NovelToon NovelToon
Bola Kuning

Bola Kuning

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:93
Nilai: 5
Nama Author: Paffpel

Kisah tentang para remaja yang membawa luka masing-masing.
Mereka bergerak dan berubah seperti bola kuning, bisa menjadi hijau, menuju kebaikan, atau merah, menuju arah yang lebih gelap.
Mungkin inilah perjalanan mencari jati diri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Paffpel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Pagi itu, Arpa dan Juan datang lebih pagi ke sekolah. Mereka menyapa pak Budi, terus langsung pergi ke kelas.

Baru dua langkah mereka masuk kelas, tiba-tiba Kela berdiri sambil mukul meja. “Itu dia! Si parasit kesepian, hahaha,” Kela nunjuk Arpa sambil ketawa keras.

Kela langsung nyamperin Arpa dan Juan sambil sambil senyum miring. “Halo, parasit kesepian,” dia menyilangkan tangannya sambil natap Arpa.

Alis Arpa naik, terus turun pelan dan bibirnya sedikit terbuka. “Pa-parasit?” Badannya otomatis berhenti bergerak.

Juan pengen bergerak menolong tapi langsung berhenti. “Aduh, gua harus gimana kalau begini,” kata Juan dalam hati sambil natap satu-satu temen-temennya.

Kela mengangkat dagunya. “Iya dong, lu kan parasit, parasit kesepian yang nempel mulu sama di Juan, coba kalau enggak ada Juan, emang lu bisa apa? Hahaha,” seluruh kelas ikut tertawa.

Juan diam aja sambil sesekali natap Arpa. Bibirnya di tekan dan tangannya mengepal setengah.

Rian yang baru datang dan berada di luar kelas enggak sengaja dengar Arpa yang di hina. Dia diam bentar sambil nyender di tembok, matanya fokus ke lantai. Dia semakin kesal karena mendengar tawa seluruh kelas.

Arpa menundukkan kepalanya sambil mundur pelan-pelan keluar kelas, terus dia lari entah kemana tanpa ngeliat Rian di luar kelas.

Tiba-tiba Rian ngedobrak pintu. Seluruh kelas tiba-tiba hening dan natap Rian. Matanya natap tajam Kela. Dia mengepalkan tangannya sambil jalan ke arah Kela.

Rian nonjok Kela keras-keras, Kela mundur pelan-pelan, badannya gemetar sambil megangin pipinya, matanya ikut gemetar sambil natap rian. Dia enggak bisa ngomong apa-apa sementara.

Juan tersentak. Matanya membesar, badannya enggak bisa gerak sementara.

Rian masih melotot natap Kela. Dia maju ke arah Kela, tangannya mengepal lebih keras. Dia siap-siap nonjok lagi. Bu Tuti yang ga sengaja lihat dari jendela langsung cepet-cepet buka pintu kelas. Bu Tuti nahan tangan Rian. “Rian! Udah! Kamu ini ngapain sih?! Bisa-bisanya mukul perempuan!”

Rian mengabaikan bu Tuti dan tatapannya tetap fokus ke Kela. Dia berusaha melepaskan tangannya yang di tahan bu Tuti. Bu Tuti natap Juan. “Juan! Kamu ngapain bengong, bantuin ibu sini.”

Juan tersadar dan buru-buru nahan Rian. Tapi Rian masih aja berontak dan berusaha lepas dari Juan dan bu Tuti.

Tenaga Rian makin kuat, dan dia pun lepas dari Juan dan bu Tuti. Matanya cuman natap tajam Kela.

Dia lari ke arah Kela dan nonjok pipinya sekali lagi, kali ini Kela terjatuh dan matanya berkaca-kaca.

Bu Tuti narik Rian keras-keras dan nampar kencang Rian. “Kamu ngapain sih?! Apa-apaan kamu ini! Ikut saya ke ruang guru sekarang!”

Amarah Rian mereda, dia natap bu Tuti dan ngangguk pelan. “Terserah, ayo cepet ke ruang guru,” kata Rian dengan nada sedikit tinggi.

Bu Tuti narik kencang-kencang tangan Rian. Mereka berdua ke ruang guru dan langsung duduk. “Bisa-bisanya kamu nonjok perempuan! Terus juga enggak sopan sama saya, saya ini wali kelas kamu, Rian!”

Bu Tuti ngelus dadanya sambil menghela napas. “hahh, jadi kenapa kamu nonjok Kela.”

Rian nyender sambil menyilangkan tangannya. “Enggak tau lah,” kata Rian dengan nada datar.

Bu Tuti nepuk jidatnya sambil geleng-geleng. “Bener-bener kamu ini ya! Kamu di hukum, kamu di skorsing, jangan masuk sekolah selama 3 hari!”

Rian memalingkan mukanya terus berdiri. “Ya udah,” Rian bawa tasnya dan pergi tanpa bilang apa-apa lagi.

Rian langsung pergi dari sekolah dan pulang. Sedangkan Juan, dia nyari-nyari kemana Arpa pergi. Dia nyari-nyari di sekeliling sekolah tapi enggak ketemu.

Juan diam bentar sambil natap gerbang sekolah. “Kayaknya Rap di luar sekolah, cabut aja kali gua ya,” kata Juan dalam hatinya.

Juan jalan pelan-pelan sambil celingak-celinguk. “Aman ga nih ya, udah gas aja lah,” Juan manjat tembok dan keluar dari sekolah.

Juan lanjut nyari-nyari Arpa sampai dia ngos-ngosan. “Buset, dia kemana dah.”

Mata Juan tiba-tiba melebar sedikit. Alisnya naik cepat terus turun lagi. “Oh iya, Taman Semut! Kenapa baru kepikiran gua,” Juan nepuk jidatnya.

Juan lari menuju Taman Semut. Kakinya udah sakit dan larinya melambat, tapi dia tetap maksa buat lari secepat yang dia bisa.

Akhirnya Juan sampai di Taman Semut, dia nyari-nyari sekeliling dan ngeliat Arpa lagi duduk di pojok, sama seperti dia saat pertama kali ketemu Arpa.

Juan natap Arpa, dia jalan pelan-pelan, perlahan-lahan napasnya normal lagi, dia duduk di samping Arpa. Dia nunduk sambil mainin jari-jarinya. “Sorry, Rap, lagi-lagi gua enggak ngebela lu.”

“Gapapa Jun,” kata Arpa dengan nada pelan dan datar, tatapannya kosong.

Mata Juan membesar terus mengecil dengan cepat dan bibirnya terbuka terus menutup rapat. “Ini gara-gara gua, lagi-lagi gua enggak bisa ngebela dia, gua kenapa sih, padahal si Rap ngebantu gua sejak kecil,” pikir Juan. Dia menggenggam celananya erat-erat.

Bahu Arpa turun dan kepala menunduk. “Jun, gua pengen sendiri dulu,” sudut bibirnya turun.

Juan tersentak kecil. Gerakannya pelan. Matanya turun dan alis bagian dalamnya naik. Dia bangun pelan-pelan, dan pergi tanpa bilang apa-apa.

Juan kembali ke sekolah, dia langsung ke ruang guru. Dia membuka punya pelan-pelan dan langsung ke bu Tuti. “Bu, Rian di mana?”

“Pulang, ibu enggak tau apa yang ada di pikiran dia, heran saya,” bu Tuti menggelengkan kepalanya.

Juan pelan-pelan balik badan dan pergi tanpa bilang apa-apa. Dia keluar sekolah lagi. Kali ini lewat gerbang, dia enggak peduli sama pak Budi dan langsung nerobos gerbang.

Dia jalan menuju rumah Rian. Langkah-langkahnya terasa berat. Tapi dia akhirnya sampai di depan pintu rumah Rian.

Dia ngetuk pintu rumah Rian. Enggak lama Rian ngebuka pintu. Rian natap Juan “Kenapa?”

Juan sedikit menundukkan kepalanya. “Kenapa lu nonjok Kela, Yan?” Juan natap serius Rian.

Rian sedikit mendorong bahu Juan. “Ya lu pikir aja kenapa, gua enggak peduli mau di skorsing atau apapun itu.”

Juan memalingkan mukanya. “Tapi kita kan bisa ngatasin bareng-bareng Yan! Jangan bertindak sendirian dong.”

Gerakan Rian berhenti seketika dan bibir membuka. “Tapi Jun, cuman ini cara yang gua tau, lu kan tau Jun, gua dari kecil udah sendiri,” Rian menatap lembut Juan.

Bahu Juan naik seketika. “Tapi… bisa kan jangan bertindak sendirian lagi? Kan ada gua Yan,” Juan megang bahu Rian.

Rian sedikit menunduk. “Itu… ga bisa Jun, gua udah terbiasa kaya begini Jun, ini gua Jun, dari kecil gua hidup kaya gini Jun, gua enggak bisa ngebuang diri gua sendiri, Jun.”

Juan menekan bibirnya, dia menggenggam tangannya. “Ya udah… Yan, gua pergi ya,” Juan langsung pergi. Tapi dia pergi entah kemana.

Kakinya cape dan sakit, hatinya sesak, dia ngerasa enggak berguna, apapun yang dia lakukan kaya enggak di anggap, di tengah jalannya yang tidak punya tujuan, hujan tiba-tiba turun lumayan deras, dia kehujanan, tiba-tiba dia diam sambil menatap sambil natap langit yang gelap. “Gua… pengen berguna,” perlahan-lahan air matanya mengalir. Air hujan membasahi mukanya, menyamarkan air matanya.

1
HitNRUN
Nguras emosi
tecna kawai :3
Masih nunggu update chapter selanjutnya dengan harap-harap cemas. Update secepatnya ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!