalan keluar. Dia membawa palu godam di punggungnya. Tetua Tie, Kepala Divisi Penempaan. Wajahnya merah padam menahan amarah melihat muridnya dipermalukan.

"Cukup pamer lidahnya, Bocah Shenxiao," suara Tetua Tie berat seperti batu yoni.

"Kalian bilang senjata kami sampah? Bagus. Kebetulan aku punya satu senjata 'sampah' yang belum bisa dijinakkan oleh siapa pun di sekte ini selama sepuluh tahun." Tetua Tie memberi isyarat pada dua asistennya.

Mereka menyeret, benar-benar menyeret dengan rantai sebuah benda dari dalam gudang.

Benda itu bukan pedang yang indah. Itu adalah sebatang logam hitam legam, panjangnya hampir dua meter, dengan lebar satu telapak tangan orang dewasa. Bentuknya kasar, belum diasah, lebih mirip penggaris besi raksasa daripada pedang. Permukaannya penuh karat merah yang terlihat seperti darah kering.

Begitu benda itu muncul, suhu di pelataran turun drastis. Api di tungku naga meredup, seolah takut.

"Ini adalah Embrio Pedang Tanpa Nama," kata Tetua Tie. "Kami menemukannya di reruntuhan kuno. Tidak bisa dilelehka juga tidak bisa diasah. Dan setiap kali ada yang mencoba mengalirkan Qi ke dalamnya..." Tetua Tie menunjuk Lei Hao.

"Kau jenius petir, kan? Coba angkat. Kalau kau bisa mengangkatnya dan mengalirkan Qi-mu tanpa muntah darah, aku akan mengakui pandai besi Sekte Pedang kalah."

Lei Hao mengerutkan kening. Dia merasa tertantang di depan teman-temannya (dan mungkin ada Xueya yang menonton dari jauh).

"Cuma sebatang besi buruk rupa?" Lei Hao mendengus. "Baik. Akan kulelehkan besi tua ini dengan petirku!" Lei Hao maju. Dia mencengkeram gagang kasar benda itu.

"Hiaaa!"

Dia menyentakkan tenaga. Listrik biru meledak dari tubuhnya, mengalir ke lengannya, mencoba mengangkat pedang itu.

Pedang itu tak bergeming. Tidak bergerak satu milimeter pun.

"Berat sekali!" batin Lei Hao kaget. Ini bukan sekadar berat fisik biasa. Ini semacam berat... spiritual?

Dia mencoba memaksa dengan mengalirkan seluruh Qi petirnya ke dalam besi itu.

ZZZZTTT!

Sebuah kesalahan besar. Besi hitam itu tiba-tiba berdengung. WOONG.

Bukannya menerima Qi, besi itu memantulkannya kembali dengan daya kekuatan dua kali lipat, dicampur dengan aura korosif yang mengerikan.

BLAR!

"Uwaaaah!"

Lei Hao terpental mundur lima meter. Jubah birunya hangus terbakar. Dia jatuh terduduk, memuntahkan seteguk darah segar. Tangan kanannya gemetar hebat, kulitnya melepuh hitam seolah baru saja memegang bara api neraka.

Kerumunan tersentak mundur ngeri.

"Sudah kuduga," Tetua Tie menggeleng kecewa. "Bahkan Qi Condensation pun ditolaknya. Benda ini memang terkutuk. Bawa kembali ke gudang rongsokan!"

Murid-murid Istana Shenxiao terdiam. Mereka segera memapah Lei Hao yang masih shock. Reputasi mereka tercoreng oleh sebatang besi karatan.

Saat dua asisten mencoba menyeret kembali pedang itu dengan rantai, sebuah suara terdengar.

"Tunggu, Tetua."

Semua orang menoleh.

Seorang murid pelayan dengan baju goni kotor berjalan menembus kerumunan. Dia terlihat santai, seolah sedang berjalan-jalan di taman, bukan di tengah ketegangan antar-sekte.

Itu Ling Tian.

"Apa lagi ini?" Tetua Tie mengerutkan kening. "Pelayan? Mau apa? Antar batu bara? Segera taruh di belakang."

Ling Tian tidak berhenti. Dia berjalan lurus mendekati Embrio Pedang itu. Matanya terpaku pada karat merah di permukaannya. Darah di tubuh Ling Tian berdesir.

"Ling Tian..." suara Tuan Kun terdengar bergetar. "Itu bukan besi biasa. Itu... itu adalah 'Scales of the Abyss' (Sisik Jurang). Itu material dari kampung halamanku! Material yang menyerap energi, bukan sekadar memancarkannya!"

Pantas saja Lei Hao terpental. Dia mencoba memberi makan sesuatu yang sudah kenyang.

"Tetua Tie," kata Ling Tian sopan, tapi matanya tidak lepas dari besi itu. "Saya dengar Divisi Penempaan punya aturan. Siapa pun yang bisa mengangkat 'Sampah' termasuk benda ini, boleh memilikinya dengan harga diskon?"

Tetua Tie tertawa kasar. "Kau gila, Nak? Jenius Shenxiao saja muntah darah. Kau mau mati?"

"Saya cuma pelayan," Ling Tian mengangkat bahu. "Hidup saya murah, jadi tidak ada yang perlu dirisaukan tetua."

Tanpa menunggu izin, Ling Tian melangkah maju.

Murid-murid Shenxiao mencibir. "Cari mati."

Lei Hao yang kini sedang diobati menatap dengan tatapan membunuh. "Dasar babu bodoh. Rasakan sendiri akibatnya nanti."

Ling Tian berdiri di depan pedang raksasa itu. Dia tidak menggunakan Qi. Dia juga tidak menggunakan gerakan kuda-kuda. Dia hanya... sekadar menyapanya. Dia meletakkan telapak tangannya di permukaan besi yang kasar itu.

Terasa dingin. Tapi saat kulit Ling Tian menyentuh besi itu, Gerbang Energi Purba di perutnya terbuka sedikit. Dia tidak mencoba mengisi pedang itu dengan tenaga. Dia melakukan sebaliknya. Dia menghisap sedikit energi korosif yang menyelimuti pedang itu.

Slurp.

Besi itu bergetar. Bukan getaran seperti Lei Hao tadi, melainkan seakan dia punya ekspresi, ada rasa lega yang terpancar di pedang tersebut. Seperti anjing galak yang akhirnya bertemu tuannya yang tahu cara menggaruk di belakang kupingnya.

Aura pembunuh yang menyelimuti pedang itu surut, masuk begitu saja ke dalam tubuh Ling Tian, mulai menjadi nutrisi bagi tulangnya.

"Anak baik," bisik Ling Tian. Lalu, dia mencengkeram gagang pedangnya.

Semua orang seketika menahan napas, menunggu sebuah ledakan. Tapi tidak kunjung ada seperti yang mereka harapkan.

Kemudian Ling Tian mengangkatnya. Dia mengangkat besi seberat ratusan kilogram itu hanya dengan satu tangannya, lalu meletakkannya di bahunya seolah itu hanyalah sebatang kayu yang ringan.

Tap.

Suasana tiba-tiba hening.

Mata Tetua Tie melotot sampai hampir keluar. Lei Hao juga lupa rasa sakit yang ada di tangannya. Murid-murid Istana Shenxiao dan Sekte Pedang sama-sama menganga. Seorang pelayan... mengangkat pedang yang menolak murid jenius Istana Shenxiao?

Ling Tian berbalik menghadap Tetua Tie, wajahnya polos tanpa dosa. "Tetua, barang rongsokan ini beratnya pas buat palu pemecah batu saya. Boleh saya beli? Tapi saya hanya punya... sepuluh koin tembaga?"

Tetua Tie menelan ludah, suaranya tercekat. "B-bawa saja... Pergi dari sini sebelum aku kena serangan jantung."

Ling Tian membungkuk hormat. "Terima kasih, Tetua! Anda murah hati sekali!"

Dia kemudian berjalan pergi, membawa pedang raksasa itu di bahunya, melewati Lei Hao yang masih bengong.

Ling Tian berhenti sebentar di depan Lei Hao.

"Oh ya, Tuan Muda Shenxiao," kata Ling Tian, menunjuk pedang di bahunya. "Jangan sedih. Pedang ini memang pemalu kalau ketemu orang asing. Mungkin auramu terlalu... berisik buat dia."

Ling Tian menyeringai, lalu pergi bersiul pelan, meninggalkan kekacauan mental di belakangnya.

Di sudut tersembunyi, di atas atap salah satu gedung penempaan, sosok berjubah putih memperhatikan semuanya.

Dia tidak bergabung dengan delegasi di bawah. Dia hanya menonton dari atas. Dan matanya yang dingin kini terpaku pada punggung pemuda pelayan yang membawa pedang raksasa itu. "Ling Tian..." gumamnya pelan. "Siapa kau sebenarnya?"

1
Sutono jijien 1976 Sugeng
👍👍👍👍
Sutono jijien 1976 Sugeng
siapa predator puncak 😁😁😁
Sutono jijien 1976 Sugeng
si fang yu hanya jadi badut ,yg Tak tahu apa apa 🤣🤭
Anonymous
Ga kerasa cepet banget udh abis aja 😭
Anonymous
Whooa, apakah sekte matahari hitam itu keroco yang ditinggalkan seberkas kehadiran void Sovereign pada bab prolog?
Renaldi Alvarizi: Hehe mohon dinantikan kelanjutan ceritanya ya
total 1 replies
Anonymous
Alur ceritanya makin kesini makin meningkat, tetap pertahankan
Renaldi Alvarizi: Terimakasih kawan Kunpeng 😁
total 1 replies
Anonymous
up thor
Anonymous
Hahaha Ling Tian punya budak pertamanya
Anonymous
Haha akhirnya badut yang sebenarnya 'Li Wei' mokad juga
Anonymous
Ceritanya bagus, besan dengan yang lain seperti titisan naga, phoenix dsb. Semoga tetap konsisten updatenya.
Joe Maggot Curvanord
kenapa xinxin penyimpanan ataw barang berharga musuh tidak di ambil
Renaldi Alvarizi: Hehe sudah kok kak yang akan digunakan untuk keperluan di bab mendatang namun saya memang lupa memasukkan atau menjelaskannya didalam cerita. Terimakasih atas sarannya.
total 1 replies
Sutono jijien 1976 Sugeng
semoga semakin berkembang ,dan bukan di alam fana ,naik ke alam atas
Renaldi Alvarizi: Hehe tunggu saja kelanjutannya bersama dengan Ling Tian dan Tuan Kun ya kak hehe
total 1 replies
Sutono jijien 1976 Sugeng
belagu si fang yu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!